Chapter 2

31.6K 2.2K 59
                                    

Mata Arra tampak ingin terpejam. Ia beberapa kali sempat menguap pada jam pelajaran Bu Beta, guru paling killer di SMA 45 Bakti Nusa. Karena tak kuat menahan rasa kantuk, akhirnya ia pun tertidur. Pipinya rebah begitu saja di atas meja.

Berbeda dengan Arra, Cecil asyik memandangi wajahnya di depan cermin kecil sedangkan Nadin sibuk menggambar doodle art. Sementara Revan asyik mendengarkan lagu barat dan Dave fokus pada game yang dimainkannya. Kelima anak itu sama sekali tak mendengarkan penjelasan Bu Beta.

"Kalian paham, anak-anak?" Tanya Bu Beta setelah menjelaskan panjang lebar.

"Iya, Bu," jawab semua siswa di kelas XI-IPS 1 kecuali anggota Flower Five.

Bu Beta terhenti melihat lima anak yang sama sekali tak menghiraukannya. Dia pun melangkah menuju deretan bangku paling belakang. Di sana sudah ada Revan yang duduk bersama Dave di bangku paling pojok kanan dekat jendela, Cecil dan Nadin yang duduk di bangku tengah, dan Arra yang duduk sendirian di bangku sebelah kiri.

Bu Beta melipat tangan, matanya mendelik memperhatikan kelakuan lima anak yang belum menyadari keberadaannya. Dia menggeleng-geleng tak percaya.

"Revan, Dave, Cecil, Nadin, dan Arra. Kalian berdiri di luar kelas SEKARANG!" Bu Beta menggebrak meja saat menaikkan intonasinya pada kata terakhirnya.

Arra gelagapan bangun ketika ia mendengar suara gebrakan meja yang mengagetkannya. Cecil gelagapan meletakkan cerminnya, Nadin buru-buru menghentikan laju tangannya yang asyik menggambar. Sedangkan Dave langsung mengakhiri game yang dimainkannya. Revan tak peduli dengan teriakan Bu Beta. Dia melirik wanita gendut itu sebentar lalu melepaskan headset yang tersemat di telinganya.

Di luar kelas, mereka berlima berdiri dengan satu kaki menghadap pintu kelas yang sengaja Bu Beta buka untuk memantau hukuman mereka. Ya! Mereka berlima sering kabur ke kantin kalau tidak di awasi dengan benar.

"Ssst! Nanti malem ayo capcuz ke karaoke yuk!" Ajak Dave.

Alis Arra terangkat sejenak. "Karaoke? Emangnya anak umur enam belas tahun kayak kita sudah boleh pergi ke karaoke?" Tanyanya setengah berbisik.

"Tentu bolehlah, Arra! Beda kalau club atau bar. Itu baru nggak boleh." Cecil menimpali.

"Ooohh....." Arra mengangguk, ia baru mengerti.

Tak terasa lima belas menit pun berlalu. Bu Beta memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas lalu mengakhiri pelajaran. Saat dia keluar, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sejenak melihat kelakuan kelima anak bandel yang kini masih berdiri dengan satu kaki.

"Arra, kamu ikut Ibu ke kantor." Bu Beta melihat Arra sebentar lalu beralih melihat empat sahabat Arra yang lainnya. "Kalian berempat boleh masuk kelas. Sebentar lagi pelajaran Pak Lukman."

"Baik, Bu," sahut Revan, Dave, Cecil, dan Nadin secara bersamaan.

***

"Apa? Ketua OSIS?" Kata Arra kaget, matanya masih membulat.

"Iya, Arra. Ibu mau mencalonkan kamu sebagai ketua OSIS," kata Bu Beta sambil menyodorkan sebuah formulir pendaftaran katua OSIS pada Arra.

Arra melihat formulir itu sejenak, menggeleng takut, lalu mengembalikan formulir itu ke Bu Beta. "Maaf, Bu. Saya nggak bisa."

"Ayolah, Arra! Tidak ada lagi calon ketua OSIS dari kelas IPS yang lebih baik daripada kamu."

"Kenapa harus saya, Bu? Ibu kan tau sendiri kalau kerjaan saya selama ini cuma molor di kelas."

"Iya, Ibu sangat tau hal itu. Tapi nilai akademikmu saat kelas sepuluh kemarin sangat bagus bahkan hampir menyamai Azka. Itulah sebabnya Ibu memilihmu sebagai calon ketua OSIS, Arra."

Flower Five [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang