Chapter 3

25.4K 2.1K 62
                                    

Perut Arra tiba-tiba terasa sakit setelah memakan semangkuk bakso dengan beberapa sendok sambal. Setelah dari kantin, ia langsung menuju toilet, menutup pintu, dan duduk di atas closet untuk membuang hajad.

"Eh ada berita baru lho!" ujar Melly sambil membuka tutup lipsticknya lalu mengoleskan lipstick tersebut secara merata di permukaan bibir sexynya.

"Berita apa?" tanya Bella sembari menyemprotkan parfum ke lehernya.

"Gue denger, Arra mencalonkan diri sebagai ketua OSIS!"

"Ha?" Bella tersentak. "Yang bener?"

Melly tersenyum miring. "Huh! Mana bisa anak kelas IPS jadi ketua OSIS? Bisa-bisa reputasi sekolah kita hancur. Iya kan?"

"Iya. Lo bener!" Bella mengangguk mengiyakan. "Arra itu pantesnya jadi ketua SOSIS!"

Tawa Melly dan Bella seketika itu pecah, berhamburan ke seluruh sudut toilet. Mereka tidak tahu kalau Arra ada di dalam salah satu bilik. Kalau mereka tahu, pasti mereka sudah mati kutu. Betapa tidak? Arra adalah wakil ketua geng Flower Five. Jika Arra mau, dia bisa saja membuat hidup Melly dan Bella sengsara selama bersekolah di SMA 45 Bakti Nusa ini.

"Semua anak IPS itu nggak punya otak! Mereka hanya bisa buat onar doang tau nggak?" ujar Melly sambil merapikan kerah bajunya.

"Iya iya. Lo bener banget!" Bella menimpali.

Tangan Arra mengepal setelah menyimak percakapan Melly dan Bella. Ia tak terima kalau mereka berdua menjelek-jelekkan kelas IPS. Meskipun Arra tadinya ingin memilih kelas IPA, tapi tidak dapat ia pungkiri kalau kelas IPS jauh lebih menyenangkan, penuh canda tawa dan tanpa kekangan pemikiran yang bersifat otoriter dari pihak mana pun.

Berbeda dengan kelas IPS yang dipenuhi manusia pelawak, kelas IPA malah dipenuhi dengan anak-anak nerd, para kutu buku yang mencintai aljabar dan logaritma. Pernah suatu ketika Arra sekedar ingin tahu bagaimana suasana kelas XI-IPA 1 dengan berpura-pura lewat. Tiba-tiba dia teringat masa-masa SMP-nya dulu saat dia berada di kelas akselerasi. Diam tak ada suara, suasana kelas seperti di perpustakaan. Mereka para nerd cenderung menghabiskan waktu mereka dengan membaca buku.

Sudah cukup! Kelas IPS tak seburuk itu, pikir Arra. Memang benar Arra akui kalau kelas IPS kebanyakan dipenuhi anak-anak malas yang alergi dengan kata belajar. Tapi mereka sebenarnya tidak kalah pintar dari anak-anak IPA. Hanya saja mereka malas dan bebas tanpa kekangan sesuatu yang dinamakan belajar. Mereka pribadi yang sangat hangat, setia kawan, humoris, dan tentunya kompak. Berbeda dengan anak-anak IPA yang kebanyakan bersifat individulis. Di kelas IPS, Arra merasa nyaman.

***

Di depan lapangan, tepat di samping tiang bendera, sudah berdiri Arra, perwakilan dari kelas IPS, Azka, perwakilan dari kelas IPA, dan Rezky, perwakilan dari kelas Bahasa. Mereka bertiga berdiri berdampingan di hadapan semua murid SMA 45 Bakti Nusa dari kelas X hingga kelas XII.

Di tepi lapangan sudah tampak empat bilik yang akan digunakan ratusan murid SMA 45 Bakti Nusa untuk memilih ketua OSIS. Tapi sebelumnya, para kandidat masing-masing jurusan harus naik ke atas podium untuk menyampaikan kampanye singkat.

Hati Arra berdebar. Bukan karena ia demam panggung. Tapi karena ia takut kalah, dan pada akhirnya anak-anak kelas dari IPA akan menginjak-injak harga diri kelas IPS.

Setelah Rezky menyampaikan kampanye singkatnya, kini giliran Azka yang melangkah menuju podium. Seperti biasa, ekspresinya datar seolah ia adalah sebuah robot yang tak memiliki hati dan perasaan. Dengan tenang, ia mengambil microphone dan menyampaikan kampanyenya.

"Selamat pagi, perkenalkan, nama saya Ravazka Bayangkara perwakilan dari jurusan IPA," ucap cowok dengan tinggi badan 176 cm itu.

Arra hanya melongo melihat Azka menyampaikan kampanye. Cowok berbaju rapi itu terlihat santai dan tidak berlebihan dalam menyampaikan kampanye singkat.

"Jika saya menjadi ketua OSIS, maka saya akan melestarikan kebijakan dari ketua OSIS sebelumnya yang saya anggap positif. Misalnya saja seleksi tema mading, seleksi artikel majalah sekolah, dan seleksi pendaftaran masing-masing club ekstrakurikuler," papar Azka kalem, tidak ngotot, dan terlihat begitu meyakinkan.

"Selain itu, saya juga akan mengadakan beberapa program baru di sekolah ini, yakni kerja bakti dan pengadaan seminar tiap tiga bulan sekali," lanjut Azka yang masih tampak tenang.

Mendapati hal itu, nyali Arra semakin ciut. Tiba-tiba dia merasa tidak percaya diri. Arra menggerak-gerakan kakinya untuk menghilangkan kegugupan, menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya.

Arra mengedarkan pandangannya ke sekeliling lapangan. Pertama yang ia lihat adalah Revan dan ketiga sahabatnya yang lain. Kemudian ia juga melihat semua anak-anak dari kelas IPS yang terlihat memberi support padanya. Ada yang melambai-lambai, ada yang mengacungkan satu jempol, ada yang mengacungkan dua jempol, dan bahkan ada juga yang mengedipkan satu mata pada Arra.

Tak terasa lima menit sudah berlalu. Azka sudah beberapa saat yang lalu turun dari podium. Kini giliran Arra yang akan menyampaikan kampanyenya. Sekali lagi Arra menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya, mencoba menyiapkan mentalnya. Perlahan ia berjalan menuju podium, mengambil microphone, dan memulai kampanyenya.

"Selamat pagi, teman-teman. Perkenalkan, saya Arradina Syailendra, perwakilan dari jurusan IPS. Visi saya jika saya menjadi ketua OSIS adalah menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan tanpa kekangan," papar Arra lantang tanpa takut sedikit pun.

Mata Revan, Dave, Cecil, dan Nadin seketika itu membulat tak percaya. Visi yang Arra katakan barusan sangat mirip dengan visi geng Flower Five, yakni hidup nyaman tanpa kekangan.

"Ssst! Arra kok nggak kreatip sih?" bisik Nadin ke telinga Cecil.

"Nggak tau." Cecil mengedikkan bahu. "Kalau begini caranya, apa dia bisa terpilih?"

"Sudahlah gengs! Jangan berharap Arra kepilih! Selama ini, ketua OSIS di sekolah kita selalu dari perwakilan kelas IPA," celetuk Dave.

"Iya. Bener kata Dave. Nggak mungkin banget Arra kepilih," kata Revan sambil memandang Arra cemas.

Dari balik podium, Arra masih menyampaikan kampanyenya. "Nah, untuk mencapai visi tersebut, saya akan menghapus semua kebijakan yang saya anggap mengekang, misalnya saja seleksi tema mading."

"What? Dia ngomong apaan sih?" Tanya Melly pada Bella yang saat itu berdiri di sampingnya.

"Iya nih! Nggak penting banget! Buang-buang waktu tau nggak?" Sahut Bella sinis.

"Jika saya menjadi ketua OSIS, saya akan membiarkan semua kelas yang piket dalam pembuatan mading untuk berkreasi sesuka hati asalkan tidak menyinggung SARA. Hal tersebut juga akan saya berlakukan pada majalah sekolah. Berkreasilah seliar-liarnya asalkan tidak menyimpang dari norma yang berlaku di masyarakat. Sekian dan terima kasih!"

Tepukan tangan tiba-tiba terdengar riuh memenuhi lapangan. Lagi, Arra mengedarkan pandangannya. Hampir semua orang bertepuk tangan kecuali anak-anak kelas XI-IPA 1. Mereka tampak sepakat dengan visi misi yang Arra sampaikan.

"Bravo, Arra! Bravo!" Teriak Revan di antara murid-murid yang lainnya.

"Hidup, Arra! Hidup!" Teriak Nadin dengan tangan mengepal lalu menaik turunkan tangannya itu ke udara.

"Hidup!" Tingkah laku Nadin itu diikuti oleh semua anak-anak dari kelas IPS.

Arra hanya tersenyum senang melihat kekompakan semua teman-temannya dari kelas IPS. Melihat pemandangan ini, Arra jadi tak menyesal karena telah memilih kelas IPS.

😊😊😊😊😊😊😊
Tolong vote dan komen ya...

Jangan lupa follow akun WP ku yang satunya yaitu zaimnovelis

Flower Five [COMPLETED]Where stories live. Discover now