Chapter 9

19.1K 1.5K 38
                                    

Revan, Dave, Cecil, dan Nadin hanya geleng-geleng kepala ketika melihat Arra memasuki kelas dan ikut duduk bersama mereka berempat.

"Kenapa kalian ngeliatin gue kayak gitu?" Tanya Arra heran.

Plok plok plok

Revan dan yang lainnya bertepuk tangan bersama sambil menggeleng-gelengkan kepala, menatap kagum sosok Arra.

"Lo keren banget, Ra! Sumpah!" Puji Dave.

"Iya, Ra! Lo itu emang top markotop dah!" Nadin mengacungkan dua jempolnya untuk Arra.

"Apaan sih kalian ini?" Arra menurunkan kedua jempol Nadin.

"Lo lihat?" Nadin melayangkan telunjuknya ke seliling ruangan kelas. "Semua orang suka sama majalah yang lo buat!"

"Majalah lo emang keren, Ra! Bravo! Bravo!" Cecil memberikan standing applause.

Arra menyibakkan rambutnya ke belakang. "Ya iyalah! Arra gitu lho!" Sahutnya sombong.

"Dasar nenek-nenek sombong!" Revan mengacak gemas rambut Arra.

Arra melotot marah. "Apa lo bilang?" Dia langsung berdiri sambil berkacak pinggang. "Nenek-nenek?"

Revan menggabungkan kedua telapak tangannya. "Ampun, Nek! Jangan marah, Nek!"

"Sini lo!" Arra mengejar Revan yang berjalan mundur menjauhinya. "Jangan harap lo bisa hidup lama ya!"

"Jangan kejar cucumu ini, Nek! Entar encok!" Ujar Revan lalu tertawa lepas.

"Dasar cucu kurang ajar!" Arra langsung mengambil kemoceng lalu berlari mengejar Revan sambil menghentak-hentakkan kemocengnya ke udara.

Dave, Cecil, dan Nadin hanya bisa tertawa terbahak-bahak melihat Revan ketakutan dikejar Arra. Riuh tawa geng Flower Five pun memenuhi seluruh ruangan.

"Teman?" Langkah Azka tercekat ketika melewati kelas Arra, melihat sejenak aktivitas geng Flower Five yang tengah asyik bercanda. Tak lama. Sampai akhirnya ia melanjutkan langkah menuju kelasnya.

***

Mata Arra melebar saat melihat sebuah kado kecil yang berada di atas mejanya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri lalu ke belakang. Semua orang terlihat tak ada yang mencurigakan bagi Arra. Lantas, siapa yang menaruh kado itu? Perlahan Arra membuka bungkus kado tersebut. Mata Arra kembali melebar ketika mendapati sebuah kalung manis bertengger di dalamnya.

Untuk Arra

Hanya ada secarik kertas kecil yang terselip di dalam kertas kado. Anehnya, di kertas itu tidak tertulis nama pengirimnya. Hanya tertulis untuk siapa kado tersebut ditujukan.

"Ada apa, Ra?" Cecil menghampiri Arra yang sedari tadi terlihat celingukan menoleh ke kanan dan ke kiri lalu ke belakang.

"Ini, gue dapat kado dari seseorang. Tapi nggak ada nama pengirimnya," papar Arra sambil menunjukkan kalung manis yang masih bertengger di dalam kotak.

"Sini, gue lihat!" Cecil mengambil kotak kalung itu dari Arra lalu melihatnya dengan seksama. "Iya. Kira-kira dari siapa ya?"

"Ada apa sih geng?" Nadin tiba-tiba ikut nimbrung. Ia berada di tengah-tengah antara Arra dan Cecil, melingkarkan tangan kanannya di bahu Arra dan melingkarkan tangan kirinya di bahu Cecil.

"Ini, Arra dapat kado dari penggemar rahasia!" Celetuk Cecil.

"Ha?" Mulut Nadin langsung menganga. "Penggemar rahasia?"

"Kalian gila! Sinting! Hari gini? Ada yang namanya penggemar rahasia? Berarti itu namanya NGGAK GENTLE!" Arra beropini.

"Bener! Bener tuh!" Nadin membenarkan.

"Iiihhh... kalian apaan sih? Menurut gue, penggemar rahasia itu so sweet. Dia secara diam-diam menyembunyikan idetitasnya dan mencintai cewek yang disukainya dari kejauhan! Jadi kayak di novel-novel deh!" gumam Cecil manja.

"Tetep aja nggak gentle itu mah! Kalau suka sama gue, kenapa nggak ngomong langsung aja?" Arra menyambar kotak kalungnya dari tangan Cecil lalu menutup kotak tersebut.

"Ya! Bener! Kenapa nggak langsung ngomong aja? Siapa tau Arra juga suka sama tuh orang!" Bela Nadin, membenarkan perkataan Arra lagi.

Sepasang telinga diam-diam mendengarkan percakapan ketiga gadis itu. Kata 'Nggak Gentle' yang keluar dari mulut Arra membuat cowok itu kesal dan marah. Tapi mau bagaimana lagi? Ia hanya bisa mencintai Arra dalam diam. Entah sampai kapan, bahkan cowok itu tak tahu. Yang jelas, cowok itu sudah menyukai Arra sejak lama.

***

Ketika memasuki kamar, Arra meletakkan tasnya di atas meja belajar lalu mengeluarkan semua isinya. Alis Arra terangkat saat ia menemukan sebuah permen lolipop kesukaannya. Ada secarik kertas kecil yang digulung rapi dan diikat di gagang permen itu. Ada apa dengan hari ini? Kenapa hari ini banyak yang memberi Arra hadiah? Sungguh Arra keheranan.

Arra pun segera melepaskan kertas kecil itu lalu membacanya. Senyumnya mengembang manis lalu ia tertawa kecil. Hatinya benar-benar berbunga-bunga.

Selamat atas kesuksesan majalahnya ya, Nek. Cucumu ini lagi bokek. Jadi nggak bisa ngasih gigi emas palsu buat Nenek.

Salam,
Cucumu, Revano Adiputra

"Dasar cowok gila!" Cerca Arra tapi tak bisa berhenti tersenyum.

Aneh! Padahal kado kalung emas putih tadi pagi jauh lebih mahal daripada permen lolipop yang bisa dibeli dipinggir jalan dengan harga sepuluh ribuan. Tapi Arra merasa sangat senang menerimanya. Arra pun segera menjilat permen lolipop itu setelah membuka bungkusnya. Ia kemudian mengambil HP lalu segera menelpon Revan.

"Halo, Cucu?" Sapa Arra sembari mengulum tawa.

Revan terkekeh. "Ada apa, Nenek?"

Arra duduk di kursi lalu menyandarkan kepalanya sambil menjilat permen lolipopnya. "Gigi Nenek ompong, Cu! Nggak bisa makan permen dari Cucu." Arra kini tertawa kecil.

"Jilat aja, Nek! Entar juga habis."

"Gila lo! Gila!" Bentak Arra. "Udah ah! Pokoknya gue mau bilang makasih buat permennya."

Revan kembali terkekeh. "Eh BTW, gue denger lo dapet kado dari seorang penggemar rahasia."

"Iya. Kenapa?"

"Waaahh! Tuh penggemar rahasia bego juga ya!"

Dahi Arra mengernyit. "Bego?"

"Iya. Seleranya rendah banget! Masa' mau sama Nenek-nenek bau kuburan kayak elo?" Hina Revan lalu tertawa lepas.

"Setan lo, Cu! Gua kutuk jadi batu lo!"

"Ampun, Nek!" Kata Revan mengulum tawa.

"Udah ah! Gue mau belajar dulu biar bisa ngalahin si Azka sombong itu. Biar tuh anak nggak tambah ngeselin jadi orang."

"Ya udah! Belajar sana! Gue juga mau nganter Mama ke mall."

"What? Bad boy kayak elo bisa nganter nyokap ke mall juga?" Ledek Arra lalu tertawa kecil.

"Saya takut dikutuk jadi batu, Nek!"

"Ya udah. Besok kita ngomong lagi. Bye bye."

"Bye bye, Nek."

Arra masih tersenyum beberapa saat setelah mematikan teleponnya. Kemudian ia belajar, membuka sebuah buku lalu membacanya dengan seksama. Ia tidak ingin menjadi ketua OSIS boneka. Apa pun caranya, dia harus menjadi siswa dengan nilai tertinggi satu sekolah untuk mengalahkan Azka.

Arra jarang sekali belajar. Biasanya, dia hanya membaca satu buku satu kali tapi dia dengan mudah hafal sebagian besar isi dari buku yang ia baca walaupun ada beberapa bagian yang terkadang ia lupa. Tapi sekarang, Arra membaca satu buku sebanyak dua sampai tiga kali. Ia tak mau ada yang terlupa walaupun itu hanya satu huruf pun. Arra sudah memiliki tekad bulat untuk mengalahkan nilai rata-rata Azka di UTS besok.

😊😊😊😊😊😊😊😊
Terima kasih telah membaca karya author. Tolong diapreasiasi dengan vote dan komen

Flower Five [COMPLETED]Where stories live. Discover now