4. Ketemu Mantan

2.1K 277 22
                                    

Dulu aku pernah bertemu gadis seusianya yang gila, tapi kurasa si Yuki lebih gila lagi.
Membuat aku malu di tempat umum yang sebenarnya tempat langganan aku menonton film.
Aku rasa, setelah kejadian ini aku tidak akan sanggup menampakkan wajahku di sana lagi.

Membayangkan betapa banyak pasang mata yang menyaksikan kegilaannya membuat aku kesal hingga level tertinggi.

Yuki sudah kelewatan, dia benar-benar harus diberi pelajaran.
Apa dia pikir, aku akan diam menerima ini semua dan tidak melakukan apapun. Jika iya, dia salah besar. Aku hanya butuh kesempatan untuk membalasnya.
Membalas apa yang sudah aku alami setelah kejadian malam itu.

Dia pulang sendiri, mengadu pada ayah dan ibunya dengan mengatakan bahwa aku meninggalkannya di tengah jalan. Tidak mau mengantarkannya karena kami mengalami ribut kecil.
Oh God, ribut kecil?
Bahkan semut yang berjalan pada dinding bioskop itu tahu ribut kami berdampak seperti apa.
Tentu saja kabar itu langsung diterima oleh kedua orangtuaku yang mendapat aduan dari orangtuanya.
Apa yang aku dapat?
Tentu saja ocehan, nasehat dan peringatan untuk menjaga sikap.

Ayah, Bunda, harusnya yang kalian nasehati itu bukan aku, tapi Yuki yang kalian katakan mantu ideal itu.

Aku sungguh bingung, Yuki ideal darimana?
Dari sumber ibunya?
Dan bundaku percaya begitu saja tanpa mengetes Yuki?

Bundaku itu memang polos, sama seperti aku.

*******

Jadi penguntit handal ternyata sulit. Membuntuti seseorang di tempat ramai apalagi.
Di depan, sejauh 10 meter dari tempatku sembunyi ini sudah ada Yuki dan satu teman perempuannya.
Dia tertawa senang, kadang menepuk-nepuk tangan pada kursi yang dia duduki. Kadang menutup mulutnya hingga menghapus sedikit air mata yang tanpa sengaja keluar.

Mentertawakan apa dia hingga tertawa begitu hebatnya.
Apa mentertawakanku?
Awas saja jika iya.

" Eh mas, lagi ngapain ? Mau nyulik  ya? "

Eh, ini siapa yang menegurku?
Aku berbalik ke arahnya,
" Nggak, sembarangan aja kalo ngomong. Orang saya lagi mata-matain orang! "

Penculik? Tampang segini tampan seperti pemain film dikira penculik?
Yang benar saja.

" Mata-matain siapa? Alasan aja . Teriakin nih ya! " ancamnya.

Aku mengernyit. Ni orang nekat bener.

" Jangan,  jangan,  Sorry nih, gue emang lagi mata-matain orang, tapi dia calon istri gue. Tuh di sana. Kali aja dia selingkuh, batal nikah gue. " jelasku asal membuat si Penanya melirik pada objek yang aku tunjuk.

Tapi tunggu, itu Yuki kenapa jadi tarik menarik sama cowok asing ya?

Wah, nggak beres ni.

Aku meninggalkan orang kepo itu lalu berlari ke arah Yuki. Aku mendengar kata-kata paksaan dari cowok yang masih menarik Yuki itu.

" Apaan sih lo? Lepasin gue. Kita udah nggak punya hubungan lagi! "
Itu suara Yuki,
" Yuki Radeesa, kita belum putus . Kamu nggak bisa seenaknya mainin perasaan orang. Ayo ikut aku! "

Aku geram, seenaknya saja dia meremas tangan calon istriku.

(jangan protes ya readers, kan Yuki emang calon istri aku )

Aku memegang tangan si cowok lalu menatapnya dengan geram.
Tingginya lebih rendah dariku. Sedikit.
setidaknya dari fisik, aku lebih unggul. Semoga saja tidak ada perkelahian.
Masalahnya, aku tidak jago berkelahi.

Dia balik menatapku.
" Siapa lo? " tanyanya masih meremas pergelangan tangan Yuki yang kini mulai memerah.

" Lepasin tangan Yuki atau lo akan nyesel! " ancamku.

Dia melepaskan tangannya lalu menatapku.

" Pergi lo.! " usirku seperti pahlawan kesiangan.

Dia tersenyum remeh. Menyebalkan sekali mukanya itu.

Tanpa ba bi bu, dia melayangkan tinju ke arahku dan
Bukhh

" Ale,! " teriak Yuki.

Ale lagi.
Sepertinya dia memang lebih suka membuat aku kesal dengan memanggil nama Ale.

Aku menghapus sedikit darah dari sudut bibir, meludah ke sembarang tempat seperti di film-film.

Aku memasang kuda kuda,
Sebenarnya aku ketar ketir dalam hati. Bagaimana jika aku kalah?
Aku pasti akan malu.
Al, yakinlah akan kemampuanmu.

Aku berniat melayangkan tinjuan padanya, tapi dia berhasil menghindar. Refleks yang bagus.

" Ale, kamu bukan tandingannya. Dia itu jago taekwondo "

Sungguh si Yuki ini, bukannya memberi aku semangat, dia justru makin membuat aku ketakutan.

Aku menyerah, sudah pasti aku akan kalah.

Aku memutar otak untuk mencari ide.

Sebelum kutemukan si Ide itu, dia lebih dulu menyerangku. Lagi. Karena refleksku buruk, aku tidak bisa menghindar dengan baik.

Gila, jika seperti ini terus, aku hanya menyia-nyiakan nyawa.

Aku berputar, mendekati Yuki, lalu mencari benda yang bisa aku lemparkan padanya.

Botol minuman yang ada di atas kursi panjang itu menjadi incaranku.

Aku melemparkannya tepat pada kepala dengan cepat, hal itu  berhasil membuat dia menghindar dan membuang tatapannya dari kami. Kesempatan itulah yang aku manfaatkan untuk menarik Yuki dan membawanya pergi dari sana.

Kami kabur, seperti pengecut.

******

Aku dan Yuki terengah-engah, kami menarik napas sambil sesekali merutuki lelaki itu.

" Itu mantan kamu Yuki? " tanyaku masih dengan napas ngos-ngosan.

Dia mengangguk.

" Gila tu cowok, segitu cintanya dia sama kamu. "

" Itu bukan cinta, obsesi. Apa dia pikir cinta bisa dipaksain? "

" Terus kenapa kamu bisa jadian? "

" Terpaksa. " jawabnya enteng.

Kami duduk untuk beristirahat setelah pengejaran, melepaskan lelah sambil berselonjor kaki.

Ini sudah sore, suara ponselku terus berdering minta dijawab. Pasti Bunda.

" Nggak masuk akal."

" Apa maksud kamu? "
Dia menoleh ke arahku.

" Iya, dia obsesi sama cewek kayak kamu. Nggak ada stok lain apa? " ucapku dengan nada ejekan.

" Ishh,, kamu pikir aku cewek apaan? Wajarlah, aku cantik! "

Dengan PeDe dia mengatakan seperti itu.

" Cantik? Iya, tapi liatnya dari atas jembatan Ampera. "

" Dih, jauh dong!"

" Emang! "

" Tapi apapun itu, makasih udah nyelametin aku dari tu cowok aneh.!"

" Ya ya ya, aku kan baik. Biarpun kemaren dibuat malu! "

" Maaf, tapi itu salah kamu karena nggak mau cerita! "

" Itu kan emang rahasia. Biar aku dan Tuhan yang tau! "

" Udah ah, balik yuk!  Udah mau malem. Dan untuk permintaan maaf, aku akan bilang sama Ayah dan Ibu kalo kamu udah minta maaf. Kita impas! "

Dih, dasar cewek egois. Dia yang salah, tapi tetap aku yang minta maaf.

Untung satu, kalo dua, udah aku simpen dalam karung.

Tbc

Pasangan yang anehhh
😒😒😒

Ada yang ketawa saat baca part yg ini?

Mission (✔)Where stories live. Discover now