15. Berubah

1.2K 214 70
                                    

Setelah hari itu, semua berubah. Aku, Ale dan tingkahnya.
Dia lebih manis, sabar dan perhatian. Entah semua sisi itu dia dapatkan dari mana.
Jika kutanya, jawabannya masih sama. 'Karena sekarang, kamu calon istriku'.

Jadwal pernikahan kami sudah ditentukan. Setidaknya satu bulan lagi semua itu akan berlangsung.
Bagiku begitu cepat, tapi tidak bagi Ale. Dia mengatakan bahwa lebih cepat lebih baik. Akan ada orang yang bisa menjagaku.

Berlebihan menurutku.  Apa dia pikir aku ini bocah yang tidak bisa menjaga diri sendiri?

Tapi, terserahlah. Dia bisa melakukan apapun. Dengan catatan harus bisa menjaga kenyamananku.

Apa ada yang bertanya tentang perasaanku?
Terserah yang tidak ingin, tapi aku akan tetap menceritakannya.
Berawal dari setiap ucapan dan rasa kepedulian Ale di hari paling buruk itu, rasaku sedikit berubah terhadapnya.
Jika dulu, aku selalu memandang lelaki itu sama. Sok penguasa, sok bijak, egois, manja, dan lain-lain. Tapi nyatanya Ale tidak.

Aku ingat beberapa kalimat yang pernah keluar dari mulutnya kala itu. Tatapan marahnya terhadap Roy, dan penyesalannya yang mengatakan bahwa dia tidak bisa menjagaku dengan baik. Aku melihat ketulusan itu di matanya. Tidak peduli seberapa sakit tubuhnya dan seberapa nyeri tulang yang dia rasakan, penyesalan akan kejadian itu begitu membuatnya jadi orang yang lebih protective terhadapku sekarang.

Tidak masalah, karena entah mengapa aku masih merasa nyaman.

******

Pernikahan kami memang sebentar lagi, tapi tidak ada salahnya jika sisa waktu dengan status lajang ini aku manfaatkan kan?
Aku akan tetap pada hobby ku sebelumnya. Ritual mingguan yang tidak boleh terlewatkan jika aku tidak ingin merasa jenuh.

Siap dengan semuanya, aku keluar dari kamar. Melangkahkan kaki menuju ruang depan untuk meminta izin pada ibu dan ayah.

" Yuki, kamu udah siap? " ibu bertanya padaku, padahal seingatku, aku belum mengatakan apapun.

Aku melangkah lambat. Dengan memasang tampang bingung, aku mengangguk ragu. Ibu dan ayah menatapku dari jarak lima langkah kaki .

" Ibu tau aku mau pergi?" tanyaku. Ibu mengangguk.

" Jadwal kamu mana pernah berubah sih. Setiap weekend kalo  sore nggak jalan-jalan ke taman atau wisata kuliner sama Mila, ya malam minggunya pasti tetep keluar. Mau nonton kan? "

Astaga, aku lupa. Ibuku pasti hafal kegiatan rutinku.
Lalu kenapa aku bertanya?
Bodoh.
Oh iya, bukannya ibu selalu cuek? Maksudku, karena aku tidak neko-neko alias anak baik yang jarang keluar malam, ibu tidak akan kepo. Beliau sangat percaya padaku.

" Iya Bu. Kalo nggak gitu, aku bisa stress. Ya udah, aku pergi ya Bu, Yah.! " aku melangkah ke arah pintu setelah mengambil kunci mobil ayah yang terletak di lemari dekat Tv.

" Kamu nggak bisa pake' mobil Ayah.! " aku menoleh pada ayah karena bingung.
" Kenapa? Mobil ayah bermasalah?" tanyaku.

Ayah menggeleng, " Enggak. Mana bisa kamu bawa mobil kalo Al sudah di jalan mau jemput kamu. Tunggu bentar lagi, dia pasti sudah dekat! "

Ale?

" Ale mau jemput aku?"

Mereka mengangguk kompak.

Ini pasti kerjaan Ibu.

Deru mobil terdengar di depan rumah.
" Tuh, itu pasti Al sudah sampe. Susul gih! " perintah ibu. Aku meletakkan kembali kunci mobil ayah dan berjalan menuju pintu. Aku buka satu pintu itu secara penuh, lalu tak lama Ale muncul. Setelan pakaiannya rapi. Potongan rambut serta bau parfumnya lebih lembut dari sebelumnya. Perlu diketahui, sebelum ini aku pernah komplain dengan bau parfum yg dia pakai. Terlalu menusuk dan aku tidak menyukainya. Dan ternyata, sekarang dia menuruti usulku.
Manisnya.

Mission (✔)Where stories live. Discover now