8. Ponselku,,,,

1.6K 245 37
                                    

Sedari tadi aku tertawa membayangkan betapa menyedihkannya hari-hari Yuki nanti karena harus mau menuruti usulanku.

Aku menawarkan pilihan yang cukup menarik. Tentu saja hanya bagiku.
Karena pada kenyataannya, Yuki sangat berat menerima hal itu.

Aku memang tidak begitu mengenal Yuki.  tapi,  beberapa hari kami melakukan pertemuan dan perbincangan, aku tahu jika Bambang bukan tipenya.
Bayangkan saja, Roy yang jago Taekwondo, tampan dan gagah itu saja tidak bisa menaklukan hatinya, apalagi Bambang. Lelaki aneh seperti bunglon yang mudah berubah.

Aku tidak tahu apa saja yang mereka bahas dalam waktu yang singkat hari ini. Satu yang pasti, Bambang memberitahuku jika Yuki terlihat kesal.

Oh ya, hubunganku dengan Arina berjalan cukup baik.
Dia sering memberi kabar atau memberi perhatian padaku. Aku bahkan merasa kami sudah menjadi sepasang kekasih saat ini.
Tapi satu hal yang aku pastikan jika hatiku belum yakin. Bahkan sangat belum yakin pada Arina. Entahlah kenapa. Mungkin karena aku hanya menganggapnya sebagai alasan untuk membuat Yuki senang sementara waktu.

Untuk hari ini saja, dia mengatakan banyak hal tentang kegiatannya,  bahkan kegiatan yang akan dia lakukan besok.
Sejujurnya aku belum terbiasa mendapat hal semacam ini, aku takut suatu saat nanti, Arina benar-benar berpikir bahwa aku ingin menjalin hubungan serius dengannya.

Setidaknya nanti, aku harus menjelaskan ini pada Arina disaat yang tepat.

Tokkk tokk tokk,,

Suara ketukan pintu kamar terdengar,
" Aden, ada Non Yuki mau ketemu, "

Dahiku berkerut, " Yuki ngapain ke sini? " monologku.

" Iya, suruh dia tunggu! "

Aku bergegas keluar kamar dan menemui Yuki.

Kulihat, dia duduk bersandar sambil bermain dengan ponsel pintarnya.

" Yuki, ngapain ke sini? "

Dia menoleh ke arahku, lalu menunjukkan muka yang terlihat kesal. Aku tahu, dia pasti ingin mengadu soal Bambang.

" Le, kamu nemu Bambang di planet mana sih? Ada ya orang aneh kayak gitu? "

Ucapnya tanpa basa basi.

" Aneh kenapa sih Yuki? " tanyaku, aku duduk di depan Yuki dengan santai.

" Le, kamu tau nggak hari ini aku sama dia ngapain aja? "

" Emang ngapain? Jalan kan? "

" Iya,  jalan. Tapi sumpah, tu orang ngebosenin. Masa' dia sakit gigi tapi nggak bilang-bilang. Kalo aku tau, kan nggak usah jalan hari ini.! "

" Ya ampun, cuma itu doang. Udahlah, besok juga sembuh, "

Ucapku enteng, Yuki masih mendengus kesal. Mungkin dia pikir aku tidak mengerti penderitaannya yang harus terpakasa bersama lelaki yang tidak ia sukai.

" Ini nggak adil Ale. Aku ngenalin kamu sama Arina, tapi kamu? "

" Bisa ganti aja nggak? "

Pintanya terdengar memaksa . Aku makin bersemangat untuk menjailinya kali ini. Semakin dia berontak, aku akan semakin menyuruhnya tetap melakukan keinginanku.

" Kita udah sepakat. Suka nggak suka, kamu harus lakuin itu!  "

" Iya. Tapi jangan sama Bambang. Sama cowok lain yang lebih baik kan bisa? "

" Nggak. Kamu harus tetep sama Bambang. Titik nggak pake' koma. "

Dering ponselku berbunyi, nama Arina tertera di sana.

Ini waktu yang tepat untuk memanas-manasi Yuki.

Aku memperlihatkan ponselku pada Yuki, lalu tersenyum mengejek.

Aku menggeser icon berwarna hijau itu lalu segera menempelkan pada samping telinga.

" Hallo Arina,, "

Sapaku, mataku melirik pada Yuki yang saat ini bersedekap lengan menatap arah lain dengan cemberut.
Melihat mukanya, aku semakin bersorak. Sedikit demi sedikit, usaha pembalasanku berhasil.

Aku makin mengucapkan kata berlebihan hanya untuk membuat Yuki mengetahui bahwa hubungan aku dan Arina berjalan cukup baik, tidak seperti dirinya dan Bambang.

Bukankah hal ini akan membuatnya bertambah iri? Bahkan bisa jadi, di dalam hatinya, dia sedang mengutuk perbuatannya yang mengenalkan aku pada Arina.
Biarlah, aku bahagia menikmati Yuki yang kesal dalam pikirannya itu.

Setelah bicara cukup lama dengan gaya ala-ala pacaran yang sebenarnya tidak terlalu aku sukai, telepon kami berakhir.

Aku berdehem, " Maaf ya, Arina emang gitu. Sering telepon. Katanya kangen sama aku"

Aku yakin dalam hati Yuki muak mendengar ucapanku barusan, karena pada kenyataannya, aku pun demikian muaknya mendengar ungkapan berlebihan itu.

Sungguh, jika bukan dalam misi pembalasan, aku enggan berhubungan dengan cara seperti ini.

" Bodo'. Mau kangen, rindu atau apalah itu. Aku cuma minta kesepakatan kita diubah. Itu aja! "

Andai saja sekarang Yuki berada di dalam Tv, aku akan tertawa dengan puas melihat muka kesalnya itu. Sayangnya tidak.
Aku harus menunda tertawaku hingga Yuki pulang nanti.

" Nggak bisa Yuki. Keputusan sudah diambil. Kamu mau jilat ludah kamu sendiri?!"

" Gini aja, jalanin dulu. Kalo kamu masih belum bisa nerima Bambang, kita akan cari cara lain, gimana? "

Tawaran ini hanya untuk membuatnya tenang, aku bahkan tidak ingin mencari solusi lain untuk masalah ini.
Aku masih ingin Bambang.

" Mana HP kamu? " tanyanya.

" Ngapain? "

Dia hanya menadahkan tangan memberi isyarat agar aku cepat menyerahkan ponsel milikku.
Aku tidak mengerti, tapi pada akhirnya aku memberikan padanya.

Dia menerima ponselku, " Kok panas Le? " tanyanya.

" Kan abis dipake'. " jawabku.

Dia meletakkan ponsel itu di atas meja.

Tanpa rasa takut, bahkan aku bisa menyebutnya gila. Yuki menumpahkan air sirup dingin dari gelasnya tepat pada ponsel milikku.

" Biar dingin Le. "

Ucapnya enteng,

" Yukiii,,, hp aku bisa rusak. "

Aku menyambar ponsel yang sudah basah itu dan mengelapnya dengan tissu. Apa maksudnya dengan melakukan ini?

Yuki berdiri dengan senyuman tanpa rasa bersalahnya, " Bye Ale ale,,, "

Dia pergi begitu saja meninggalkan aku yang masih berusaha mengeringkan ponsel itu dari air.

Aku menggeleng tak percaya.
Untuk kesekian kalinya, dia melakukan hal gila di luar nalarku.

Tbc

Mau ngomong apa ya??
Ga jadi deh.
😄😄😄

Mission (✔)Where stories live. Discover now