11. Tertarik?

1.7K 239 50
                                    

Malam ini, perintah ibu yang memintaku membawa Bambang sudah hampir terpenuhi. Kabar terakhir yang aku dapat dari Bambang, dirinya sudah di jalan menuju rumah. Semoga dia tidak tersesat dan membuat kedua orangtuaku menunggu lebih lama lagi.

Siang tadi, aku begitu banyak bicara padanya. Ada yang tahu tentang apa?
Tentang hubungan kami tentu saja.
Hubungan yang faktanya adalah kebohongan semata.
Aku memberinya imbalan dengan jalan berdua jika dia berhasil meyakinkan kedua orangtuaku.

Tidak ada yang serius dalam hubungan ini. Yang serius itu adalah mengakhiri perjodohan. Itu saja.
Intinya, aku belum siap menikah muda.
Aku mungkin terlihat sangat bodoh dan tidak masuk akal saat harus memilih Bambang ketimbang Ale yang jauh berada di atasnya. Tapi Ale pun tahu alasan di balik itu semua. Toh Ale juga tidak ingin menikah muda kan?
Itu jika dia tidak berubah pikiran.

Ale. Bagaimana kabarnya malam ini?
Apakah Arina berhasil?
Ah, Itu urusan mereka. Lagipula jika gagal, aku akan tetap bersama Bambang.
Ya kan?

Deru motor terdengar di depan rumah. Motor siapa lagi kalau bukan Bambang.
Aku keluar dan tersenyum lega saat melihat Bambang sudah turun dari motornya sambil melepaskan helm full face miliknya.

Aku menghampiri Bambang dan memperingatkannya bahwa dia harus total dalam kebohongan malam ini.
Semoga saja dia benar-bebar berhasil.

Aku membawa Bambang masuk ke rumah. Di ruang tamu, hanya ada ayah yang duduk santai menyender pada sofa menikmati acara yang disiarkan di televisi.

Aku berdehem lalu memanggil ayahku dan mengatakan bahwa Bambang sudah sampai.

Tak lama, ibuku pun keluar dari kamar dan mendekat ke arah kami.

" Malam Om, Tante. " sapa Bambang. Itu hanya sapaan.

Bodohnya lelaki ini. Harusnya dia bisa lebih sopan dengan mencium tangan kedua orangtuaku.

Baiklah, tak apa, bisa di coba di tahap selanjutnya.

" Silakan duduk! " perintah ibuku.
Bambang menurut, dan ibupun mengambil posisi untuk duduk.

" Yuki, kamu bisa tinggalkan kami! " itu perintah ayah.

" Apa? "

Aku memasang wajah bingung atas perintah ayah.

" Ya. Ini urusan calon mertua dengan calon menantunya, "

" Dan ingat, jangan menguping! "
Peringatnya.
Jika sudah begini, aku mana bisa menolak. Terlebih ayah menatapku dengan serius.

Aku melirik pada Bambang dengan tatapan memohon.

Hanya do'a yang bisa kuandalkan.

*****

Seperti interview, Arina beserta ayah dan bundaku berada di ruangan yang sama tanpa aku di dalamnya.

Aku sudah menolak keinginan mereka bicara pada Arina secara pribadi, karena jika itu terjadi, aku tidak yakin bahwa Arina berhasil mengambil hati orangtuaku. Yang membuat aku bingung hingga sekarang adalah, aku pergi begitu saja dari sana. Bukankah harusnya dengan berat hati aku menuruti,? Tapi tidak. Penolakan terjadi hanya saat pertama Ayah menyuruhku untuk masuk kamar.
Aku pergi dari sana dan masuk dalam kamarku.

Gimana kabar Yuki ya?

Aku meraih ponsel yang tergeletak di atas meja.
Membuka kunci dan mencari kontak Yuki.

Panggilan tersambung.

Tapi dengan cepat aku matikan.

Bagaimana jika saat ini Yuki tengah sibuk? Bagaiamana bisa dia menjawab panggilanku.

Mission (✔)Where stories live. Discover now