14. Kamu Tanggung Jawab Aku!

1.3K 230 52
                                    

Kakiku semakin cepat melangkah bahkan nyaris berlari. Botol air yang baru kubeli ku hempaskan begitu saja ke jalan . Jauh di sana--masih bisa kulihat-- Yuki ditarik seseorang dengan paksa. Aku tahu dia siapa.
Aku berlari mengejarnya. Pemandangan itu membuat amarahku membuncah. Apalagi melihat perlakuannya pada calon istriku itu.

Belum lagi dekat, Yuki sudah berhasil ditarik paksa masuk ke dalam mobil. Aku belum mau menyerah bahkan teriakanku mampu membuat Yuki menoleh.

" Ale, tolong aku! "
hanya kalimat itu yang aku dengar. Setelahnya mobil itu pergi membawa Yuki.
Jaketku bahkan tergeletak di jalan begitu saja.

" Yuki,,, "
Teriakku.

Bagaimana ini? Mobil itu dengan cepat pergi dan aku hanya menggunakan kaki untuk mengejar.
Tidak, aku tidak boleh menyerah. Ini menyangkut Yuki.Calon istriku. Aku akan menjelaskan apa pada orangtuanya jika pulang nanti aku tidak bersama anaknya.

Kakiku masih mengejar mobil itu dengan sekuat tenaga. Bahkan meneriakan nama Yuki berulang kali aku lakukan.

Aku harus tenang. Aku juga hafal warna dan plat mobil itu.
Tuhan, tolong aku. Selamatkan Yuki.

Sebuah motor mengklaksonku dari belakang.

" Al, lo ngapain? " tanyanya setelah aku menoleh ke belakang.

" Bambang, lo? " tanyaku bingung. 
Ini kesempatan baik. Dia membawa motor dan aku bisa memanfaatkannya untuk mengejar mobil yang membawa Yuki.

" Bang, tolong gue. Yuki diculik, dia dibawa pake mobil. "

" Apa? " dia terkejut.
Tanpa ingin tahu kelanjutan keterkejutannya, aku naik di jok belakang dan menepuk tangannya agar cepat sadar dan membawa motor ini mengejar mobil sialan itu.

" Buruan! "


*****

Beberapa menit lalu, Ale memintaku menunggu di kursi ini, sedang dirinya pergi membeli minum. 

Dia membuat aku kesal lagi pagi ini. Kekesalan semalam saja belum hilang, dia justru menambah rasa kesalku. Jaket ini miliknya. Jaket yang dia berikan dengan kalimat sindiran.

Ya aku sadar celanaku memang pendek, tapi bisakah dia bersikap lebih manis?

Dasar Lele.

Aku bersandar, sesekali mengetukkan jari di bagian ujung kursi yang kupakai untuk mendaratkan lenganku. Khas orang menunggu.
Rasanya sungguh bosan.

Ale, cepatlah datang.

Bukannya Ale, justru sebuah mobil hitam berhenti tepat di depanku. Aku tahu siapa pemiliknya.
Dia menurunkan kaca mobilnya lalu menatapku.
Benar bukan, itu memang dia.

" Hai Yuki! " sapanya masih tersenyum. Aku hanya menanggapinya dengan lesu.

" Kamu sendirian? Mana pahlawan kesianganmu itu? " tanyanya. Aku hanya mendengus kesal. Aku berdiri dan menjauh dari kursi itu. Menghindarinya lebih baik daripada meladeni orang tidak waras seperti Roy hanya akan menambah rasa kesalku saja.

" Hey, kenapa pergi? " dia mengejarku dan dengan lancangnya menarik pergelangan tanganku.

" Roy, lepas! "

" Nggak. Perbincangan kita belum selesai, Yuki. "

" Apa-apaan sih? Gue teriak ya? " ancamku. Dia terus menggenggan pergelangan tanganku, bahkan lebih kencang. Sekuat apapun aku mengerang, tenagaku masih kalah dibanding tenaganya.

Mission (✔)Where stories live. Discover now