That Girl?

4.5K 402 16
                                    

.

.

Author pov.

Hari ini cuaca pagi cukup cerah. Meski udara luar terasa cukup dingin. Terlihat Jungkook sudah bersiap dengan seragamnya. Ia akan berangkat kesekolah hari ini. Ya.. setelah melakukan tugasnya setiap pagi tentunya.

Jungkook mengeratkan jaketnya dan mengambil tasnya di atas meja. Namun, pandangan matanya terhenti pada sebuah amplop merah. Ah, bukan sebuah. Dua buah amplop merah di atas mejanya. Dua surat yang datang secara misterus kedalam apartementnya. Dan secara misterius juga, Jungkook tetap menyimpannya.

Entahlah, Jungkook hanya menyimpannya begitu saja. Ia tak ada niatan untuk membuang surat itu. Jujur saja, Jungkook masih penasaran dengan isi surat itu. Seperti sebuah puisi. Tapi, entahlah. Dirinya juga tak tau.

Jungkook melangkahkan kakinya keluar dari apartementnya. Ia berjalan dengan semangat menuju ke sekolah yang berjarak cukup dekat dengan apartementnya.

.

.

Jungkook pov.

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah. Aku hanya berharap tak ada gangguan dari Zico lagi hari ini. Aku sangat lelah jika harus berhadapan dengan Zico.

Ya Tuhan, aku mohon biarkan Zico melupakanku hari ini. Aku ingin beristirahat dari Zico.

"Hey, Park Jungkook!!"

Aku tersentak ketika mendengar suara Zico. Aku hanya bisa menghela nafas pelan. Sepertinya Tuhan sedang sibuk diatas sana. Sampai-sampai tak mendengarkan doaku.

Greb!

Zico merangkulku. Aku hanya menunduk diam. Hah.. sudahlah, Zico pasti akan mengerjaiku lagi.

"Pagi-pagi seperti ini, bukankah enak kalau kita bermain sebentar?" tanya Zico. Aku hanya diam.

Ya.. selalu seperti ini. Setiap pagi, Zico selalu mengajakku bermain. Oh.. ayolah siapa yang tak ingin diajak bermain, huh? Tapi, definisi 'bermain' menurut kalian, sangat berbeda dengan definisi 'bermain' milik Zico. Itu yang membuatku sangat lelah, harus selalu bermain dengan Zico.

"Kenapa kau diam saja? Ah.. apa kau sekarang benar-benar bisu?"

Aku hanya diam. Aku terus melanjutkan jalanku. Kelasku tinggal beberapa langkah lagi. Aku berbelok untuk masuk kedalam kelasku. Namun tanganku ditahan oleh Zico.

"Neo eodiya? Setidaknya kita harus bermain sebentar, kan?" ucap Zico dengan tersenyum licik.

"Aku harus masuk kekelas, Zico. Aku harus belajar untuk menyusul ketertinggalanku selama ini." ucapku berusaha tenang.

"Hey, ini masih pagi untuk belajar. Lagi pula kau bisa belajar nanti. Kita bermain sebentar, saja."

Tanpa basa-basi lagi, Zico menarik tanganku dan menyeretku menjauh dari kelasku. Aku berusaha melepaskan tangan Zico tapi, hah.. baiklah. Aku terlalu lemah. Kekuatanku tak bisa mengimbangi kekuatan Zico. Mengingat, tadi pagi aku belum sarapan. Ah.. sejak semalam pun aku tidak makan apapun. Oh bukan, sejak kemarin sore sepertinya aku juga tak makan sesuatu.

Zico membawaku ke belakang sekolah. Oh.. aku mohon, jangan bermain ekstrem seperti ini Zico. Zico membuka pintu sebuah ruangan. Dia mendorongku dengan keras. Aku jatuh tersungkur di tanah.

"Bisakah kau tunggu disini. Aku akan kembali dan memulai permainan kita." ucap Zico. Ia menyeringai puas.

Blam!

Klik!

Aku termenung melihat pintu ruangan ini ditutup dengan keras dan terdengar bunyi nyaring dari luar. Oh.. tidak, jangan bilang jika..

Last Letter From God [END]Where stories live. Discover now