Curahan Hati Viny

2.8K 320 12
                                    

Hampir setiap hari, Viny melalui hari-harinya bersama ketiga adik kembarnya. Ada saja permintaan aneh yang keluar dari mulut gadis-gadis belia tersebut. Tak jarang mereka berebut perhatian Viny, tak mau kalah satu sama lain.

Viny hanya bisa menggeleng dan bersabar setiap harinya. Namun, ia sadar keadaan mereka tak bisa seperti ini terus-terusan.

Apalagi Viny sadar betul bahwa semakin lama perasaan adik-adiknya padanya bukan lagi kasih sayang adik pada kakaknya. Tapi lebih dari itu...

Viny mengaduk jus jeruknya, ia nampak melamun dan tak bernafsu untuk memakan bakso di hadapannya. Bahkan ia nampak tak peduli dengan kebisingan di kantin kampusnya itu.

Kedua gadis dihadapan Viny mengerutkan keningnya heran, mereka saling berpandangan dalam bingungnya.

"Si Viny kenapa deh, kak?"

"Yee, mana gue tahu. Lu tanyain, deh."

"Woy, Vin."

"Hmm?"

"Vin elah lihat gue weyy."

"Iya, apa Lidya?"

"Lo kenapa? Ada apa? Cerita-ceritalah ke gue sama Kak Yona."

Viny sempat terdiam lalu menghela nafas panjang.

"Adik-adik gue Lid, Ka.."

"Kenapa sama si kembar? Minta yang aneh-aneh lagi?" Tanya Yona.

"Gue gak masalah sih mereka minta ini itu tapi kok gue ngerasa semakin hari rasa sayang mereka ke gue bukan lagi rasa sayang ke seorang kakam tapi lebih dari itu. Apalagi ngeliat mereka selalu aja berebut ciuman karena pingin diperhatiin sama gue." ucap Viny.

"Wajar sih menurut gue. Lo sama mereka udah dari kecil. Yang ngurus mereka dari kecil pun lo. Pasti ada rasa asing dihati mereka." Ucap Lidya.

"Tapi kan gue kaka mereka Lid." ucap Viny menatap malas Lidya.

"Kakak angkat kan? Ga ada hubungan darah antara lo dan mereka. Sah-sah aja menurut gue kalau mereka jadinya jatuh cinta sama lo." Ucap Lidya mengaduk-ngaduk jusnya.

Viny menghela nafas panjang lalu menatap lurus kedepan. "Iya sih."

"Dan gue yakin jauh dihati lo paling dalam. Ada salah satu nama mereka." Ucap Lidya.

"Gila lo. Gak ya. Mereka adik-adik gue. Gue gak mungkin jatuh cinta sama mereka." Elak Viny tegas.

"Mungkin aja bisa Vin. Lo nya aja yang belum sadar." Ucap Yona menimpal dan Lidya mengangguk setuju. Viny mendengus namun tak mengucapkan apa-apa.

"Menurut gue lo mending pilih salah satu dari mereka deh. Biar mereka juga ga ribut terus nyari perhatian lo." Ucap Lidya.

"Dih apaan pilih salah satu. Lo mau gue di amuk sama 2 orang yang ga gue pilih? Mereka pasti bilang gue pilih kasih." Tolak Viny.

"Gue juga ga setuju ya. Gini loh, mereka masih anak-anak, 17 tahun aja belum. Lagi masa-masa labilnya. Mungkin aja rasa yang lebih itu cuman sepintas doang. Ya lo berdua tau lah gimana anak SMA." Ucap Yona.

"Nahhh!" Ucap Viny menjentikkan jarinya pertanda setuju dengan ucapan Yona.

"Ck kalian ya. Taruhan deh sama gue. Liat saat mereka umur 19 tahun. Mereka tetep akan kaya gitu sama Viny. Perasaan mereka emang bener-bener ada bukan cuman sepintas." Ucap Lidya. Yona memutar bola matanya malas lalu bangkit.

"Mau kemana lo Ka?" Tanya Lidya melihat Yona berdiri dan membereskan barang-barangnya.

"Mau kelas lah. Vin jangan terlalu didengerin omongan Lidya. Mereka masih kecil belum tau apa-apa tentang cinta dan mau gimana pun mereka tetep adik lo." Ucap Yona menepuk bahu Viny. Lidya mendelik sebal ke arah Yona.

"Yang jangan didengerin tuh omongan si Nenek Vin. Percaya deh sama gue. Lo harus udah pikirin siapa yang lo sayang lebih dari adik dan pilih secepetnya dia. Biar mereka bertiga pun tenang, ga ada berebut lo lagi." Ucap Lidya menepuk-nepuk bahu Viny

Viny terdiam dan mencerna semua ucapan Lidya dan Yona. Apa memang seharusnya ia memilih antara mereka bertiga? Atau malah membiarkannya karna perasaan mereka masih main-main? Viny menghela nafas panjang lalu bangkit sambil menggendong tasnya.

"Gue kelas dulu ya Lid." Pamit Viny menepuk bahu Lidya lalu pergi tanpa menunggu jawaban Lidya.

"Eh kok pada pergi sih?!"

~

Semenjak obrolannya dengan Yona dan Lidya, Viny nampak memikirkannya.

Ia duduk di depan meja kerjanya yang berantakan. Terdapat beberapa berkas perusahaan milik ayahnya serta buku-buku kuliahnya yang berserakan. Viny melamun sambil memegangi bibir bawahnya. Sesekali bayangan saat ketiga adiknya yang dengan polosnya main menyambar bibirnya itu terbesit di benaknya.

Viny tersenyum mengingat kejadian saat ciuman pertama dengan adik-adiknya terjadi...

-Flashback-

Saat itu Viny yang masih berumur 10 tahun tengah main kejar-kejaran dengan ketiga adiknya di halaman belakang rumah mereka. Viny berperan sebagai monster dan ketiga adiknya menjadi tiga cewek jagoan seperti di kartun wedding peach.

Viny yang bersemangat mengejar ketiga adiknya itu tanpa sengaja tersandung dan menubruk tubuh Shani yang larinya paling lamban.

Jatuhnya Viny pun membuat tubuh Shani ikut jatuh dan ia menimpa adiknya tersebut. Saat keduanya sadar dan membuka mata mereka. Viny jatuh dengan posisi diatas Shani dan keduanya tengah berciuman. Gracia dan Nadse yang melihat itu protes dan secara bergantian mencium bibir Viny karena tak terima.

-Flashback end-

Viny tertawa dan menggeleng mengingatnya. Apalagi setelah itu, Gracia dan Nadse hampir setiap hari mencium bibirnya sampai di umur mereka saat ini. Sampai Viny yang sudah berumur 20 tahun pun tidak tahu bagaimana rasanya ciuman yang sesungguhnya. Ia bahkan belum pernah jatuh cinta.

Viny menegakkan tubuhnya, benar juga. Seumur hidupnya, Viny tidak pernah pacaran. Ia terlalu fokus pada sekolah dan adik-adiknya. Apalagi sekarang ditambah dengan perusahaan ayahnya yang juga harus ia pegang.

Viny menghela nafasnya, boro-boro punya pacar, deket sama yang lain aja diamuk. Pikirnya. Bisa-bisa Gracia, Nadse dan Shani berubah jadi monster yang siap memakan siapapun yang dekat dengannya.

Viny kembali tertawa dan teringat sesuatu. Ia mengingat semenjak ciuman pertamanya dengan Shani, gadis manis itu tak pernah lagi mencium bibirnya. Shani lebih sering mencium pipinya dan sesekali hanya tipis mengenai bibir sampingnya.

Kenapa, ya? Apa Shani...

Cklek

Pintu yang terbuka menyadarkan Viny dari lamunannya. Nadse masuk dengan membawa buku-buku pelajarannya.

"Kak?"

"Kenapa Nadse?"

"Ajarin aku matematika. Besok aku ada ulangan susulan karena sakit waktu itu."

"Loh? Shani kemana?"

"Dia lagi sibuk sama novelnya."

"Gracia?"

"Ish, kakak ngaco, ya? Gracia lagi. Kapan dia ngerti matematika."

"Yaudah, sini."

Viny pun mengajarkan Nadse hingga waktu tidur pun tiba.

Setelah seperti biasa menidurkan adik-adiknya. Viny kembali ke kamarnya. Ia menatap fotonya bersama ketiga adiknya yang terpajang rapih di nakas samping ranjangnya.

Tak pernah ia memikirkan akan berakhir memilih salah satunya. Atau meninggalkan ketiganya dan memilih bersama orang lain.

Apa yang harus ia lakukan?

TBC

Twins Love StoryWhere stories live. Discover now