[ 十 六 ]──pulsek

3.5K 544 50
                                    

suasana di kelas makin mencekam. semuanya diam. kelas hening kecuali suara decitan spidol di papan tulis. berbisik aja mereka gak berani, apalagi ngomong.

guru matematika memperhatikan murid yang ia tunjuk maju ke depan untuk mengerjakan soal yang diberikan. sedangkan yang lainnya menundukkan kepala, menghitung──mencari hasil atau jawaban.

Guanlin membeku di tempat. dia gak berani noleh ke kanan maupun ke kiri. berasa lagi ujian.

dia memperhatikan Seonho yang sibuk mengerjakan soal di papan tulis.

awalnya Guanlin kaget karena tiba-tiba guru menatap ke arah mereka berdua. Guanlin mengira bakal dia yang maju, tapi malah Seonho yang kedapetan maju.

tanpa rasa takut Seonho tinggal maju aja, gak peduli ntar gimana nasibnya di depan. langsung ambil spidol dan ngerjain di depan.

udah beberapa menit, Seonho dan lainnya belum juga balik ke kursi masing-masing. batin Guanlin, Seonho terlalu polos. yang lainnya pada noleh ke belakang minta temannya ngasih tau caranya, nah ini dia malah fokus menatap papan tulis.

ingin rasanya Guanlin lempar Seonho pakai penghapus. kalau perlu pakai sepatu sekalian. biar Seonho noleh ke belakang.

mau pamer sepatu baru ceritanya.

"ya udah benar. sana balik duduk," kata guru tersebut setelah memeriksa jawaban Seonho.

senyuman lebar mengembang di wajah Seonho. senyumannya secerah masa depan gue dengan Guanlin. astaghfirullah tobat nak.

Guanlin melongo──menggelengkan kepala sambil bertepuk tangan. hebat juga sahabatnya ini meskipun modelannya kayak anak ayam.

"ngeri lo bisa jawab di depan tanpa minta bantuan," ungkap Guanlin menepuk-nepuk punggung Seonho saking bangganya.

"siapa dulu? adeknya mbak Sua," Seonho menepuk dada bagian sebelah kiri.

Guanlin berhenti menepuk punggung Seonho──beralih memasang ekspresi pahit. iya sepahit kenangan bersama mantan. ah apaan sih?

"tapi otak mbak kayaknya gak seencer lo," ujar Guanlin.

Seonho menjentikkan jari. "bener! masa ye soal cuma dirubah katanya doang gak bisa jawab. nulis diket ditanya jawab yang mbak Sua bisa."

"awas lo kualat ngomong kejelekan mbak."

"kalo kualatnya makin pinter atau ganteng gue gak masalah," kata Seonho santai.

seakan-akan dia gak percaya istilah kualat atau karma.

selama ini Seonho hidupnya seneng-seneng aja. kayak gak ada beban gitu. kayaknya.

hari-harinya dihiasi oleh canda tawa. kecuali kalau stok bengbeng di rumah udah habis, dia baru diem seharian──kode minta dibeliin lagi.

"uji kompetensi 1 sampai 3 dikerjakan ya? 25 soal yang saya kasih juga harus dikerjakan. tidak dikerjakan? kalian keluar dari jam saya. paham?"

"paham bu."

"baik, selamat sore."

"selamat sore, bu," seru seisi kelas.

begitu gurunya keluar, semua merenggangkan badan mereka dan menghembuskan nafas lega. bukan nafas terakhir loh ya.

siapa sih yang gak kesiksa di kelas yang keadaannya tegang?

sebenarnya guru ini biasa aja. gak galak-galak banget. cuma caranya berbicara yang tegas dan bagaimana beliau menegur murid yang gak bisa mengerjakan pertanyaan di papan tulis, beuhhhhh hujan keringat dan ngeblank langsung!

degan ─ guanlin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang