(III)

115K 13.4K 660
                                    

Dua hari berjalan setelah acara makan siangnya dengan Langit yang menyisakan perasaan aneh di hati Rayaa, entah mengapa Rayaa merasa seperti ABG labil. Kenapa harus Langit, atau kenapa bukan Langit?

Jomlo, usia 26 tahun. Kurang ngenes apa lagi coba? jumat ini Rayaa kumpul bersama ke tiga temannya dan semuanya laki-laki. Hanya Rayaa perempuan seorang diri.

"Gue pesen Cold Brew." ucap Andi ketika ia baru saja tiba saat Rayaa sedang mencatat pesanan sebelum diberikan kepada pelayan. Andi berhigh-five ria dengan kedua temannya, Gavin dan Hesa. Membiarkan Rayaa mencatat pesanan mereka.

Tempat yang dijadikan mereka untuk berkumpul memang bukan kedai kopi mahal yang mempunya design interior luxury. Kedai kopi yang memang santai tanpa ada kesan mewah seperti tempat ngopi seharusnya.

"Affogato lagi?" tanya Hesa ketika Rayaa menuliskan pesanannya. " Nggak mau coba yang lain?"

Rayaa pernah bertanya pada Andi tentang kopi yang enak di sini, ketika Andi menyuruhnya meminum cold brew Rayaa menurut sebelum akhirnya minuman itu menyapa lidahnya menyisakan rasa pahit yang teramat sangat. Mirip Espresso mungkin.

"Nggak deh."

"Gimana persiapan resepsi lo, Gav?" tanya Andi, di antara mereka berempat ternyata Gavin lah yang pertama kali yang akan melepas status lajangnya. Akhir bulan depan Gavin akan menikah denhan Juni, perempuan yang ia kenal dua tahun lalu. Rayaa cukup bahagia ketika Gavin menceritakan niatnya pada Rayaa saat itu, mungkin Rayaa orang pertama yang diberitahukan oleh Gavin dibanding dua sahabatnya.

"Udah sembilan puluh persen. Tingga Juni yang harus lebih tenang, heran gue dia jadi lebih sensitif menjelang hari-hari pernikahan." jelas Gavin, ia menggaruk pelan rambut kritingnya. "Padahal gue udah hafal ijab, mental gue udah siap 100 %. Tapi Juni masih suka sering nanya-nanya, kamu serius nih. Kita jadi nikah?"

Hesa terbahak mendengar ucapan Gavin, keempatnya memang tidak pernah malu menceritakan masalah-masing-masing. "Rasanya gue pengen jawab, nggak serius gimana coba. Gedung, Make up, sama catering udah di DP semuanya."

"Hahahaha. Bangke lo, rugi yah kalo nggak jadi. Uang muka tidak bisa dikembalikan." ledek Andi yang dihadiahi lemparang kulit kacang oleh Gavin.

"Ya untungnya gue orangnya sabar, jadi gue berusaha buat tenang ngadepin sikap Juni yang kayak ombak di laut."

"Duh ilah, bawa-bawa laut segala." celetuk Rayaa, di antar ketiga temannya Gavin lah yang paling dewasa. Pria yang bekerja di salah satu perusahaan semen itu selalu berpikir matang sebelum bertindak.

"Ngomong-ngomong soal laut, jadi nggak nih trip ke Pahawang?" tanya Hesa, mereka bertiga sudah sering berpergian bersama untuk menikmati ke indahan alam Indonesia. Tidak bisa terbilang sering, tapi cukup rutin. Apalagi ketika mereka berempat kuliah, tak jarang mereka pergi berlibur bermodalkan nekad karena kantong mahasiswa.

Sekarang saat materi sudah tercukupi, waktu tak mendukung karena perusahaan hanya memberi libur saat weekend, mengandalkan cuti yang hanya mendapat jatah dua belas hari selama setahun rasanya tak cukup. Tak sebebas saat kuliah dulu.

"Jadilah, setelah resepsi si kunyuk. Anggap aja kita nemenin dia bulan madu." Andi menunjuk Gavin dengan dagunya, membuat Gavin melemparkan kulit kacang untuk kesekian kalinya.

"Eh kayaknya gue kenal tuh orang deh." Gavin menatap ke arah jam dua, pria yang tengah mengenakan kaus coklat dan jeans  hitam. Nyatanya bukan hanya Gavin yang mengenal pria yang tengah menyesap kopi dengan beberapa temannya.

"Iya, gue tau. Gue pernah naik gunung beberapa kali bareng dia, kenalannya si Aro itu lho Hes." jelas Gavin, ia masih belum melepaskan pandangannya. "Terakhri yang ke Gunung Jaya Wijaya gue pergi sama dia."

Hot Tea with SugarWhere stories live. Discover now