(XVI)

77.7K 11.1K 543
                                    

Rayaa menatap ponselnya untuk ke sekian kalinya, pesan yang ia kirim terakhir kali pada Langit belum terbalas. Hampir enam jam lebih dan Langit sepertinya memang tidak berniat membalas pesannya.

"Itu handphone lama-lama bisa pecah lo liatin terus." Hesa melempar Rayaa dengan kacang mede, "Si Langit emang ngapain ke Purwakarta?"

"Katanya mau bahas soal buruh yang minta naik gaji di perusahan dia."

"Dari kemaren?"

"Iyaaap."

"Ya udah, kali aja dia memang sibuk hari ini."

"Ndi." Panggil Rayaa pada Andi yang tengah sibuk menyusun Uno. "Lo tau Teguh yang anak Manajemen nggak?"

Andi mengerutkan dahinya, sebelum akhirnya pikirannya melayang pada sosok pria asli jawa yang digandrungi banyak perempuan karena tak hanya memiliki wajah rupawan suaranya juga indah. Kalau tak salah ia menjadi penyiar radio kampus dulu. "Iya, dia sekantor sama pacar gue."

"Dia dapet kontak gue dari siapa yah?" tanya Rayaa heran, karena dua hari lalu Teguh mengirim pesan lewat whats app. Bukan pesan penting memang, hanya sekedar bertanya kabar apakah Rayaa masih mengingat pria itu. "Nggak mungkin dari pacar lo 'kan?"

"Terus kenapa kalau dia punya kontak lo? masalah emang?" tanya Hesa yang kini ikut menanggapi.

"Aneh aja, setelah sekian lama kenapa baru kirim pesan."

"Ya karena udah lama jadi kangen, coba kalau pisahnya baru bentar mana inget. Ray." kali ini Hesa lagi yang menanggapi, sementara Andi hanya tersenyum mendengar ucapan Hesa.

"Lo tuh ya, nggak bisa diajak berspekulasi dengan benar." Rayaa merengut kesal.

"Spekulasi sesat kali." elak Hesa, "Karena cewek terlalu sering berspekulasi yang jatohnya jauh dari realita, pake logika makanya jangan kebanyakan ngandelin perasaan."

"Idihhh mulut bener-bener minta dikasih cabe nih."

Ponsel Rayaa berdering pertanda ada panggilan masuk, ia melirik sekilas tanpa minat pada ponsel yang tergelatak. Nama Langit tertera di sana, membuat Rayaa segera bergegas mengangkat telponnya.

"Hallo."

"Iya." jawab Rayaa, ia bisa mendengar helaan napas lega diujung sana.

"Dimana?"

"Di rumah Andi."

"Udah malem, nggak pulang?" pertanyaan Langit mau tak mau menyentak kesadaran Rayaa untuk sekedar melirik jam di pergelangan tangannya. Hampir pukul sepuluh.

"Iya sebentar lagi."

"Aku jemput."

"Bukannya kamu masih di Purwakarta?"

"Kirim alamatnya aja." Langit menutup panggilannya tanpa mau bersusah payah menjawab pertanyaan Rayaa.

"Kenapa?" tanya Hesa saat Rayaa terlihat kebingungan.

"Langit jemput gue."

"Bukannya tadi kata lo dia di Purwakarta?" Andi menatap Rayaa penuh rasa ingin tahu.

"Iya, nggak taunya dia malah mau jemput." Rayaa tidak bisa menjawab lebih jelas karena ia sendiri memang tidak tahu.

Rayaa pikir butuh waktu lama untuk Langit sampai di rumah Andi, ternyata tidak sampai tiga puluh menit Langit sudah sampai di rumah Andi. Ia hanya menyapa Hesa dan Andi, sebelum akhirnya pamit meningalkan rumah Andi.

"Motor?" tanya Rayaa tak percaya. Ia melirik rok lipit di atas lutut yang dikenakannya.

"Iya." Langit menyerhakan helm untuk dikenakan Rayaa. "Kamu bisa duduk miring kalau mau."

Hot Tea with SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang