(XXI)

78.3K 12.6K 927
                                    

Rayaa terus merengut saat Hesa tak henti-henti mengejeknya, teman satu ini rasanya ingin Rayaa kirim ke segitiga bermuda.

"Yang udah punya mantan auranya beda yah?" Hesa menyenggol bahu Rayaa dengan bahu miliknya, menertawakan kisah Rayaa di sebuah restoran cepat saji. "Udah satu minggu yah putusnya?"

"Ngomong lagi gue mutilasi nih pake piso kue." Rayaa mencubit lengan Hesa yang tidak terlapisi kemeja karena dilipat sampai siku.

"Iya deh. Jangan cemberut gitu, rasanya gue pengen nyubit...," masih dengan sisa-sisa tawanya Hesa menyesap cola miliknya. "Nyubit pake tang."

"Si kampret emang gue paku," kesal Rayaa.

"Terus sekarang Langitnya gimana?" tanya Hesa yang kini mulai serius, setidaknya Rayaa terlihat baik-baik saja meski Hesa tahu belum tentu hatinya sama baiknya dengan senyum yang ada di wajahnya.

"Dia sempet nolak waktu gue minta putus." desah Rayaa, wajahnya kembali ditekuk jika mengingat bagaimana Langit meminta Rayaa untuk percaya bahwa hatinya sudah dimiliki Rayaa. "Ajeng cuman masa lalu, karena mereka sahabatan jadi terlihat dekat gitu."

"Lo udah coba dengerin versi Ajeng, kenapa dia nggak bisa lepasin Langit? Sesahabat-sahabatnya lo sama gue, lo pasti akan tetep lepas gue sama perempuan lain kan?"

"Ya iyalah. Lo pikir gue punya hak apa atas lo, kita cuman temenan tau konteks dari apa arti kata sahabat." sungut Rayaa, mana mau dia nahan Hesa.

"Itu pointnya, karena lo nggak punya perasaan lebih dari sahabat sama gue. Karena lo nggak egois, kita pengen sama-sama bahagia." Hesa selalu tahu cara membuat Rayaa sedikit lega. "Karena bisa aja cuman Ajeng yang egois mencoba menahan Langit di sisinya, bisa Ajeng yang nggak ngasih pilihan sama Langit. Liat seberapa serius Langit sama lo, jangan cuman memandang dari sisi lo. Karena lo nggak tau apa yang Langit hadapi."

"Gue mau kayak gini aja, kalau jodoh juga nanti ketemu lagi." pasrah Rayaa, ia meneguk fresh tea nya hingga tak tersisa. Terlalu memusingkan memikirkan bagaimana hubungan Ajeng dan Langit, Rayaa bahkan tidak peduli dengan Prita. Bisa saja Ajeng berbohong tentang Langit yang merusak hubungan Prita dan Gamar.

Dering ponsel Rayaa berdering, tanda panggilan masuk. Nama kontak yang tertera di layarnya membuat Rayaa sedikit bingung, Nimas.
Untuk apa Nimas menelpon?

"Hallo." jawab Rayaa.

"..."

"Di mana Mbak?"

"..."

"Aku kesana sekarang."

"Sa, anterin gue ke rumah sakit yang di daerah Kuningan." Rayaa dengan cepat  memasukan ponselnya ke dalam tas, menarik lengan Hesa tanpa penjelasan.

"Kenapa lagi?" tanya Hesa saat sudah berada di belakang kemudi.

"Langit kecelakaan." masih dengan bahu yang bergetar panik yang melingkupi tak mampu di sembunyikan dari wajah Rayaa.

Perjalanan ke rumah sakit terlalu lama, mungkin karena jalanan yang macet. Hesa bertanya pada bagian informasi di rumah sakit. Yang Rayaa lakukan hanya bisa mengikuti langkah Hesa, katakan saja ia terlalu bodoh masih peduli dengan Langit.

Ada Nimas di sana, Langit sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.
Rayaa bisa melihat jelas kepala Langit yang diperban, lingkaran hitam di matanya terlihat begitu jelas menggambar jika Langit kurang tidur.

"Kondisinya sekarang baik-baik saja, dia kecelakaan karena kurang fokus sama jalanan. Langit kurang tidur, Ray." jelas Nimas, tangannya menepuk pelan bahu Rayaa. "Maaf kalau buat kamu khawatir, aku tau Langit lebih butuh kamu di sini dibanding Ajeng. Makanya aku lebih memilih telpon kamu."

Hot Tea with SugarWhere stories live. Discover now