(XX)

76.7K 12.5K 1K
                                    

******

Dibanding bertanya pada Langit, Rayaa lebih memilih opsi lain. Dan Opsi lainnya adalah bertanya pada Nimas. Setelah berhasil mencuri nomor ponsel Nimas dari handphone Langit beberapa hari lalu, akhirnya Rayaa memberanikan diri mengajak bertemu Nimas.

Untungnya saja Nimas tidak bertanya lebih jauh soal ajakannya, perempuan itu hanya menyebutkan sebuah cafe di daerah Gatot Subroto. Pukul lima kurang Rayaa sudah bersiap memesan ojek online, ia bahkan menolak ketika Langit menawarkan diri untuk menjemputnya.

Berbekal rasa penasaran yang terus menghantui, Rayaa lebih memilih mengetahui kebenaran meski pahit nanti yang akan ia tuai. Dari pada rasa manis yang dihasilkan dari kebohongan yang tak akan hakiki.

"Ray...."

Rayaa bisa melihat Nimas yang duduk di dekat kaca-kaca besar, Nimas mengenakan terusan selutut motif bunga-bunga. Ia melambaikan tangannya, sebelum Rayaa menarik kursi di depannya.

"Mbak Nimas pasti udah nunggu dari tadi?" tanya Rayaa dengan perasaan tak enak hati. "Maaf banget yah, abis jalanan Jakarta crowded banget pas after office hours gini."

"Nggak apa-apa, santai aja kali Ray." Nimas menyesap jus mangga yang tinggal setengah dari gelasnya. "Pesen dulu aja, Pancake di sini recomended lho."

Rayaa hanya tersenyum ngeri mendengar kata Pancake, setelah pulang kerja dan menikmati perjalanan yang cukup macet rasanya Pancake bukan pilihan yang tepat. Tapi mengingat tujuan utama ia kesini bukan untuk mengisi perut akhirnya Rayaa memutuskan mengikuti saran Nimas, memesan pancake saus vanila dengan jus apel.

"Kamu kenapa nggak ikut ke Maldives?"

Diajak juga nggak, mana bisa ngintilin begitu aja.

"Kerjaan di kantor lagi nggak bisa ditinggal Mbak." bohong Rayaa, padahal kenyataannya Langit tidak pernah mengatakan apapun tentang perjalanannya ke Maldives. Hanya sekedar memberitahu tanpa penjelasan lebih.

"Kok Ajeng bisa ikut kalau di kantor lagi hectic?" tanya Nimas, ada rasa penasaran yang tersirat di wajahnya.

"Ajeng kan cuman sekretaris, nggak pegang perusahaan jadi agak gampang mungkin ngajuin cutinya." atau karena Ajeng merasa mengenal Gamar hingga mempermudahnya untuk melakukan segala hal termasuk cuti, Rayaa benci nepotisme.

"Langit masih nyebelin?"

"Nyebelin versiku dan versi Mbak sama nggak?" karena menyebalkan bagi Rayaa bisa saja mengagumkan untuk orang lain. "Kalau menyebalkannya Langit itu seperti suka seenaknya kalau bicara lalu seenaknya buat kesimpulan sendiri tanpa bertanya, berarti Langit memang nyebelin."

Nimas terkekeh mendengar rentetan kata yang keluar dari mulut Rayaa, "Aku sempat kaget lho waktu dia ajak kamu pas acara itu, tumbenan banget dia bawa cewek selain Ajeng."

On Point bangetkan, Ajeng.

"Maksudnya?" pancing Rayaa, sebenarnya ia ingin langsung bertanya tentang Ajeng dan Langit. Tapi siapa yang tahu kalau Nimas bisa saja menyembunyikan keburukan Langit.

"Ajeng itu sahabat sekaligus mantan pacar, paket komplit kan?" Nimas lagi-lagi tersenyum geli. "Sama perempuan yang labelnya mantan aja kita suka cemburu, apalagi mantan yang masih berkeliaran di samping pacar dan sahabatan pula. Bukannya tambah bikin sesek?"

"Mbak juga mantannya Langit," celetuk Rayaa. Ia membiarkan pelayan meletakan pesanannya di depannya, menunggu apa yang akan Nimas katakan selanjutnya.

"Tapi bedanya aku udah jarang kemana-mana sama Langit, aku udah punya suami yang harus aku jaga perasaannya. Seseorang yang kini aku sayangi sepenuh hati."

Hot Tea with SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang