(IV)

102K 11.5K 824
                                    

Dua hati, satu cinta. Mencoba akan terasa mudah jika kita berdua berjalan beriringan.

*****

Rayaa menumpukan tangannya di atas pundak Langit yang tengah melajukan motornya membelah kota Jakarta. Langit memang tidak terlalu wangi tapi tidak bau juga seperti cowok kebanyakan. Ada wangi lemon yang menyeruak saat angin berhembus, baunya tidak terlalu manis tapi membuat nyaman.

"Suka?" tanya Langit, setelah beberapa kali Rayaa menunjukan arah yang benar menuju rumahnya, akhirnya Rayaa tiba dengan selamat di depan rumahnya dengan rambut yang sediki berantakan.

"Suka apa?" Rayaa bertanya balik dengan wajah herannya, jemarinya merapikan rambutnya yang sedikit semerawut.

"Suka bersandar di pundak gue?"

"Enggak jelas." mana ada Rayaa bersandar di pundak Langit, tadi Rayaa cuma mencoba kekerasan pundak Langit yang keliatan menggoda buat disandarin. Cuma nempel-nempel aja kok paling lima menitan.

Langit tertawa ringan, "Jadi gimana?"

Nanya lagi, ini orang kayaknya pernah jadi wartawan makanya nanya-nanya terus.

"Apa?"

"Nggak usah pura-pura bodoh deh." geram Langit, ia sudah menjelaskan banyak hal dan perempuan di depannya masih memasang wajah pura-pura.

"Kita jadian?"

"Siapa yang bilang jadian, jangan kayak remaja. Inget umur." ucap Langit membuat Rayaa menahan amarah untuk kesekian kalinya. "Inget! Gue deketin lo, kita mencoba serius. Artinya lo nggak boleh genit-genit sama cowok lain, menutup kemungkinan kalau cowok lain deketin lo."

"Hah?" Mata Rayaa tak berkedip untuk beberapa saat, "Kok posessif?"

"Possesif apanya? gue cuman enggak mau perempuan yang gue deketin umbar cinta sana-sini, mau lo deket sama cowok lain nggak apa-apa. Selama perasaan lo itu tekan biar nggak berkembang sebagai rasa suka."

Rayaa menelan ludahnya, belum apa-apa sudah terlihat kejam.

"Kita jalanin aja yah, tapi jangan ngindarin telpon atau pesan gue." Langit menepuk-nepuk pelan puncak kepala Rayaa. "Masuk gih, maaf ya kalau gue bikin lo shock. Gue orangnya enggak pandai baca perasaan, jadi kalau ada sesuatu yang enggak lo suka dari gue ngomong aja."

Gimana mau ngomong, lo seenaknya selalu menyimpulkan pikiran gue sendiri.

"Bye." Langit menaiki kembali motornya, sementara Rayaa masih terlihat benar-benar tidak mengerti apa yang dibicarakan bersama Langit.

Pacaran belom pernah, eh dapet calon swag begitu.

******

"Rayaa." Artha kembali memanggil Rayaa yang sedang termangu. "Lo kayak sapi qurban mau dipotong deh. Bengong terus."

"Tha." Rayaa melirik Artha, "Lo waktu ngajak Lena pacaran gimana?"

"Ada yang ngajak lo pacaran?" seloroh Artha dengan suara yang cukup nyaring. "Akhirnya, setelah jomlo lebih dari seperempat abad. Ada juga yang ngajak lo pacaran."

"Heh, sembarangan ya tuh mulut kalo ngomong." Rayaa memukil pundak Artha dengan penggaris besi miliknya. "Yang ngajak gue pacaran dari dulu tuh banyak, gue aja yang nggak mau."

"Terus kenapa nanya gue, kalo lo udah pernah denger beberapa ajakan pacaran. Gue mah biasa aja waktu ngajak Lena jadian."

"Enggak ada gunanya deh nanya sama lo." Rayaa mendengus, ia masih cukup heran dengan sikap Langit.

Hot Tea with SugarWhere stories live. Discover now