(VII)

95.8K 11.7K 443
                                    

Aku, kamu dan Logika kita mungkin memang berbeda.
-Filosofi dan Logika, Ost Filosofi Kopi

.
.
.
.
Kubikel Kai berpindah dekat dengan Rayaa, itu semakin membuat Kaila mudah bergosip dengan Rayaa. Sementara Artha dipindahkan ke tim sebelah sebagai Senior.

"Seriusan?" tanya Kai tak percaya dengan mata yang membulat, saat Rayaa menceritakan soal Langit padanya. "Lo sama Nick Bateman gue."

"Bentar-bentar." potong Rayaa mendengar ucapan Kaila, "Nick Bateman Lo? sejak kapan itu ngaku-ngaku?"

"Ya kan waktu itu nggak ada segelnya punya siapa, jadi gue akuin punya gue boleh dong." Kaila cengengesan menampilkan sederet gigi putihnya. "Eh tapi memang lo udah punya Sertifikat Hak Milik atas Bang Nick?"

"Katanya kalau pun enggak mau nikah sekarang, dia maunya Tunangan."

"Sikat Ray, Sikat. Kapan lagi ada cowok ngajak lo tunangan mau nikah lagi, mana cakep. Kalau urusan materi pasti tercukupi secara dia punya usaha ekspor Furniture, pasarnya juga Eropa. Beuhhhh, Paket komplit itu mah." Jelas Kaila dengan panjang lebar penuh dengan rasa antusias. "Kalau kata nyokap gue nih. Geraken, bisi dicokot ku batur tiheulan."

"Hah?" tanya Rayaa tak mengerti dengan bahasa sunda yang dilontarkan Kaila, "Lo kalo ngomong pake bahasa yang bisa gue mengerti dong."

"Segerakan, takut keburu diambil orang."

"Ya kalau diambil orang berarti bukan jodoh, ya udah." pasrah Rayaa, ia melirik ponselnya yang menampilkan notifikasi pesan singkat masuk

Langit.

Aku mungkin enggak akan ngasih kabar aku sedang apa dan di mana aja selama beberapa hari ke depan, bukan karena aku sibuk dengan kegiatanku. Tapi karena aku sedang berpikir, seberapa besar kemungkinan aku bisa membuat kamu rindu dengan menghilang sementara dari pikiran kamu.

"Ya enggak gitu juga kali." Rayaa bisa mendengar Kaila yang mengoceh tidak setuju perihal jodoh takan kemana, tapi fokusnya lebih pada pesan yang dikirimkan Langit untuknya. Rayaa mengetukan beberapa kali jemarinya pada layar ponsel, sedikit bingung balasan apa yang akan ia kirimkan sebelum akhirnya ia yakin mengetuk send  pada layar ponselnya.

To: Langit

Dear Mas Langit yang mempunyai tingkat kepercayaan diri tinggi yang hampir menyamai tingginya Gunung Jaya Wijaya.  Mau kamu menghilangpun enggak akan ngaruh dengan hidup aku, anggap saja ciuman kemarin itu karena kita terbawa suasana. Keadaannya mendukung, udara malam yang dingin dan senyap menjadi kombinasi yang pas di antara laki-laki dan perempuan

Regards.
Perempuan yang kamu curi ciuman pertamanya.

.

.

.

Sembilan hari, bukan waktu yang lama sebenarnya jika saja Langit tak meninggalkan jejak dibibir Rayaa yang membuat degup jantungnya tidaklah normal saat mengingat peristiwa itu. Setelah membuat Rayaa terus membayangkan manisnya ciuman pertama Pria itu pergi menyisakan angan yang membuat hati Rayaa melambung.

Dan dengan emosi labilnya Rayaa mengirim pesan yang sekarang berbuah rasa sesal, Langit tak lagi membalas pesan. Menepati apa yang ia ucapkan lewat pesan empat hari lalu bahwa pria itu menghilang dari jangkauan Rayaa tapi masih berkelut di sekitar angan Rayaa.

"Sampai kapan mau melamun?" Gamar duduk di depan Rayaa, sejak tadi Rayaa memang sedang menunggu Gamar yang tengah berdikusi dengan salah satu kliennya. Rayaa dibiarkan menunggu di Starbucks yang ada di tower itu, sementara Gamar menemui kliennya.

Hot Tea with SugarWhere stories live. Discover now