Dream Sugar : 14

7.8K 574 10
                                    

A/N : Cuman mau bilang makasih yang masih bertahan sampe part ini. Sumpah mulai gak jelas. HAHAHAHA. Tengs yang udah mau vote. Gue tebar love buat kalian. Part ini gak gue cek ulang jadi sori kalau gue tebar typo dimana-mana. Kalo ada waktu mungkin nanti gue beneran *mungkin*. Pokoknya selamat membaca!

*

Chocho gila. Chocho bego.

Sumpah. Aku merasa emosi sampai ke ubun-ubun. Aku mencoba menahan rasa kesal yang menjalar saat melihat Dirga dan Zendaya memegang mic menyanyikan lagu Happy - Pharrell Williams.

LAGUNYA GAK PAS BANGET SAMA SITUASI GUE!

Aku memutuskan untuk izin ke toilet. Voila yang mengerti dengan keadaanku hanya menganggukkan kepala pelan. Sedangkan Chocho malah bersorak-sorak senang.

Okey Chocho sebenarnya tau kalau aku suka sama Dirga. Mungkin dia pikir aku sudah move on tapi kenyataannya belom. Aku masih suka. Lebih tepatnya masih labil.

Rencananya aku karokean hari ini untuk melupakan kejadian tadi. Tapi kenyataannya aku malah dipertemukan dengan Dirga ditambah aku satu mobil dan satu ruangan dengannya.

Padahal dulu aku menjuluki Dirga sebagai moodbooster aku saat aku murung. Tapi kali ini dia malah menjadi moodbreaker. Berbanding terbalik banget.

Aku membasahkan wajahku dengan air wastafel. Memandang wajahku lemat-lemat di kaca. Tampangku kucel banget. Dahi berkerut,bibir melengkung ke bawah dan hidung kembang kempis. Kucel abis. Ya siapa lagi kalau bukan karena Dirga? Hari ini semua yang berbau negatif aku hubungkan dengan Dirga dan kejadian dare tadi.

Aku memutuskan untuk memesan makanan di kantin. Tempat karokean ini memang menyediakan kantin tapi harganya mahal pake banget. Bodo amat dah udah laper.

Saat aku menyusuri lorong menuju kantin kepala ku terbentur dengan benda keras. Aku mengerjapkan mata beberapa kali dan menajamkan pandangan ke benda yang ku tabrak.

Ternyata benda yang kutabrak adalah tangan besar. Aku menengadahkan kepala ke atas dan terkejut saat melihat pemilik tangan besar itu. Sebenarnya sih bukan besar tapi keras.

"Hei Sug. Gue gak liat lo masa di sekolah,"sapa Tama dengan senyuman miringnya. Alisnya naik turun.

Aku memukul lengannya keras. Dia meringis kesakitan. Tapi pemandangan tersebut mengundang senyuman tipis dari bibirku.

"Ngapain lo disini?"tanyaku mencoba untuk bersikap seperti biasanya. 

Aku tak mau menunjukkan sisi gelap a.k.a sisi menyedihkan padanya.

"Lah ini kan tempat umum? Gak masalah dong kalau gue disini,"jawabnya yang membuatku mencak-mencak gak jelas.

"Cerita ke gue dong. Lo kenapa?"katanya ambigu. 

Dahiku berkerut heran. "Maksud lo?"

"Lo lagi gak baik-baik aja kan?"tebak Tama tepat sasaran.

Aku benci dengan tebakannya yang benar. Padahal aku sengaja gak menunjukkan kesedihanku di depannya tapi dia malah tau bahkan membahasnya.

"Kalau gue cerita emang lo bisa apa? Lo juga diem aja dan sekedar ngehibur gue kan? Gak berguna juga,"cerocosku dengan sinis. 

Aku memalingkan muka ke arah lain. Tak mau melihat wajah kekecewaan darinya.

"Sug,"panggilnya pelan. 

Aku terpaksa menoleh. Aku merasa kecupan singkat tepat di dahiku. Mataku membulat. Nafasku? Nafasku naik turun. Detak jantungku bahkan terdengar lebih keras dari sebelumnya. Tak usah di tanyakan kalau mengenai wajah. Wajahku sudah pasti memerah.

{1} Sugar : Dream SugarWhere stories live. Discover now