Dream Sugar : 15

7.5K 594 36
                                    

A/N : Gue gatau mau ngomong apaan. Pokoknya gue bersyukur banget kalau masih ada yang baca cerita gue. Gue tau kok ini mulai ga jelas. Gue tau. HAHAHA. Tapi gue tetep semangat untuk ngelanjutin nih cerita sampai abis. Jadi gue tetep nunggu Vomments dari reader.

Enjoy🌸

*

Kami berlari kecil menyusuri koridor dan berhenti di ruang nomor 210 Dirga terdiam sebentar. Sekilas aku melihat bahunya bergetar. Terbesit perasaan untuk memeluknya. Namun Zendaya sudah mendahuluiku untuk memeluk Dirga. Aku menahan nafas sesaat lalu menghembuskannya bersamaan dengan perasaan yang mengganjal di hati. Perasaan yang mengganggu.

"Mau sampai kapan kita berdiri disini?"tanya Chocho lebih tepatnya menyindir Dirga dan Zendaya yang masih bertahan di depan pintu. 

Sontak Dirga langsung melepaskan diri dari pelukan Zendaya.

Pintu terbuka perlahan. Lewat celah yang sempit kami dapat melihat keadaan melankolis. Dirga berlari menghampiri Ninzzy yang di selimuti kain putih. Kami hanya memandang Ninzzy dan Dirga tanpa tau harus berbuat apa.

"Tan, kenapa? Kok gini?"tanya Dirga memaksakan diri untuk menormalkan suara. 

Matanya memancarkan kesedihan yang dalam. Aku melempar pandangan ke tante Kiran yang berusaha untuk menahan tangisannya. Namun pada akhirnya air mata yang ia tampung tumpah membasahi pelupuk matanya.

"Tan,"panggil Dirga dengan suara tertahan.

Saat ini Dirga terlihat rapuh. Bahunya bergetar hebat. Dalam keadaan seperti ini pun dia masih dapat menahan tangisannya. Ingin aku memeluk tubuhnya dan mengusap punggungnya. Menghilangkan rasa rapuh itu bersama tanpa harus ada yang disimpan.

"Kecelakaan itu ternyata menyebabkan kehilangan ingatan pada saraf otak Ninzzy. Dokter baru menyadarinya juga saat melihat gejala Ninzzy yang sedikit demi sedikit mulai pelupa. Bahkan sebelum ajal menjemput dia sudah lupa semua. Semua yang pernah hadir di hadapannya. Termasuk kamu Dir," 

Tante Kiran mengambil nafas panjang dan sesekali mengelap air matanya dengan lengan bajunya.

"Tante sengaja tidak memberitaunya padamu. Karena tante tau rasanya dilupakan oleh orang yang kita sayangi. Tante hanya ingin menjaga perasaanmu. Tante tau ini cara yang salah tapi-,"

"Iya Tan. Aku ngerti. Makasih,"potong Dirga lirih. 

Aku tak sanggup menatap wajah Dirga. Bahkan salah satu dari kami tak ada yang bersuara. Diam cukup untuk menenangkan suasana walaupun tidak sepenuhnya.

Aku memutuskan untuk keluar. Aku membuka pintu perlahan dan mengambil nafas dalam-dalam. Bau rumah sakit menyeruak ke dalam hidungku membuat hidungku terasa gatal.

"HATCHI!" Aku mengusap hidungku yang mulai gak bisa diajak kompromi.

"Aishh, keadaan duka gini masih sempet aja bersin," 

Suara riang yang terdengar familiar membuatku menoleh ke sumber suara. Tama tersenyum miring dengan alis yang naik turun.

Melihat Tama membuatku mengingat kejadian di tempat karoke. Wajahku mendadak memerah. Aku membuang wajah ke arah lain sebelum Tama menyadari perubahan wajahku.

"Napa tuh muka? Kok merah?"tanya Tama masih dengan senyuman miringnya. Aku heran. insiden setelah mencium jidatku apa dia tidak merasakan apa-apa? Kalau aku merasa awkward banget. Bahkan sekarang dia sudah bisa besikap normal.

"Ap-apaansih,"tukasku tanpa menatap wajahnya langsung. 

Dapat kudengar Tama terkekeh pelan hal itu membuatku tersenyum tipis. Suasana jadi gak enak gini.

{1} Sugar : Dream SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang