2. Serpihan Kisah

7.2K 1.1K 71
                                    

"Lain kali kamu tuh kalau bercanda jangan yang aneh-aneh kenapa sih, Na?! Jangan bercanda masalah jodoh!" omel Audy Carissa yang biasa kupanggil Mbak Au.

"Hahahaha mampus kamu Atsna si emak ngomel," timpal Errifka Fatmala atau yang akrab dipanggil Rifka yang kubalas dengan lirikan sebal.

Ya, aku memilih tidak menceritakan penawaran ibuku kepada mereka. Lagipula belum jelas juga bagaimana jadinya. Siapa tahu ternyata kemarin Tante Qori hanya berbasa-basi, atau siapa tahu juga si masnya hari ini sudah mendapatkan calonnya.

Sepertinya ini tidak akan lucu kalau aku sudah cerita pada teman-temanku dan ternyata tidak jadi berlanjut. Bahkan aku berencana menceritakan semuanya pada mereka kalau aku benar-benar akan menikah. Tunggu, menikah? Ada apa denganku? Kenapa aku sudah berpikir sampai sejauh ini?

"Lagian kamu sih Na tiba-tiba bilang mau nikah segala. Siapa yang nggak kaget coba?" ujar Viona Eriz Adiningrum atau yang akrab dipanggil Vio.

"Aku kan bilangnya 'kalau'.." sanggahku.

"Jangan ulangi lagi!" tegur Mbak Au.

"Iya-iya Mbak Au.." cicitku sembari mempoutkan bibir.

Aku dan ketiga sahabatku ini bekerja di tempat dan bidang yang berbeda. Mbak Au adalah seorang perawat di klinik, Rifka bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat, kemudian Vio bagian finance di suatu perusahaan. Sedangkan aku bekerja di suatu Sekolah Menengah Atas Negeri, ya aku adalah seorang guru. Walaupun kami bekerja di tempat yang berbeda, kami masih sering bertemu hanya untuk sekedar ngobrol atau ngopi di kafe dekat tempat kami bekerja. Itu pun kalau pas kita pulang di jam yang sama, seperti hari ini.

"Lhoh, Rif? Kamu belum pulang?"

Atensi kami bertiga langsung beralih ke suara laki-laki yang menegur Rifka.

"Iya nih, Zam. Masih ketemu sama manusia-manusia ampas ini," jawab Rifka yang langsung aku dan sahabatku yang lain hadiahi dengan tatapan tajam.

Sementara Azamzami Ahmad hanya tersenyum manis ke arah Rifka kemudian berkata, "mau bareng?".

"Ah nggak usah deh Zam. Nanti aku pulang dijemput Mama, soalnya Mama mau ngajak belanja bulanan."

"Oh gituu.. Ya-ya udah," balas Azam dengan senyum canggung sembari mengusap-usap tengkuknya.

"Rifka doang nih Mas Azam yang diajak pulang bareng?" celetukku.

"Yaaah padahal Vio juga mau loh diajak pulang bareng sama Azam," timpal Vio dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat.

Rifka sudah menatapku dan Vio dengan tatapan membunuh, sementara Mbak Au hanya terkekeh melihat tingkah jahilku dan Vio.

"Ampas ya kalian berdua!" ujar Mbak Au sambil masih terus tertawa.

"Hehehe rumahku kan nggak searah sama kalian.." jawab Azam pada akhirnya.

Rifka mendengus kesal, "hah udah Zam nggak usah gubris tuh makhluk dua."

Azamnya hanya senyam-senyum canggung.

"Ya-yaudah kalo gitu aku duluan ya?" pamit Azam.

"Bye-bye Azam...!" Vio melambaikan tangannya dengan senyum mengembang.

Melihat tingkah Vio yang terkesan centil terhadap rekan kerjanya membuat Rifka berdecak sebal. Jadi Azam adalah rekan kerja Rifka. Aku, Mbak Au, dan Vio tahu betul kalau Azam tengah menaruh hati pada Rifka. Hanya saja Rifka seperti menampik kenyataan itu.

"Genit amat sih kamu Viona!" ujar Rifka.

"Apa kamu Rif? Cemburu?"

"Sembarangan kamu, Na!" elak Rifka yang aku balas dengan juluran lidah.

M A R R I E D ?  ?  ? Where stories live. Discover now