15. Siap Nikah?

2.7K 555 55
                                    

Suara kendaraan menemaniku yang tengah berdiri di depan sebuah rumah makan malam ini. Sembari menggenggam ponselku aku melihat sekeliling. Aku saat ini tengah menunggu seseorang. Sebenarnya orang itu sudah sampai duluan, hanya saja aku takut bingung sendiri ketika masuk mencarinya. Rumah makan ini cukup besar.

"Kok belum juga dibales ya?" 

Tak lama kemudian ponselku bergetar, bukan karena balasan tari pesan whatsapp melainkan panggilan masuk.

"Asslammualaikum, sampean di sebelah mana?"

Suara beratnya mengalun di balik ponselku. Membuatku sedikit tertegun tak segera menjawabnya.

"Halo?"

"Ah iya, mas."

Memalukan.

"Aku masih di depan. Nggak jauh kok dari kasir. Mas Irshad di mana?"

"Yaudah bentar aku jalan ke sana. Sampean tunggu di situ saja."

Ia langsung memutus panggilannya. Ah dasar si kaku itu memang benar-benar.

Ya, pada akhirnya untuk pertama kali aku bertemu Mas Irshad di luar rumah. Sebenarnya aku tadi tidak pamit orangtuaku kalau aku ingin menemuinya. Aku tahu ini tidak baik, hanya saja entah kenapa aku takut jika harus pamit. Takut dimarahi. Tapi aku memang harus bicara berdua dengan Mas Irshad, benar-benar harus bicara berdua. Tentunya kami tidak bodoh hanya untuk menyadari bahwa perkenalan kami ini adalah perjodohan yang diperhalus.

"Udah lama banget ya nunggunya? Aku tadi nggak liat hp."

Aku mendongakkan wajahku dan kudapati wajah teduh Mas Irshad yang tengah tersenyum kepadaku. Gelengan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Ayo masuk," ajaknya sembari membimbingku masuk ke dalam rumah makan. "Aku tadi belum pesen, sengaja nunggu sampean. Sampean mau pesan apa?"

"Sebenernya aku tadi udah makan Mas," jawabku. Aku dalam program diet sekarang, 2 kg sangat cukup membuat pipiku seperti bapau.

"Jangan diet, udah segitu udah bagus."

Seketika aku mengatupkan bibirku rapat sembari menatapnya tak percaya. Sungguh di luar dugaan. Bagaimana ia tau tentang aku diet?

"Ayo apa nih?" Ujarnya sembari membolak-balik buku menu. "Aku kuetiau goreng seafood aja deh. Ayo jadi pesen apa?"

"Aku cumi goreng aja wes, Mas.." kataku sembari menunduk. Aduh berat badanku naik lagi, batinku. Kemarin temanku mengajar di sekolah bilang kalau aku jadi sedikit berisi. Ayolah setiap perempuan pasti langsung frustasi.

"Cumi nggak akan langsung bikin berat badan naik kok." Membuatku refleks menatapnya yang kini tengah tersenyum sembari menatapku.

Setelah pramusaji membawa buku menunya aku dan Mas Irshad sama-sama diam. Ya memang sebenarnya yang mengajak keluar aku, tapi aku bingung harus memulai dari mana. Bahkan aku sampai chat Audy bagaimana cara memulai pembicaraan dan Omelan lah yang aku dapatkan.

Audy:
KOK KAMU MALAH MAIN HP SIH! ITU NAMANYA NGANA NGGAK MENGHARGAI IRSHAD!!! YA TANYAIN LAH SOAL KERJAANNYA HARI INI GIMANA.
Masak gitu aja harus diajarin sih Na? 😑

Lalu aku mencoba melirik Mas Irshad pelan. Kini ia juga mulai sibuk dengan ponselnya. Ah situasi macam apa ini. Aku benar-benar ingin lari dan berguling di eskalator.

Aku memilih menyimpan ponselku. Benar kata Audy tidak seharusnya kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Kami harus memanfaatkan momen ini.

"Mmm..  Mas tadi pulang kerja jam berapa?"

M A R R I E D ?  ?  ? Where stories live. Discover now