4. First Meet

5.3K 1.1K 107
                                    

"Irshad siapa?" tanya ayahku datar.

Aku hanya diam tak tahu harus menjawab apa. Sementara Tante Qori menatapku seolah minta penjelasan.

"Ngg.. Anu Tante, Ayah belum tahu soal 'itu'," ujarku pada akhirnya denganan menekankan pada kata 'itu'.

Ketika Tante Qori mulai buka suara dan menjelaskan semuanya pada Ayah, aku memilih untuk kabur. Entahlah, aku hanya merasa takut mendengar bagaimana respon Ayah setelah mendengar cerita dari Tante Qori. Sepertinya setelah ini ibuku akan mendapat amuk dari ayahku.

"Ngg.. Tante, biar Atsna panggilin Ibu aja ya?"

Aku pun langsung pergi menyusul ibuku dengan langkah seribu. Baru saja aku hendak keluar gerbang sosok ibuku sudah muncul.

"Kamu mau ke mana, nduk? Udah selesai tah masaknya?" tanya Ibu sembari berjalan mendekat ke arahku.

"Belum, Bu. Itu ada Tante Qori di rumah nyariin Ibu."

Ibu menautkan alisnya bingung.

"Katanya nanti Mas Irshad sama orangtuanya mau ke rumah. Terus tadi Ayah tau.." lanjutku dengan suara semakin pelan di kalimat terakhir.

Ibu langsung membelalakkan matanya. Dengan langkah lebar Ibu  bergegas masuk ke dalam rumah. Aku pun mengekori Ibu masuk ke dalam rumah, namun ketika Ibu menuju ruang tamu tempat di mana Tante Qori dan Ayah berbincang aku memilih ke dapur melanjutkan kegiatan memasakku.

Sembari mengaduk sayur pikiranku melalang buana. Perasaan takut, kaget, bingung, dan tidak percaya bercampur menjadi satu.

Ya Allah aku nanti harus bagaimana ketika di depan laki-laki itu dan orangtuanya? Pasti sangat canggung ketika bertemu dengan seorang laki-laki disaksikan orangtuaku dan orangtuanya ditambah Tante Qori. Aku nanti harus bagaimana? Apa aku harus memasang senyum manis terus menerus. Oh ayolah tidak semudah itu, ketika kau merasa gugup dan berusaha untuk tersenyum manis itu pasti akan terlihat creepy.

"Panjenengan tenang saja Pak, anaknya diem nggak neko-neko kok. Ganteng juga anaknya. Hhhh harusnya kemarin saya minta fotonya Irshad juga ya biar diliat sama Mbak Atsna."

Terdengar samar-samar suara Tante Qori yang sepertinya hendak pamit pulang.

"Ya nanti sore sekitar jam 4 dia mau ke sini sama orangtuanya. Tapi nanti ke rumah saya dulu, baru ke rumah panjenengan. Nggih sampun kalau gitu Pak, Bu, saya pamit dulu. Assalammualaikum. "

Astaghfirullah.. Kenapa jantungku tiba-tiba berdegup sekencang ini? Bahkan tanganku sampai berkeringat dan gemetaran.

Setelah terdengar suara pintu gerbang yang ditutup tak lama kemudian aku mendengar langkah kaki orangtuaku. Ibuku langsung menghampiriku melihat hasil masakanku. Sementara ayahku berdiri menghadapku dengan satu tangan bertumpu pada meja makan.

"Kamu mau Na dikenalin?" tanya Ayah.

"Ya nggapapa Yah, kenalan doang kan. Ayah nggak setuju ya?"

"Lagian Atsna juga lagi nggak ada pacar Yah.." timpal ibuku.

"Ayah sih nggak masalah. Kalau kamu suka ya Ayah ngikut aja, lagian yang jalanin juga kamu."

Aku menatap Ibu penuh arti, namun Ibu malah membuang pandangannya. Sepertinya Ayah tak begitu tertarik dengan perkenalan ini.

"Pokoknya seiman, udah kerja, dan kamu udah cocok Ayah ngikut aja sebenernya," tambah Ayah kemudian berlalu pergi meninggalkan aku dan Ibu yang masih di dapur.

Seperginya Ayah, aku dan Ibu hanya diam. Ibu sibuk mencuci peralatan masak yang usai kupakai sedangkan aku sibuk menata masakan di meja makan.

"Na, kita masaknya cuma dikit doang nih. Entar beliin sate aja ya buat dikasih tamu."

"Ih ngapain sih Bu?"

"Ya kan kurmat dayoh. Pahalanya besar tau! Oh iya sama nanti kamu beliin kue sama gorengan ya Na buat suguh. Eh ada pisang di kulkas, apa Ibu bikinin pisang krispi aja ya?"

Aku menghembuskan napasku kasar lalu berkata, "Bu, ini mereka cuma mau liat Atsna doang. Bukan lamaran. Nggak usah repot nah.. Kasih teh sama kue kering aja udah. Ribet amat!"

Aku tahu ini tidak baik. Tidak baik seorang anak berbicara ketus seperti itu pada ibunya. Hanya saja aku merasa jengah dengan ibuku yang berlebihan. Lalu aku pun memilih untuk pergi ke kamarku daripada terus berdebat dengan Ibu.

"Na, ruang tamunya jangan lupa dibersihin sama dirapihin. Tadi malem kan diberantakin sama ponakanmu."

"Iya iya Bu masyaallaaaah..."

🏡🏡🏡

Jam sudah menunjukkan pukul 15.55. Biasanya di jam segini aku baru akan mandi namun kali ini aku sudah memakai baju rapi dan sedikit berdandan. Di saat waktu terus berjalan menuju pukul 16.00 jantungku semakin berdetak tak karuan. Sedari siang ibuku sudah sibuk sendiri, belum lagi sibuk memberi wejangan apa saja yang harus aku lakukan nanti seperti mengantarkan teh dan makanan ringan. Masyaallah membayangkannya saja aku sudah nervous. Ini lebih menegangkan dari interview saat aku melamar pekerjaan.

Sudah berkali-kali aku ke ruang tamu lalu ke belakang lalu ke ruang tamu lagi dan ke belakang lagi. Bahkan aku merasa parno tiap kali ada suara mobil yang melintas di depan ruamahku. Sungguh aku benar-benar ingin kabur dari rumah. Tiba-tiba aku merasa tak siap. Oh ayolah Atsna ini hanya pekenalan bukan?

Sampai pukul empat lebih beberapa menit Tante Qori belum memberikan kami kabar. Bahkan ayahku sudah ngeroweng ini orang jadi serius atau tidak. Ibuku juga membalas ayahku seperlunya dan ujungnya mereka justru berdebat. Lelah melihat mereka berdebat aku pun pergi ke kamar. Aku menatap wajahku di cermin, sedikit membenahi bedak dan lipstick tipisku.

"Hhh Ya Allah kenapa aku harus dandan kayak gini sih. Bukankah ini berlebihan?"

Ketika aku sibuk berbicara dengan bayanganku di cermin tiba-tiba aku mendengar suara mobil lagi. Jantungku sudah berdetak tak karu-karuan, semakin bergemuruh ketika mobilnya sepertinya benar-benar berhenti di depan rumahku.

"Assalammualaikum.. "

Suara Tante Qosri bersamaan dengan suara tawa ringan orang-orang benar-benar membuatku ingin kabur saat ini juga.

"Nduk Atsna, ayo sini.."

Panggilan Ibu membuatku semakin panik. Aku menatap pantulan bayanganku dicermin lagi sekilas sebelum benar-benar pergi menemui tamu yang kami nanti sejak tadi.

Dengan langkah takut-takut aku menuju ruang tamu. Bahkan aku berjalan sembari menunduk karena malu dan nervous. Aku pun bersalaman dengan Tante Qori dan ibu Mas Irshad dengan disaksikan ayahku dan ibuku. Sungguh aku benar-benar tak ada nyali hanya sekedar melihat bagaimana rupa Mas Irshad.

"Nak Atsna kecil ya manis imut-imut.." ujar ibu Mas Irshad setelah aku mencium tangannya yang membuatku refleks melihat wajah beliau yang tengah tersenyum manis ke arahku yang langsung kubalas dengan senyuman termanis yang kuusahakan. Ibunya benar-benar mempunyai wajah yang cantik.

Kemudian dengan canggung aku beralih ke arah Mas Irshad yang duduk di ujung kursi. Masih dengan menunduk aku melihatnya menyatukan tangannya. Kalian paham maksudku? Artinya dia tak ingin bersalaman denganku. Sepetinya dia tidak mau skinship dengan perempuan. Aku pun akhirnya ikut menautkan kedua tanganku sembari tersenyum ke arahnya. Dengan mengumpulkan keberanian akhirnya dengan takut-takut aku melihat wajahnya sekilas.

Subhanallah! Ganteng.

🌷🌷🌷



M A R R I E D ?  ?  ? Where stories live. Discover now