22. Kenapa?

1.4K 310 39
                                    

"Cantik sekali kamu, nduk..."

Itulah yang pertama kali dilontarkan nenek Mas Irshad ketika melihatku. Lalu beliau mencium pipiku dan menyentuhnya lembut dengan penuh sayang. Membuat hatiku seketika menghangat.

"Tadi dijemput sama Irshad?"

Aku tersenyum lembut sembari menggeleng pelan sebagai jawaban. Pandangan nenek beralih ke cucunya seolah meminta penjelasan.

"Tadi Irshad sibuk banget ngurus ini itu di rumah Mbah jadi nggak sempat. Belum lagi Irshad juga urus izin nggak masuk kantor buat Irshad sama mama."

"Nggak apa-apa kok Mbah," aku memegang lengan beliau lembut.

"Rumah Atsna nggak jauh juga," lanjutku.

Nenek dari calon suamiku itu menuntunku membawaku ke sofa yang ada di rumah Irshad untuk duduk berdampingan. Beliau ini sangat cantik walaupun sudah berumur. Tak heran jika calon ayah mertuaku memiliki paras yang bisa dibilang tampan di usianya.

"Shad, kamu itu jangan cuek-cuek sama perempuan. Ini sudah calon istri masa iya kamu masih kaku gitu," tegur Om Prisma yang merupakan adik dari ayah Mas Irshad.

"Iya loh Shad kamu ini! Mbokya dikurangin itu cueknya," timpal istri Om Prisma.

Sementara Mas Irshad hanya menunduk dan tersenyum simpul.

"Ya gitu emang Irshad itu dek. Kamu banyak sabar aja kalau sama dia.."

Aku hanya tersenyum.

"Katanya ibunya Irshad kamu guru ya, nduk? Ngajar apa cah ayu?" Tanya nenek Mas Irshad.

"Saya ngajar Matematika Mbah, baru mau jalan satu tahun ini.."

"Belum lama lulus kuliah ya berarti?"

"Nggih om," jawabku.

"Lulusan mana?" Kali ini istri dari Om Prisma yang bertanya.

"Dari Universitas Negeri Malang sama kayak aku."

"Lho kenal di kampus berarti?"

"Enggak om. Dia baru masuk aku udah wisuda."

"Berarti satu angkatan dong yah sama Devi menantu kita," ujar istri Om Prisma. "Angkatan 2011 ya berarti?"

"Bukan tante, saya angkatan 2012."

"Masih muda kok nggak kuliah lagi?"

"Enggak Om, saya sudah pengen ngajar."

"Kalau Devi menantu saya kuliah juga di sana. Lulus S1 bimbingan konseling langsung ambil S2, sekarang sudah jadi dosen juga di kampusnya."

Kemudian Om Prisma dan istrinya justru sibuk menceritakan menantunya yang jadi dosen itu. Mas Irshad juga sesekali menimpali. Tidak tau kenapa aku menjadi sedikit berkecil hati dengan profesiku sebagai guru honorer ketika Om Prisma terus menceritakan menantunya. Padahal aku selalu bangga dengan profesiku ini.

Di tengah obrolan mereka aku hanya diam. Entahlah, aku merasa sulit untuk membaur dalam obrolan keluarga mereka. Aku merasa sedikit tidak nyaman.

"Dewi tadi marah lo Shad waktu aku kirim foto kamu pas bawa minum. Katanya lho mama ke rumah Mas Irshad kok nggak ngajak aku, ya tak bilangin kalau ini takziah."

Mas Irshad terkekeh mendengar cerita itu.

"Berarti Dewi tadi pulang sekolah nggak ada orang dong, Te?"

"Iya lah, lha ditinggal ke sini semua."

Aku yang tidak tau siapa itu Dewi semakin terdiam. Rasanya aku ingin menghilang detik ini juga.

M A R R I E D ?  ?  ? Where stories live. Discover now