23. Aku Takut

2.3K 337 61
                                    

Untuk pertama kalinya aku terlibat pertengkaran secara langsung dengan Mas Irshad. Biasanya kami hanya berdebat lewat chat dan kesalku pun langsung hilang ketika kami sudah bertemu. Rasanya sakit sekali walaupun ia sama sekali tidak menggunakan nada tinggi. Bahkan aku hampir menangis ketika menatap matanya.

"Tadi aku nggak bisa jemput kamu. Aku nggak enak dong sama orangtua kamu kalau aku biarin kamu pulang sendiri."

"Dek, ayolah aku nggak mau berantem sama kamu oke?!"

Kata-katanya masih terus terngiang di kepalaku. Dan itu sangat membuatku sedih. Sebenarnya dia menganggap ku apa? Apakah wajar sikap seorang laki-laki kepada calon istrinya seperti itu? Ditambah lagi dia seperti sama sekali tidak ada usaha untuk membuatku dekat dengan keluarganya.

Apakah pikiranku ini terlalu berlebihan?

Sepertinya aku perlu shalat istikharah lagi untuk memastikan semuanya. Namun aku juga takut jika ternyata Mas Irshad bukan jawaban dari istikharahku. Kami sudah berjalan sejauh ini. Aku takut membuat kecewa banyak pihak.

Sejujurnya sejak pulang dari takziah minggu lalu aku sama sekali tidak menghubunginya. Ia pun juga sama, tidak menghubungiku kembali. Semakin aku dibuat gundah gulana olehnya. Ketika ia mengantarku pulang pun kami tidak saling bicara. Setelah sampai rumah aku langsung ke kamar ganti baju dan shalat isya. Sengaja aku berlama-lama di tempat shalat sampai akhirnya Mas Irshad pulang baru aku keluar dari tempat shalat.

Aku dan Mas Irshad tidak saling menghubungi sudah satu minggu. Padahal minggu depan harusnya gantian dari pihak keluargaku yang ke rumahnya, kalau orang Jawa istilahnya singsetan. Sengaja aku biarkan karena aku berharap dia duluan yang menghubungiku.

Tapi sepertinya harapanku itu harus sirna. Tetap harus aku dulu yang menghubungi karena hari ini sebenarnya aku ada janji ke pernikahan teman SMA ku bersamanya, sekalian aku kenalkan dia ke teman-temanku. Kami sudah membahas ini sejak sebelum aku ke rumahnya untuk takziah. Ia bilang belum pasti juga sebenarnya, karena dia harus ke Surabaya dari hari Kamis dan dia tidak yakin Minggu sudah di Lumajang.

Aku sudah menghubunginya tadi pagi untuk memastikan apakah dia jadi bisa menemaniku atau tidak. Teman-temanku seperti Audy, Vio, dan Evita katanya penasaran ingin bertemu langsung dengan calon suamiku itu. Ketika aku membuka ponselku berharap sudah ada balasan darinya ternyata masih centang satu. Membuatku semakin gelisah karena ini sudah pukul 2 dan acaranya pukul 3 sore.

Akhirnya aku pergi ke acara pernikahan itu seorang diri. Dan tentu saja itu membuat teman-temanku bertanya-tanya.

"Lhoh kok kamu sendiri Na?" Tanya Audy sembari menengok belakangku sembari memastikan apakah aku benar-benar sendiri.

Aku tersenyum lalu membalas, "Iya, dia ada acara perusahaan di Surabaya belum pulang."

"Oalaa.. tau gitu tadi aku jemput sekalian biar kita bareng berempat. Aku tadi bawa mobil soalnya," sahut Vio.

Aku sengaja tidak mengabari temanku karena aku masih berharap Mas Irshad tiba-tiba menghubungiku dan bisa menemaniku. Namun nyatanya itu hanya harapanku belaka karena sampai sekarang chatku masih centang satu.

"Rumahku kan nggak searah. Kasian kan kalau kamu nanti bolak-balik Vi," kilahku. Karena tidak mungkin juga aku menceritakan kalau aku tidak bisa menghubungi calon suamiku sejak pagi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 04, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

M A R R I E D ?  ?  ? Where stories live. Discover now