7. First Chat

5.1K 1K 225
                                    

Sudah lima hari sejak pertemuanku dengan Irshad Maulana Adi. Selama lima hari ini juga tak ada kabar sama sekali darinya. Dia bahkan tak menghubungiku, hanya sebuah pesan yang isinya 'test' itu saja isi chat Whatsapp terakhir darinya. Bahkan sampai berkali-kali aku lihat last seennya. Sebenarnya aku tak terlalu berharap juga dia menghubungiku. Hanya saja ibuku terus menanyakannya sampai membuatku jengah.

"Irshad nggak ngehubungin kamu, Na?"

Entahlah, sepertinya ini sudah ke tiga kalinya ibuku menanyakan hal ini dalam satu hari. Sudah seperti minum obat saja.

"Belum, Bu. Kalau dia hubungin Atsna, Atsna pasti bilang nah sama Ibu," jawabku malas.

Bukan hanya ibuku, bahkan kakak tertuaku Kemal Yusuf Setiawan juga beberapa kali menanyakannya ketika berkunjung ke rumahku. Ya, Mas Kemal dan istrinya Aninta Priyanti sering ke rumah kami hanya sekedar main atau menitipkan dua putranya yang masih balita dan batita. Karena mereka berdua sering main ke rumah tentunya Mas Kemal dan Mbak Anin tahu tentang perkenalan minggu lalu.

"Atsna," panggil ibuku.

"Hm?"

Ibuku berjalan menghampiriku yang masih sibuk mengoreksi ulangan harian yang ada dua tumpuk. Lalu Ibu duduk di sebelahku, membuatku menghentikan aktivitasku dan beralih menatap beliau.

"Kamu udah diliat sama laki-laki. Kamu jangan terlalu deket sama laki-laki lain. Dia dulu gagal sama yang sebelumnya karena hal itu."

Aku hanya memutar bola mataku malas. Ayolah bukankah ibuku terlalu berlebihan? Aku dan Mas Irshad belum sejauh itu. Sangat terlihat jelas bahwa ibuku benar-benar berharap pada laki-laki itu, dan ini hanya akan semakin membuatku merasa terbebani.

"Bu, Ibu udah beneran suka ya sama dia?"

"Ya iyalah, Na. Ibu rasa dia adalah jawaban dari doa Ibu selama ini. Doa Ayah kamu juga."

Tapi Bu, dia nggak tertarik sama Atsna. Atsna harus gimna?

Aku pun akhirnya memilih melanjutkan aktivitasku mengoreksi ulangan. Membahas masalah perkenalanku dengan Mas Irshad hanya akan membuatku gundah gulana. Bukan karena aku tertarik dengannya, tapi karena ibuku. Ya, hanya karena ibuku.

"Na, tapi kamu jangan hubungin dia duluan loh ya!"

"Ih ya nggak lah Bu. Emang Atsna cewek apaan?!" Tentu saja aku tak akan menghubunginya duluan. Prinsipku, jadi perempuan itu harus ada harganya. Kalau kita tak bisa meghargai diri sendiri bagaimana orang lain akan menghargai kita.

"Ya udah Ibu mau bikin kopi dulu buat Ayah, udah sore."

Ibuku pun berlalu pergi meninggalkanku.

"Ini aku yang ngejelasinnya kurang jelas apa gimana sih? Perasaan waktu habis aku jelasin ditanyain paham apa nggak iya-iya aja, disuruh nanya juga katanya udah paham," gerutuku ketika melihat nilai dari beberapa siswaku sangat memprihatinkan. Asal mereka tahu bukan mereka saja yang pusing kalau nilainya jelek, gurunya pun tak kalah pusing.

Drrt drrrt...

Suara dari getaran ponselku mengalihkan atensiku dari lembaran yang penuh coretan tinta merah di tanganku ini. Aku ambil ponselku yang posisinya tak jauh dari aku duduk. Seketika aku langsung memekik tertahan kala melihat ada pesan masuk dari aplikasi Whatsapp.

Mas Irshad

Assalammualaikum
Gmn kabarnya?

"IBU! DIA WHATSAPP AKU..."

Astaghfirullah aku tak sadar sampai berteriak sekeras itu. Aku juga bingung bagaimana bisa aku merasa amat senang ketika mendapati pesan itu. Bahakan saking senangnya samapai tanganku gemetaran. Perasaan macam apa ini? Aku merasa bebanku sedikit berkurang.

M A R R I E D ?  ?  ? حيث تعيش القصص. اكتشف الآن