One Hour: Kiss?

4.2K 206 1
                                    

Malu-ku di malam ini saja masih belum berkurang sampai keesokan harinya, malam di mana aku dan Ben pergi ke pernikahan temannya. Malam itu aku sebisa mungkin menjauhinya. Tak mau tiba-tiba merasakan serangan jantung yang bisa membuat malu diriku sendiri.

Malam itu aku mengenakan dress berwarna hitam. Dress tersebut dibelikan oleh Ben. Sebelumnya aku merasa sangat senang saat ukuran dress itu sangat pas di tubuhku. Namun bisikan, entah dari mana lewat, bahwa mungkin itu bukan pertama kalinya ia membelikan seorang wanita pakaian. Bahkan ia sampai hafal ukuran untuk tubuhku.

Huh.. aku menghela nafas kecewa saat keluar dari kamar dan berpapasan dengan Ben.

Ben menatapku beberapa detik dan berkata, "kau sudah siap? Ayo kita pergi."

Dan malam itu kami pergi ke pernikahan, temannya Ben, tentu saja.

~*~

Aku dan Ben sudah sampai. Kami langsung masuk ke acara pernikahan yang diadakan secara indoor itu. Ben kembali menarik tanganku. Setidaknya sejak aku dan dia turun dari mobil, ia tak pernah melepaskan tangan ini.

Gila! Ini gila. Apa ia tidak tahu bahwa frekuensi detak jantung ini sudah melonjak naik.

Dan kini ia mengajakku ke ujung dari karpet yang digelar di tengah. Kami bak sepasang pengantin yang berjalan menuju altar pernikahan. Bedanya, kami tak mengenakan pakaian pengantin dan suasanan tak berlangsung khidmat. Karena para tamu undangan sedang sibuk bercengkrama dengan yang lain.

"Ben," tegurku merasa malu atas apa yang ia lakukan.

"Ayo kita langsung bersalaman dengan pengantinnya," kata Ben.

"Iya." Aku mengikuti saja.

Kami bersalaman dengan pengantinnya. Dimulai dengan Ben bersalaman dengan pengantin wanita kemudian lanjut ke pengantin pria.

"Wah, Ben, sudah lama kita nggak ketemu," kata si pengantin Pria yang bernama Ade itu. Ia juga sambil merangkul Ben.

Aku ingat saat di mobil tadi, kutanya pernikahan siapa yang akan kami hadiri, Ben menjawab, "Pernikahan teman SMP-ku." Pantas saja mereka sudah lama tidak bertemu.

"Iya, nih. Selamat ya, Bro," jawab Ben seraya membalas rangkulan Ade.

"Eh, Ben, gue denger lo punya tunangan, ini tunangan lo?" Ade melirikku.

Aku yang dilirik oleh Ade menjadi sangat terkejut. Dengan mata melotot aku gantian melirik Ade dan Ben. Aku tidak tahu harus menjawab apa.

Ben membalas dengan tawaan. "Sekali lagi selamat ya, Bro." Ben menepuk bahu Ade dua kali dan langsung menuruni tangga tempat kedua pengantin berada.

Tuhan.. apakah Ben menganggapku dan menceritakanku ke teman-temannya bahwa aku tunangannya? Secepat itukah?

~*~

Sisa dari malam itu aku dan Ben lebih banyak diam. Sepanjang jalan di mobil, kami tak ada yang berbicara sama sekali. Kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Aku ingin menanyakan lebih lanjut mengenai pertanyaan temannya tadi. Namun, entah mengapa aku tak bisa melontarkannya.

Setelah kami sampai di depan pintu apartemen, Ben masuk duluan. Aku menutup pintu di belakangku dan melihat Ben sudah berdiri beberapa langkah di hadapanku dan menatapku. Jantungku kembali menjadi tak keruan ketika kusadari tatapan Ben berbeda dari biasanya. Kali ini terlihat seperti....

"Maaf soal tadi," kata Ben tanpa bergerak sama sekali.

"Kumaafkan," jawabku. Kurasa ada jiwa yang lain di diri Ben saat ini. Ia menatapku dengan cara yang berbeda sekali. "Tapi, Ben. Aku mohon jika kau tak bisa mempertanggungjawabkan perbuatanmu, jangan seenaknya berbuat. Kau tak tahu bagaimana perasaanku."

Kalimatku itu penuh arti. Tentang ia yang sudah membuat jantungku berdetak lebih cepat, juga tentang tunangan itu.

Ben tak lagi menjawab. Aku pun melangkahkan kaki melewati Ben, hendak menuju kamar. Dan tiba-tiba Ben memegang lenganku dan membalikkan tubuhku ke arahnya.

"Aku bisa," ucapnya parau, emosi seakan memenuhi kedua kata tersebut.

Setelah itu Ben memindahkan tangannya dari lenganku ke kedua pipiku. Dan dengan lembut ia melayangkan ciuman ke bibirku. Sangat lembut. Aku ingin ia berhenti sebelum semuanya terlambat. Sebelum perasaanku tak bisa lagi mengelak bahwa Ben memang tak punya perasaan yang sama denganku. Namun saat kecupannya berubah menjadi lumatan-lumatan yang terus membuka bibirku agar lebih lebar lagi, diriku tak bisa lagi menolaknya.

Detik ini saja.. detik ini aku ingin menikmati saat-saat aku dekat dengannya. Mengingat bagaimana aromanya, bagaimana cara ia menciumku malam mini.

Juga menghilangkan segala prasangka bahwa ia tak menyukaiku.

Untuk malam ini saja.











Berlanjut ke bab One Hour: 08.40 A.M

~*~

Maaf ya kalau part ini pendek banget. 

Semoga kalian menikmati. Terima kasih sudah membaca.

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote dan komentar. Jangan cuma bayangan aja. Hehehehe.

One Hour [COMPLETED]Where stories live. Discover now