18 Os. Be Quiet

666 60 41
                                    

Membar HetriSQ yang paling sibuk, Hioneee

Pair : WinkDeep
Genre : Fanfiction------:):
Rated : T

[📖]

    
   
"Merah atau kuning?"

Bae Jinyoung menoleh, melirik sekilas barang yang sedang ditawarkan Park Jihoon padanya; dua beanie berbeda warna. Ia diam sebentar, sebelum mengambil beanie berwarna kuning. Kemudian, memakainya dan tersenyum manis. Menggumamkan ' Terimakasih' tanpa suara dengan riang.

Jihoon ikut tersenyum separuh; menarik sudut bibirnya kaku sedikit tidak enak hati. Melupakan seutuhnya bagaimana air conditioner berhembus tidak kurang dari dua puluh derajat tepat mengenai tengkuknya. Dengan jendela terbuka lebar menghantarkan angin beraroma panas. Ia melenguh, menarik napasnya canggung dan memilih menatap alam luar; di mana daun-daun coklat mulai jatuh layaknya musim gugur yang masih lama sekali—ini masih awal musim panas dimulai. Gelombang yang biasanya terjadi pertengahan atau akhir dari musim ini belum tampak sama sekali, jadi, dia tidak tahu kenapa memilih menghamburkan uang dengan menyalakan air conditioner padahal jendela sedang terbuka.

"Kau mau pergi ke kolam saat gelombang panas terjadi?" Jihoon melirik kertas ternoda warna di atas meja; di samping mangkuk kue beras pertigaan sebelum lampu jalan pertama rumah keluarga Park. Mereka sudah berlangganan di sana sejak masih Sekolah Dasar, rasa olahan tepung kanji yang lembut dengan potongan cokelat meleleh ketika dipanggang membuat siapapun tak akan bosan. Lalu, kembali menatap dedaunan.

Tak ada jawaban dari Jinyoung untuk beberapa saat, hanya terdengar gesekan benda dan deritan pensil membentuk aksara di lembaran. Anak bungsu keluarga Park melirik lagi, mendapati sebuah post-it tersodor tepat di depan wajahnya, bertuliskan, "Pasti akan penuh! Aku tidak mau!"

Jihoon menghela napas, mengalihkan tatapannya pada kertas yang sedang remaja Bae warnai; penuh dengan warna biru, hanya tingkatan cerah yang membedakan—membuat suatu lukisan abstrak. Dia berpikir itu mungkin lautan, alih-alih langit yang memiliki beberapa perbedaan warna hingga putih terhampar di atas sana. Terkadang, pikiran remaja kelahiran 29 Mei itu agak berbeda dari yang lain. Seperti menyukai warna neon, tidak seperti remaja lelaki biasanya yang menjunjung kejantanan tinggi—hitam atau warna kelabu gelap lainnya.

"Kita sedang berdua, Bae." Jihoon masih menatap kertas gambar itu, tetapi kedua tangannya merambat mendekat, menggenggam tangan orang di depannya yang bebas tidak melakukan kegiatan, "tak apa," ujarnya separuh berbisik, "tak apa untuk bersuara."

Jinyoung menoleh. Menatap wajah yang menunduk sibuk mengusap salah satu tangannya dengan pandangan sendu. Ia bergeming, merasa kasihan, tetapi tidak tahu harus bagaimana. Dia tahu, Jihoon merindukan suaranya, sangat, sampai rela mengemis kepada semua orang yang pernah merekam suara Bae Jinyoung barang sedetik saja untuk didengarkan sebagai pengantar tidur----atau penenang. Dia tahu, bagaimana kepayahan seorang Park Jihoon untuk mengerti dan hanya tersenyum ketika sebuah kertas tersodor di depannya alih-alih suara yang menjawab ucapannya.

Dia tidak bisu. Dia bisa bersuara, dia bersua. Dokter mengatakan pita suaranya baik-baik saja terlepas dari kecelakaan yang bahkan tanpa ada luka, hanya menimbulkan sedikit syok berujung tak berbicara hampir selama setahun belakangan.

Jinyoung menolak untuk berbicara, menutup telinga dari belas kasihan para sahabat, menutup telinga dari permintaan memelas Jihoon-Hyung nya, menutup telinga dari cibiran orang-orang, dengan senyuman manis seakan tak terjadi apa-apa.

Sampai, ia merasa kulit tangannya basah. Tersapu tetesan air mata yang jatuh berlomba-lomba manifestasi badai hati muram. Jihoon terluka, dia seakan tak berarti apa-apa, tidak punya peran.

Produce101Où les histoires vivent. Découvrez maintenant