2. Antar Lagi?

32.2K 1.6K 152
                                    

Cowok yang sedari tadi bersama Rara, bernama lengkap Aldrian Setya Ramadhan. Siswa baru di SMA Semesta yang begitu membuka helm di parkiran sekolah, tak butuh waktu lama untuk membuat para cewek gempar.

Cowok yang ketika berjalan ke kelas, langsung membuat cewek-cewek membentuk barisan di sisi kanan dan kirinya secara otomatis, lalu mengekorinya. Yang begitu tersenyum saat memperkenalkan diri di kelas 12 IPS-3, seketika membuat kaum perempuan di dalamnya terbengong-bengong, tak berkedip, tak bergerak, bahkan beberapa ada yang hampir tergeletak pingsan!

Ia kira karena motor kesayangan sedang masuk bengkel, maka akan memberikan efek signifikan. Ternyata tidak. Meski beberapa di antara para cewek itu ada yang bersikap cuek, namun sesekali tetap mencuri-curi pandang ke arahnya.

Akan tetapi, alih-alih menatap kagum ataupun bersikap sok cuek, namun diam-diam mencuri pandang apalagi tergeletak pingsan, Rara justru menatapnya seakan-akan ia adalah seorang pembunuh berdarah dingin! Meski sempat tersenyum, namun cewek itu tak bisa menyembunyikan kesan ketakutan pada wajahnya.

Bahkan saat berkali-kali Drian melirik melalui spion tatkala berboncengan sekaligus mengajak berkenalan, yang cowok itu dapatkan hanya kekakuan dalam sikap maupun tanggapan, karena sepertinya masih ada keraguan dari cewek itu bahwa dirinya bukanlah penculik.

Dengan suasana semacam itu, maka informasi yang bisa didapat hanyalah nama panggilan dan tempat tinggal cewek termaksud. Rumah yang kini Drian duduki salah satu kursi ruang tamunya. Rumah cewek yang bahkan belum mengetahui siapa namanya. Sebab, belum sempat Drian menyebutkan nama, Rara sudah memintanya berbelok kiri di persimpangan perempatan depan.

Dan itu berarti, Drian berhutang perkenalan nama pada cewek itu. Ia pun berhutang tenaga, karena Rara bersedia menunjukkan jalan pulang yang belum ia hafal, untuk kedua kalinya pada hari pertama pertemuan mereka ini. Drian sadar, ia memang merepotkan dengan cara konyol dan menggelikan.

Belum hafal jalan?

Seharusnya, cowok itu memanfaatkan teknologi untuk mencari alamat rumahnya. Hanya saja, telepon selulernya sedang mati suri. Memaksanya bertemu dengan cewek yang saat ini sedang menuju ke arahnya dengan sebuah sisir di tangan itu. Cewek yang entah mengapa seolah menautkan sesuatu kepadanya, sehingga dengan bodohnya ia meminta untuk diantar pulang lagi. Kebodohan kedua setelah tak melewati jalur yang tadi pagi, hanya untuk berkeliling sekaligus menghafal jalan yang sebetulnya tak terlalu perlu. Juga menghindari cewek-cewek yang sudah menunggunya. Itu berarti, tanpa sadar ia telah melunturkan kadar kemaskulinan diri, meski dalam keadaan darurat begini.

Meski begitu, harus diakui bahwa teh hangat buatan Rara sesuai seleranya. Tak terlalu pahit, pun tak terlalu manis. Atau mungkin, pembuatnya memang jauh lebih manis?

Drian menatap cewek yang kini berdiri di hadapannya dengan rambut yang sedikit basah itu. Beberapa saat selepas menyuguhkan minuman kepadanya tadi, Rara memang berpamitan untuk membersihkan tubuh.

Rara menyisir rambutnya sebentar. "Maaf ya, lama mandinya."

"Nggak juga. Dua puluh menitan aja, kan?" sahutnya, memberikan pertanyaan lain. Matanya mendapati Rara sudah duduk pada salah satu kursi di depannya.

"Emmm. Beneran, minta gue buat nganterin pulang lagi?"

Drian mengangguk, sekaligus merasa lega karena Rara menuruti permintaannya untuk berbicara tak seformal tadi. "Iya. Gue beneran belum hafal jalan."

"Emangnya pindah ke Jalan Jati masih berapa hari?"

"Udah empat hari ini."

"Terus, selama itu nyasar terus?"

"Nggak, sih." Drian menjelaskan bahwa ini adalah hari pertama ia bersekolah, setelah beberapa hari sebelumnya harus mengurus administrasi kepindahan. Sebenarnya, ia sudah diberi tahu oleh pamannya mengenai jalan mana saja yang harus dilewati. Hanya saja, ia lupa. Terlebih, jalur yang tadi sore ia lalui memang banyak persimpangan. "Untung kita ketemu."

Garis InteraksiWhere stories live. Discover now