24. Reaksi

9.6K 717 16
                                    

Tampak Kina dan Fatma tengah menuju kelas sambil mengobrolkan sesuatu, kian mendekati tempat tujuan. Langkah mereka begitu santai, karena tadi sudah mendapat pemberitahuan bahwa jam pelajaran setelah istirahat kali ini akan kosong karena ada rapat guru, sekurang-kurangnya dalam waktu satu jam pelajaran.

"Ternyata pacarnya Drian itu sekolah di sini." Fatma memberitahukan kepada Kina dengan perasaan entah.

"Jangan bilang, kalau pacarnya Drian itu gue!" sahut Kina narsis.

"Sembarangan!" Hampir saja, sebuah jitakan dari Fatma mendarat mulus di kepala lawan bicaranya. "Bukan!"

"Kirain lo bakal khilaf nyebut nama gue," sahut Kina, seraya senyam-senyum tak jelas seperti biasanya, mengabaikan dengusan Fatma. "Terus siapa, nama pacar Drian?"

"Lo pasti nggak nyangka, kalau gue bilang. Gue juga tadinya nggak nyangka, Kin. Sumpah!"

"Ya siapa, pacarnya Drian!?" tanya Kina tak sabaran.

"Rara."

"Oh, Rar-" Kina mengangguk-angguk, bersamaan dengan memelannya suara dan langkahnya, seolah ada yang mengganjal. "Maksudnya, Rara kelas berapa!? Rara yang mana!?" tanyanya heboh, setelah menyadari ganjalan di benaknya.

"Rara kelas kita. Emangnya di sekolah kita ada berapa Rara, sih?" jawab Fatma, sekaligus memberikan pertanyaan lain. "Ratu, Rania, Citra, Clara, Andara, Tara, Viara, Ira, Vera, Rana, Diandra. Biarpun nama mereka ada Ra-nya, tapi panggilannya bukan Rara." Kalimat yang terucap dari mulut Fatma itu, seketika menghentikan langkah Kina. Membuat Fatma melakukan hal yang sama, lalu mereka saling berhadapan.

"Maksud lo Rara-" Kina memikirkan kemungkinan yang bisa saja terjadi, sembari menatap Fatma. "Rara... Rara... Rara Annada Ramadhina?" tanyanya mulai tergagap. "Pastinya bukan Rara yang itu, kan?" tanyanya lagi, memastikan siapa orang yang Fatma maksud. Masih mengelak dan sangat menghindari kemungkinan pertama yang ada dalam bayangannya.

"Rara yang itu."

Kina tertawa garing. "Ngaco, lo! Nggak mungkin, Rara yang itu! Gue yakin seratus persen!" balasnya sangat yakin.

Fatma berdecak. "Ini anak dibilangin nggak percaya. Kabarnya lagi santer, kali. Lo sih, nggak ngikutin perkembangan segala! Tumben. Drian sendiri yang ngaku dia pacaran sama Rara. Annada Ramadhina, anak kelas kita. Udah tiga bulanan, Kin! Gue juga tahu barusan, pas buka grup Line gue. Kurang jelas gimana!?"

"Rara? Annada Ramadhina!?" tanya Kina, masih belum percaya.

"Iya. Emangnya siapa lagi, kalau bukan dia!?"

"... Gue penasaran banget sama pacarnya Drian, gimana orangnya. Lagian Drian nggak pernah nge-tag pacarnya juga, di media sosial. Percintaan ini cowok, beneran misterius!"

Kina ingat pernyataan itu. Pernyataan yang hampir ia sesali, jika akhirnya akan mengetahui bahwa pacar Drian adalah cewek yang sering mengobrol dengannya, karena tempat duduk mereka hanya dibatasi meja yang ia tempati.

"Rara..." Kina benar-benar tergagap. "Yang... yang... yang tempat duduknya tepat di depan gue? Yang... yang... yang jaraknya cuma selebar meja sama tempat duduk gue?" Ia mengumpulkan fakta untuk memperjelas maksud Fatma, sekaligus kian tergagap. Tangannya terkibas-kibas cepat, berharap dapat memperlancar ucapannya. "Pokoknya, batesnya cuma meja gue! Beneran, Rara yang itu!?" Cewek itu memastikan kembali.

Fatma mengangguk saat itu juga. "Beneran. Kalau bukan Drian yang ngaku, gue juga nggak bakal percaya. Lo nggak nyangka, kan?"

"Banget, lah! Samsek! Sama sekali!" sahut Kina, mulai melangkah lagi. Cewek itu ingin segera tiba di kelas. Merasa harus melakukan sesuatu untuk mempertegas kabar yang ia dapatkan. Ia benar-benar belum percaya. Karena biasanya, informasi dari Fatma akan nihil kebenarannya, meskipun tak selalu.

Garis InteraksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang