Ending?

1.2K 107 19
                                    

This is the last day dari 30 hari menulis bersama. Terus terang, aku menulisnya dengan rasa sedih. 30 hari bersama dengan Bhin, Tunggal, Tomas, Asep, Rarina dan Yang Mulia Mbah Putri, membuatku terbiasa hidup dengan mereka.

Melek mata, langsung inget buat nulis. Hahaha. Karena itu, plot akan sedikit kupanjangkan. Mungkin sekitar 10 chapter lagi atau lebih, tergantung permintaan kalian nih. Jadi jangan lupa buat komen ya. 😉😉

Enjoy reading.
***

Mbah Putri's pov

Dengung mesin menyambut ketika mataku terbuka perlahan. Di mana ini? Pikirku sambil memperhatikan ruangan perawatan ini. Hampir saja aku terpekik ketika melihat di seberang tempat tidurku ada seorang gadis yang wajahnya separuh lebam, sedang memakan cornflakes sambil tertawa menonton film kartun.

"Rari, wajah kamu parah ya?" Tanyaku serak.

Rarina tersentak menolehku, menggeleng lalu tertawa lebar. Dia bergegas menaruh mangkok di nakas sebelah tempat tidurnya lalu turun dan menghampiriku.

"Mbah, udah sadar?" matanya berbinar-binar senang. Aku mengangguk pelan. Rasanya tubuhku aneh sekali. Ada apa denganku?

Rarina sepertinya menangkap rasa takut yang berkilat di mataku. Dia buru-buru menggenggam tanganku lembut dan berbicara pelan.

"Mbah pingsan kemarin. Kecapekan. Dokter bilang ada gangguan irama jantung karena capek dan stres. Tapi kondisi Mbah bagus kok sekarang. Mbah mau minum?" tanyanya sambil menyodorkan gelas air minum dengan sedotan.

"Yang lain kemana, Ra? Itu muka kamu nggak apa-apa?" Aku penasaran sekali sama kondisi cucuku satu ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Yang lain kemana, Ra? Itu muka kamu nggak apa-apa?" Aku penasaran sekali sama kondisi cucuku satu ini. Rarina begitu lembut dengan wajah yang cantik, aku membelai wajahnya perlahan.

"Nggak apa-apa, Mbah. Sebentar lagi juga sembuh kok. Dokter nanti akan kasih surat pengantar supaya Rari bisa istirahat kuliah dulu sampai warna lebamnya memudar atau hilang." Aku paham sekarang, tentu dia senang bisa dapat tambahan libur kuliah.

"Bhin sama Asep lagi beli sarapan. Mas Tunggal sama Bang Tomas lagi pulang ke rumah, beberes dulu. Terus nanti sore Om Pras, Om Tio dan Om Hasan akan datang Mbah." Rarina menyebutkan nama anak-anakku. Ah, pasti mereka panik mendengarku masuk rumah sakit. Memang selama ini, aku terhitung jarang sakit. Tentu mereka kaget saat aku mendadak sakit. Mendadak aku tersadar.

"Kamu bilang tadi Bhin sama Asep? Mereka udah baikan Rari? Bhin uda sembuh dari sakit bengongnya?"

Rarina tertawa lebar mendengar berondongan pertanyaanku. Aku penasaran sekali. Terakhir yang aku ingat, Bhin seperti orang linglung selama satu minggu.

"Sudah baikan dengan sukses, Mbah. Seenggaknya grup whatsapp kami nggak sepi lagi." Rarina mengacungkan handphone dengan tampilan grup yang penuh dengan tulisan berbalas satu sama lain itu. Aku mengucap syukur dalam hati dan tersenyum menatap Rarina. Berarti tinggal Tunggal dan Tomas, pikirku.

Bhinneka Tunggal Family (Completed)Where stories live. Discover now