Berbeda Bukan Berarti Tidak Dapat Bersatu

1.2K 101 15
                                    

Haiii.
Maafkan yaaa aku baru update lagi setelah seminggu berkutat dengan kondisi badan yang kurang baik.

Ini part ekstra yang di request banyak orang. Tentang kenapa namanya Tunggal, padahal dia jelas-jelas punya adik.

Semoga suka ya 😉😉
**

Tunggal's pov

Jogja hari ini panas banget, bahkan sampai sore hari gini masih saja panas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jogja hari ini panas banget, bahkan sampai sore hari gini masih saja panas. Ac pun terasa seperti angin sepoi yang melawan Raja Matahari. Kalah total. Kaos yang gue pake aja sampai hampir kuyup gini dan bikin gue nggak berani angkat tangan buat pegangan di dalam bus TransJogja yang penuh. Bukan karena takut bau badan, gue malu aja kalau keliatan kebas - ketek basah. Tapi bayarannya lumayan aduhai. Gue kelempar-lempar kaya adonan roti di dalam bus. Kayanya keluar dari sini bakalan jadi lemper. Eh tadi, gue ngomongin roti apa lemper?

Gue mengarahkan pandangan ke dalam bus yang padat seperti sarden-sarden di dalam kaleng. Siapa tau ya nemu ada sekuntum mawar merah muda di belantara pasukan ketek basah. Loh, kenapa ibu-ibu malah senyumin gue sih? Emang gue lucu kali ya nggak mau pegangan?

Ibu itu terlihat berbisik-bisik dengan penumpang di sebelahnya sambil menunjukku. Kayaknya ini pesan berantai deh. Akhirnya penumpang di sebelah gue, nyolek. Gue menoleh dengan sumringah, kira-kira pesannya apa ya?

"Nganu, Mas. Nganu, itu resleting kebuka," kata Mas-mas di samping gue dengan sungkan. Terdengar suara cekikikan orang-orang.

Mampus gue, kata gue dalam hati sambil buru-buru merapatkan resleting celana. Sampai di halte Monjali, gue buru-buru turun. Kabur dari kenyataan.

Rumah Mbah, masih ramai. Kemarin Mbah baru saja pulang dari rumah sakit, jadi Ayah-ayah kita nemenin. Om Pras, Bapaknya Asep lewat sambil menyahut ucapan salamku. Dia membawa gunungan kasur gulung yang tadi malam dipakai tidur. Rarina yang lagi nggak kuliah dapat jatah kerjaan masak. Sepupu-sepupu gue yang lain masih kuliah.

Setelah menaruh barang, mengganti kaos yang super duper lepek wangi matahari, gue nyari Mbah. Sebuah hal yang reflek gue lakuin setelah tinggal di rumah ini.

Mbah sedang dalam posisi setengah duduk ketika gue masuk. Sambil menyendok sup jagungnya, Mbah mempersilakan gue masuk. Setelah nyium pipi Mbah yang harum lavender, gue ngerecokin Mbah makan. Abis, kayaknya enak banget sih.

"Lah, kamu ngapain di sini, Tunggal? Gangguin Mbah ya kamu?" Ayah masuk dan bertanya dengan heran. Gue cuma bisa nyengir sementara mbah tertawa-tawa.

"Udah, sana keluar biar Mbah makan dulu terus istirahat," lanjut Ayah. Akhirnya gue terdamparlah di dapur nan harum ini.

"Wuiihhh, lebaran kita ya?" Gue katawa-ketawa sumringah ngeliat meja makan yang montok dengan berbagai macam jenis makanan.

"Hahaha, iya Bang. Kamek sengaja masak menu lebaran. Biar kita makin akur," sahut Rarina sambil memindahkan opor ke dalam mangkuk.

Bhinneka Tunggal Family (Completed)Where stories live. Discover now