13

841 30 0
                                    

Lembar-lembar bertuliskan skenario drama Romeo dan Julietta tergeletak tak berdaya di atas pangkuan Evelyn. Bahkan gadis itu belum sempat membacanya setelah Angga memberikan benda itu beberapa menit yang lalu. Cowok itu tampak senang saat Evelyn menerima lembar-lembar skenario itu tanpa mengajukan protes apapun. Bukankah itu berarti Evelyn menerima peran yang diberikan padanya?

Ya, Evelyn tak mampu menolak peran itu. Bukan karena dia merasa pantas untuk memerankannya, tapi, seluruh teman-teman mendukungnya untuk memerankan sosok Julietta. Terutama Hana. Sahabatnya itu sangat antusias dengan pementasan drama Romeo dan Julietta karena Evelyn yang akan menjadi pemeran utamanya.

Dan satu hal yang sangat ingin diketahui Evelyn terungkap jua semalam. Soal Kak Leon. Tentang dua tahun yang terlewatkan begitu saja olehnya untuk pulang ke Indo.

Salah seorang teman kerja Kak Leon mengalami kecelakaan dua tahun lalu. Dan naasnya perusahaan tidak mau membayar biaya pengobatan rumah sakit dengan dalih kecelakaan terjadi bukan di saat jam kerja. Kak Leon-lah yang akhirnya meluangkan waktu dan uangnya demi membayar biaya pengobatan temannya. Uang yang ia habiskan untuk semua itu lumayan cukup banyak. Itulah kenapa ia tak bisa pulang ke Indo selama dua tahun belakangan. Dan kemarin Kak Leon pergi menemui temannya itu.

Dada Evelyn sedikit lega ketimbang sebelumnya. Tapi, masih ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Ia belum bisa menerima Kak Leon begitu saja. Bagaimana jika ia berencana pergi lagi? Karena gaji di Singapura terhitung lumayan tinggi. Apa ia harus menangis lagi saat Kak Leon akan pergi nanti? Bukankah dulu Kak Leon tidak menggubris air matanya? Sekarangpun mungkin tidak ada bedanya. Kak Leon yang tidak berperasaan!

Duk!

Evelyn kaget setengah mati ketika sebuah benda tiba-tiba melayang ke arahnya dan membentur kening gadis itu dengan cukup keras. Membuatnya nyaris ambruk ke belakang karena hantaman benda berbentuk bundar itu. Sebuah bola basket!

Evelyn hanya bisa meringis menahan rasa sakit di keningnya. Gadis itu mengusap area bekas bola basket itu mendarat. Panas. Mungkin area itu sudah berubah merah atau kehitaman. Membuat kepalanya seketika berdenyut tak karuan. Siapa gerangan yang begitu kejam melemparnya dengan bola basket sialan itu? Evelyn mengumpat dalam hati dan mengutuk si pelaku dengan serentetan kalimat kasar.

"Sorry."

Umpatan dalam hati Evelyn terputus saat terdengar suara permintaan maaf yang datang dengan tiba-tiba di saat ia masih sibuk mengusap keningnya. Gadis itu menoleh ke arah asal suara dan menemukan sesosok tubuh manusia yang mendadak membuat napasnya menyesak seketika.

Raffa!

Evelyn bergegas menurunkan tangannya dari kening. Jadi, si pelempar kejam itu adalah Raffa? batinnya seraya nyengir.

"Loe nggak pa pa?" tanya Raffa membuyarkan lamunan Evelyn. Cowok itu sudah menyampaikan permintaam maaf tersingkatnya, tapi sepertinya gadis itu belum mau memberinya respon.

Evelyn menggeleng kaku. Gadis itu membatalkan seluruh umpatan-umpatan kasar di dalam hatinya. Andai saja ia bukan Raffa, sudah pasti Evelyn akan memuntahkan seluruh umpatan itu. Tapi, ini Raffa! Cowok yang dari sekian banyak cowok di sekolah hanya ia yang Evelyn suka.

"Bener?" ulang Raffa sekali lagi. Cowok itu tampak menatap kening Evelyn dengan cermat dan tak menemukan luka yang berarti. Hanya bekas warna merah dan pasti tidak akan bertahan lama.

"Gue nggak pa pa," gumam Evelyn lirih. Untuk Raffa, ia akan memaafkan insiden kecil semacam itu. Ia pasti tidak sengaja melakukannya.

"Umm... ya udah kalau gitu. Gue balik ke lapangan lagi," pamit Raffa sejurus kemudian. Tanpa menunggu persetujuan Evelyn, cowok itu bergegas mengambil bola basket yang tergeletak tak jauh dari tempat duduk gadis itu lalu ngeloyor pergi ke lapangan tanpa menoleh lagi pada Evelyn.

Begitu saja? batin Evelyn sedikit kecewa. Apa ia benar-benar sedingin itu? Bahkan ia tak menawari Evelyn untuk pergi ke UKS untuk mengobati bekas hantaman bola basket itu. Ia hanya melontarkan sebuah kata maaf sederhana yang sepertinya tidak tulus. Apa ia tidak memiliki kepedulian terhadap manusia lain?

"Hei."

Di saat Evelyn belum selesai dengan lamunan tentang Raffa, sebuah sapaan menyentak telinga gadis itu. Hana.

"Udah kelar makannya?" balas Evelyn. Ia berpura-pura tidak pernah terjadi insiden apapun dan lamunan tentang Raffa ia biarkan terbang bersama angin yang berhembus dari belakang tubuhnya.

"Udah," jawab Hana cepat. Gadis itu mengambil tempat duduk di sebelah Evelyn yang masih memangku lembar-lembar skenario drama. "nih gue bawain roti." Sebungkus roti isi selai nanas terulur ke arah Evelyn.

"Kok cuma satu?"

Evelyn menyambar roti pemberian Hana dan langsung melahap isinya.

"Yah, mestinya tadi loe ikut ke kantin. Salah sendiri nggak mau pergi," gerutu Hana kesal. "gimana, udah baca skenarionya? Bagus nggak?" tanya Hana sembari melirik lembar-lembar skenario drama di atas pangkuan Evelyn.

"Gue belum baca," jawab Evelyn tidak begitu jelas karena mulutnya sibuk mengunyah roti pemberian Hana.

"Kok belum? Ntar siang kan loe udah harus mulai latihan, Lyn."

Evelyn tahu. Tapi, ia masih belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan jika ia harus memerankan tokoh Julietta.

"Ya, ntar gue baca."

"Sayang ya, gue nggak lolos cast." Hana menggumam kecil sambil melayangkan pandangannya ke arah lapangan basket. Beberapa anggota tim basket masih sibuk bermain di sana. "eh, Lyn."

"Hmm?"

Evelyn menoleh.

"Ternyata anggota tim basket sekolah kita lumayan keren," gumam Hana dengan seringai di bibirnya. "kenapa gue baru sadar sekarang?" imbuhnya seperti orang linglung.

"Hah?" Evelyn hanya mengangakan mulutnya mendengar ocehan Hana. "loe demam, Han?" tanyanya sembari meraba kening sahabatnya. Tapi, ia tak menemukan indikasi suhu tubuh yang tinggi atau keringat dingin di sana. Semuanya normal.

Hana terkekeh pelan. Tentu saja ia baik-baik saja.

"Tapi, Edo lebih keren," gumam Hana sembari tersenyum tipis.

Evelyn mencibir mendengar kalimat sanjungan untuk Edo. Siapa sih, yang tidak akan memuji pasangannya sendiri?

"Balik kelas yuk," ajak Evelyn bermaksud memutus percakapan yang mulai membosankan itu.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang