15

769 29 0
                                    

"Cut!"

Rasanya suara Angga sudah cukup untuk membuat tuli telinga seisi penghuni kelas di siang yang panas ini. Kelas hanya berpenghunikan beberapa siswa dan siswi saja. Tepatnya mereka yang kebagian peran dalam pementasan drama Romeo dan Julietta saja yang masih tertinggal di dalam kelas.

Evelyn menghentikan aktingnya setelah teriakan cut keluar dari mulut Angga. Gadis itu menoleh ke arah kanan tubuhnya dan mendapati wajah Angga tampak kecewa.

"Ulangi sekali lagi, Lyn!"

Sekali lagi? batin Evelyn kesal. Sudah puluhan kali ia mengulangi percakapan dan adegan yang sama. Tapi, tampaknya Angga masih belum puas dengan apa yang dikerjakan Evelyn.

"Ekspresi wajah loe kurang dapet, Lyn," beritahu Angga. Cowok itu mendekat ke arah Evelyn untuk memberikan sedikit pengarahan pada gadis itu. "pandang Doni seolah-olah loe cinta mati sama dia... "

Evelyn melenguh dengan kasar. Rasanya mustahil melakukan hal semacam itu buatnya. Terlalu sulit!

"Gue nggak bisa." Evelyn mulai jengah dengan latihan drama yang sudah berlangsung selama dua jam itu.

"Lyn... "

"Gue kan udah pernah bilang, gue nggak bisa. Mending loe cari pengganti gue," tandas Evelyn dengan nada datar. Gadis itu berusaha menahan gejolak di dalam dadanya. Padahal tadi ia sudah berupaya dengan sangat keras demi menjadi seorang Julietta.

Angga menarik napas dalam-dalam.

"Gue cuma mau loe. Bukan orang lain," tegas Angga. Sorot matanya pun tampak bersinar dengan tajam.

Evelyn tersenyum getir. Tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering. Teman-temannya juga masih menatap gadis itu dan Angga yang tampak bersitegang di depan kelas. Tapi, semua itu bukan bagian dari drama. Itu sungguhan.

"Sorry, Ga. Gue nggak bisa."

Satu tandasan keluar dari mulut Evelyn mengakhiri perdebatan. Gadis itu tergesa melangkah ke bangku dan menyambar tas miliknya. Tanpa basa basi dan menahan malu yang luar biasa, gadis itu berjalan keluar kelas. Setengah berlari. Diikuti tatapan dari semua orang yang berada di dalam kelas.

Argh.

Angga mendengus dengan kasar. Ia melemparkan gulungan kertas yang sejak tadi digenggamnya ke atas lantai dengan kekuatan penuh. Hingga benda itu terpental dan terguling beberapa centi di bawah kaki Angga lalu berhenti pada satu titik. Kertas itu sama sekali tak bersalah, Angga. Tapi, ia menjadikan benda itu sebagai pelampiasan kemarahannya.

"Kejar dia, Ga!"

Entah suara siapa yang tiba-tiba bergema di dalam kelas. Melecut nyali cowok itu untuk segera bertindak. Ya, tentu saja, batin Angga. Ia memang harus segera mengejar gadis itu dan mengajaknya kembali ke kelas. Evelyn adalah satu-satunya orang yang pantas memerankan Julietta. Bukan orang lain. Dan tugas Angga adalah meyakinkan gadis itu agar bersedia kembali berlatih.

Angga berlari keluar kelas untuk mengejar Evelyn. Gadis itu sudah sampai di depan pintu gerbang saat Angga ingin berteriak, namun urung. Ada beberapa kelas yang masih berpenghuni. Tampaknya bukan kelas Angga saja yang sedang sibuk mempersiapkan acara festival ulang tahun sekolah. Tak mungkin Angga berteriak dan mengundang perhatian mereka. Jadi, ia berusaha mempercepat langkahnya sebelum keduluan angkot membawa gadis itu pergi.

"Lyn!"

Gadis itu tersentak. Ia sama sekali tidak menduga Angga akan mengejarnya sampai pintu gerbang. Dan parahnya tangan Angga sudah melekat di lengannya. Mencegahnya untuk lari.

Dari tatapan mata Evelyn tampak jelas jika gadis itu tidak suka dengan cara Angga menahannya. Memaksanya agar tetap tinggal padahal ia ingin pergi.

"Loe apa-apaan sih, Ga?" tanya Evelyn ketus.

"Please, Lyn." Angga melunakkan suaranya. Mencoba mengetuk hati Evelyn sekali lagi. Setelah susah payah membuat gadis itu bersedia memerankan tokoh Julietta, kini ia harus meyakinkan Evelyn untuk kembali meneruskan latihan. Angga hanya bisa memohon kali ini. Sorot matanya juga mengatakan hal yang sama.

Evelyn menolak dengan satu gelengan kepala.

"Gue nggak bisa, Ga," tandas Evelyn tegas. "dan gue nggak mau ngerusak pertunjukan drama itu gara-gara akting gue yang jelek. Gue saranin, mending loe cari orang lain untuk menggantikan gue."

"Tapi, gue bikin drama itu buat loe, Lyn. Loe adalah inspirasi drama itu." Angga berusaha ngotot. Mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi di balik ide drama itu. "dan cuma loe yang pas untuk peran itu. Gue mohon, Lyn... "

Evelyn mendesah. Rasanya terlalu berat untuk mengabaikan permohonan seseorang. Meski sebenarnya ia ingin berlari sejauh-jauhnya dari pemohon itu.

"Loe tahu sendiri kan, kalau akting gue buruk... "

"Nggak, Lyn." Angga memotong dengan cepat.

"Nggak?" ulang Evelyn cepat plus dengan dahi mengernyit. "jangan bilang kalau itu bagian dari rencana loe ngebujuk gue agar mau meranin Julietta," ucapnya menerka.

"Sejujurnya," sahut Angga. "gue akui akting loe masih sedikit kaku... "

Apa kubilang? batin Evelyn dengan bersungut-sungut.

"Semua orang juga kayak gitu, Lyn," lanjut Angga. "nggak ada orang yang tiba-tiba pinter akting tanpa latihan. Semua orang perlu latihan agar bisa mahir. Dalam bidang apapun. Loe tahu?"

"Nggak!"

"Lyn... "

Evelyn masih menekuk wajahnya. Hatinya masih kesal.

"Loe nggak boleh nyerah secepat ini," lanjut Angga. "temen-temen ngarepin loe, tahu nggak?"

Evelyn mengalihkan tatapannya ke arah jalan raya. Dan satu angkot terlewatkan begitu saja di depannya. Bagaimana ia bisa melarikan diri jika Angga masih mencekal lengannya dengan erat.

"Kalau gue tetep nggak bisa?" pancing Evelyn setelah 3 detik berpikir.

Angga menghela napas dengan hati-hati. Sepertinya ada sebuah lubang kecil di hati Evelyn. Sebuah indikasi bahwa gadis itu mulai membuka hatinya sedikit.

"Tenang aja, ini bukan lomba," ucap Angga. "loe, gue, dan temen-temen lain berusaha semaksimal mungkin menampilkan yang terbaik. Jika hasilnya kurang bagus, that's fine. Mungkin kita perlu banyak latihan lagi. Mungkin juga passion kita bukan di bidang itu."

Evelyn mencoba mencerna perkataan Angga dengan sepenuh hati. Angga yang tampak sangar di luar, ternyata tak sesangar yang selama ini dilihatnya. Ia punya sisi baik dalam dirinya. Tak rugi ia dinobatkan sebagai ketua kelas.

"Gue akan pertimbangin lagi soal itu," ucap Evelyn akhirnya.

"Kok dipertimbangin lagi sih, Lyn?" Sebuah gurat kekecewaan tergambar di wajah Angga seketika.

"Gue mau pulang. Gue capek, Ga. Loe bisa nggak ngelepasin tangan gue? Sakit tahu, nggak?" Evelyn mengangkat lengannya yang sejak tadi berada dalam cengkeraman tangan kokoh Angga.

Cowok itu melepaskan lengan Evelyn sejurus kemudian. Dengan tampang tak rela pula.

"Gue berharap banyak sama loe, Lyn. Temen-temen juga... "

"Jangan bawa nama temen-temen, kenapa sih," gerutu Evelyn seraya melambaikan tangannya pada sebuah angkot yang kebetulan lewat di depannya. "gue pulang dulu, mau istirahat. Bye!"

Angga hanya bisa menatap angkot yang membawa tubuh Evelyn pergi dengan pasrah. Semoga Evelyn berubah pikiran, doanya. Dan ia baru teringat, jika teman-temannya sedang menunggu di kelas. Cowok itu bergegas berlari ke kelas setelah angkot yang ditumpangi Evelyn sudah menghilang dari pandangannya.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang