44

691 27 0
                                    

"Jane mana, Oma?"

Oma menoleh mendengar suara Kak Leon yang tiba-tiba menanyakan adiknya. Wanita itu sudah tidak kaget lagi jika Kak Leon menyebut nama Jane di depannya. Padahal ia baru saja sampai dan langsung menanyakan keberadaan Evelyn.

"Sudah pulang?" Oma balas menegur. Wanita itu sejenak mengalihkan pandangannya ke arah Kak Leon lalu kembali fokus pada masakannya. "dia di kamarnya. Mungkin tidur," tutur Oma baru menjawab pertanyaan cucu laki-lakinya.

Kak Leon mengangguk samar. Entah sejak kapan Evelyn punya kebiasaan tidur sampai sore hari. Tapi, itu lebih baik ketimbang ia keluyuran di mal dan menghamburkan uang jajannya.

"Nggak makan dulu, Leon?" tegur Oma membuat Kak Leon menghentikan langkah di depan kamar Evelyn. Sedianya ia bermaksud masuk ke kamar adiknya, tapi suara Oma membuatnya urung.

"Nanti aja, Oma."

Kak Leon berpikir sejenak. Ia bisa menemui Evelyn nanti, kan? Ia tidak harus membangunkan gadis itu hanya untuk memberikan beberapa biji cupcake dan puding cokelat padanya. Ia hanya perlu memasukkan makanan itu ke dalam kulkas dan Evelyn akan menemukannya saat terbangun nanti. Ia selalu kehausan saat bangun tidur.

Oma tersenyum tipis menatap Kak Leon yang berangsur ke depan kulkas dan mulai mengeluarkan isi kantung kreseknya. Beberapa biji cupcake dan puding cokelat ia tata sedemikian rupa di atas rak di dalam kulkas. Ia sengaja memilih menempatkan mereka di rak paling strategis agar Evelyn langsung bisa melihatnya saat membuka pintu kulkas.

"Ganti baju dulu," suruh Oma sejurus kemudian. Setelah Kak Leon selesai menyimpan cadangan makanan untuk Evelyn. "kamu sudah makan siang, Leon?"

"Udah, Oma." Laki-laki itu menarik napas lega. "Leon ganti baju dulu, Oma," pamitnya kemudian.

Oma mengangguk pelan. Wanita itu bergegas mengangkat hasil masakannya dan tak lupa mematikan kompor. Makan malam sudah siap meski matahari masih menyemburatkan sinar jingga di ufuk barat. Sebentar lagi ia akan menghilang dan digantikan dengan gelap.

Waktu makan malam telah tiba. Evelyn paling akhir tiba di meja makan karena harus mandi dan berganti pakaian.

"Gimana kerjaannya, Kak?" tegur Evelyn memulai obrolan. Karena meja makan akan terlalu sepi jika hanya terdengar suara piring dan sendok yang beradu.

"Lumayan. Masih banyak yang perlu Kakak pelajari," tandas Kak Leon. Laki-laki mengambil sepotong daging sapi dari atas mangkuk dan meletakkannya di atas piring Evelyn.

"Lyn kan nggak suka daging, Kak," keluh gadis itu kesal. Ia buru-buru meletakkan kembali irisan daging itu di mangkuknya semula.

Kak Leon menggeleng pelan. Beberapa tahun berlalu, tapi Evelyn masih sama. Ia paling anti dengan daging sapi. Akan tetapi, lain ceritanya jika daging sapi telah diolah menjadi bakso. 

"Oh, ya. Kakak denger tim basket Raffa menang, ya?" gumam Kak Leon. Ia kembali menekuni makan malamnya tanpa menyadari perubahan mimik wajah Evelyn.

Gadis itu menatap Kak Leon dengan dahi berkernyit. Hal itupun juga ia sudah tahu? batin Evelyn heran.

"Kok tahu?" pancing Evelyn penasaran. Bahkan ia belum membahas hal itu sama sekali dengan kakaknya.

"Dari facebook-nya Romi."

Oh. Pantaslah kalau begitu. Harusnya Evelyn berpikir jauh ke arah sana. Ia tak menyambung percakapan dan kembali disibukkan makan malamnya.

"Tadi Kakak beliin kamu cupcake sama puding cokelat," beritahu Kak Leon begitu ingat dengan 'cadangan makanan' yang ia simpan dalam kulkas.

"Iya, tahu."

"Kok nggak bilang makasih?" tanya Kak Leon setengah bercanda.

"Kan Lyn belum makan cupcake-nya," timpal Evelyn seraya menjulurkan lidahnya. Membuat Kak Leon harus mengacak rambut gadis itu karena terlalu gemas. Evelyn belum tumbuh dewasa sepenuhnya. Ia masih semanja dulu. "Kak Leon apaan, sih?" gerutu Evelyn sewot. Ia segera merapikan tatanan rambutnya yang sore tadi telah ia ikat dengan rapi.

Kak Leon hanya tersenyum melihat tingkah adiknya. Oma juga ikut tersenyum. Mereka berdua sama-sama bersyukur karena keceriaan Evelyn yang sempat hilang kini perlahan mulai kembali.

"Lyn ke kamar dulu, Oma." Setelah piringnya kosong dan air minum telah mengisi tenggorokan, gadis itu berpamitan pada Oma.

"Mau ngapain?" timpal Kak Leon cepat. Sebelum Lyn beranjak dari kursinya.

"Belajar," sahut gadis itu datar.

"Belajar apa main game?" tebak Kak Leon cepat. "cuci piring kamu dulu, baru ke kamar," ucap Kak Leon seraya memberi kode dengan memutar kedua bola matanya.

"Ogah, ah. Kak Leon aja yang nyuci piring."

Kak Leon hanya bisa mendesah pelan saat Evelyn memutar punggung dan melangkah ke kamarnya. Gadis itu menghilang di balik pintu sesaat sesudahnya.

"Dia hanya mau nyuci piring kalau Abby pulang," beritahu Oma setelah Evelyn menutup pintu kamarnya.

"Yang bener, Oma?" tanya Kak Leon dengan sepasang mata terbuka lebar.

Oma mengangguk dengan yakin.

"Ya, kalau ada Abby dia bangun pagi dan jogging di taman. Dia juga membereskan kamarnya sendiri," imbuh Oma melengkapi informasinya.

Oh. Jadi, seperti itu? batin Kak Leon. Evelyn melakukan semua itu karena takut pada Kak Abby. Tak mengherankan jika ia takut pada kakak pertamanya itu. Karena Kak Abby  memperlakukannya dengan keras dan menerapkan disiplin militer pada Evelyn. Tapi, hal itu sama sekali tidak bisa mengubah kebiasaan gadis itu. Ia hanya akan melakukan hal-hal semacam itu hanya saat ada Kak Abby saja.

"Biar Leon yang nyuci piringnya, Oma," tawar Kak Leon seraya bangkit dari kursinya. Ia bergegas mengumpulkan piring kotor dari atas meja makan dan membawanya ke dapur untuk dicuci. Kasihan Oma jika harus melakukan semua pekerjaan rumah sendirian.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang