37

667 30 0
                                    

Sayangnya telinga Evelyn bekerja sangat baik karena bisa menangkap suara riuh dari arah lapangan basket. Kali ini lebih berisik ketimbang sebelumnya karena pertandingan memasuki babak semi final. Dan tim Raffa sedang bertanding di lapangan sana. Bagaimana Evelyn tidak galau habis-habisan karenanya?

Gadis itu berkali-kali harus menghembuskan napas berat. Jengah. Mencoba mengabaikan suara riuh itu, namun ia selalu gagal. Andai saja bukan Raffa yang sedang bermain, tidak menjadi masalah untuknya. Tapi, ini menyangkut Raffa. Dan cowok itu kemarin telah mengantarnya pulang meski sebelumnya didahului perdebatan kecil. Setidaknya ia berterima kasih pada Kak Leon yang memiliki andil besar dalam hal ini. Juga rahasia yang disembunyikan Kak Leon selama ini sudah terungkap semalam.

"Kok bengong?"

Hana muncul tiba-tiba dan menjatuhkan pantatnya di atas kursi di sebelah Evelyn. Beberapa saat lalu ia pamit pergi ke toilet dan tumben-tumbennya tidak minta ditemani.

"Habis ngapain loe?" hardik Evelyn mengusir lamunannya sendiri. Mencoba bersikap sebiasa mungkin di depan Hana. Jika sahabatnya itu menemukan sesuatu yang mencurigakan di wajahnya, maka urusannya akan menjadi panjang dan lama.

"Biasa, setor," sahut Hana seraya menyandarkan punggung. "nggak nonton basket?"

"Males."

"Lah, bukannya kemarin loe dianterin si Raffa?"

"Terus?"

"Ya, harusnya loe dukung dia dong. Sebagai rasa terima kasih loe karena udah dianterin pulang," ucap Hana enteng. Tanpa beban.

Haruskah seperti itu? Evelyn membatin. Tangannya sibuk memainkan pulpen di atas meja. Tapi, apa Raffa akan melihatnya di barisan penonton selagi dia fokus pada pertandingan? Apa dukungan Evelyn akan berarti buatnya? Sepertinya tidak. Kehadiran Evelyn di sana tidak akan berarti apa-apa untuk Raffa. Hadir atau tidak, toh hasilnya sama saja. Tak ada pengaruhnya.

"Loe aja deh, gue males. Panas juga," keluh Evelyn dengan ekspresi yang sangat buruk. Tak ada semangat sama sekali dalam kalimatnya.

Hana mendengus.

"Kalau ke kantin gimana?" usul Hana seperti mendapat ide cemerlang. "di sana pasti adem." Gadis itu memasang senyum kecil.

Evelyn terdiam sesaat. Usul Hana mungkin jauh lebih baik ketimbang pergi ke lapangan atau duduk bengong di dalam kelas sementara mayoritas penghuni sekolah sedang sibuk memberi dukungan pada tim basket mereka. Gadis itu mengangguk setuju dan bersedia dengan sukarela mengekor langkah Hana menuju kantin yang lumayan sepi. Tak ada antrian di sana. Hanya beberapa gelintir siswa yang nongkrong di sana menikmati soto mie atau bakso.

Setelah selesai dengan makan dan minumnya, Hana menyeret tangan Evelyn ke lapangan basket. Padahal pergi ke sana tidak masuk dalam daftar rencana mereka. Tapi, Hana merasa akan menyesal jika melewatkan pertandingan itu.

Hana dan Evelyn berhasil menyeruak masuk ke dalam kerumunan penonton yang berdiri di tepi lapangan. Harusnya ada sesuatu yang bisa menaungi kepala para penonton agar tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Tapi, gedung olahraga yang sedang dibangun membutuhkan waktu beberapa bulan lagi sampai siap untuk digunakan.

"Tim lawan keren-keren juga, ya." Hana berbisik di dekat telinga Evelyn. Bersaing dengan suara riuh gadis-gadis yang berteriak histeris di sekeliling mereka. Andai mereka mendengar ini mungkin Hana bisa babak belur dihajar para gadis itu.

Evelyn tak menyahut dengan kata-kata. Hanya sebuah deheman berat sekaligus untuk menjernihkan suaranya. Tenggorokannya sudah kering padahal beberapa menit yang lalu ia baru saja menandaskan segelas es teh.

Itu Raffa, batin Evelyn seraya menatap sosok yang dikaguminya itu. Si jutek yang memiliki tatapan dingin itu sedang berjuang bersama teman-temannya. Keringat tampak membasahi wajah dan tubuhnya. Dan Evelyn sangat suka dengan penampakan Raffa seperti ini. Ah, tapi ia bukan siapa-siapa bagi Raffa. Hanya seseorang yang sesekali hadir dalam hidup Raffa dan tidak bisa memberi kesan apapun bagi cowok itu.

Berisik!

Evelyn ingin sekali menutup mulut gadis-gadis di sekitar tubuhnya yang sedari tadi meneriaki Pedro. Apa hebatnya seorang playboy macam dia? Yah, dia memang lebih keren dari Raffa atau siapapun. Tapi, sikap dan kelakuannya membuat gadis itu jengah.

"Mau ke mana, Lyn?" Hana berhasil menahan lengan Evelyn ketika gadis itu bersiap memutar tubuh.

"Ke kelas. Loe mau ikut?" tawar Evelyn setengah berteriak.

"Pertandingannya belum kelar, nih." Hana membalas dengan volume suara yang sama.

"Panas banget di sini, Han. Gue nggak tahan." Evelyn melepaskan tangan Hana dengan gerakan pelan. Seolah ingin berkata, biarkan aku pergi.

"Ok, deh." Hana mengalah kali ini. Ia membiarkan Evelyn pergi dengan tatapan pasrah. Lalu gadis itu kembali menatap ke arah lapangan basket untuk mengikuti jalannya pertandingan yang sedang seru-serunya. Ia akan kembali ke kelas menyusul Evelyn setelah pertandingan selesai.

Sunshine In Your Heart# CompleteWhere stories live. Discover now