35

652 29 0
                                    

"Dijemput Kak Leon lagi?"

Evelyn menggeleng karena tak yakin. Kemarin Kak Leon bilang hari ini akan sibuk dan pagi ini ia mengulangi hal yang sama. Hanya saja ia bilang akan menjemput jika kesibukannya sudah kelar, tapi ia tak bisa berjanji.

"Nggak tahu juga sih," sahut Evelyn. Ia belum selesai mengemasi peralatan tulis menulis miliknya yang masih tercecer di atas meja. Padahal satu per satu para penghuni kelas mulai berhamburan keluar dari ruangan itu. "dia harus nyari kerja, Han. Gue juga nggak maksa dia buat jemput gue. Lagian gue udah biasa pulang sendiri," tuturnya menambahi.

"Iya. Loe kan idolanya para supir angkot," olok Hana seraya berlari keluar kelas. Menjauh dari tubuh Evelyn sebelum gadis itu sempat menyentuhnya.

"Dasar," desis Evelyn. Ia bangkit dan segera mengejar langkah Hana yang sudah terlebih dulu menapaki koridor. Di antara siswa lain yang juga hendak pulang.

Siang yang panas. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Cuaca yang kering, musim kemarau yang panjang, dan belum ada tanda-tanda musim hujan akan tiba. Membuat para siswa tak sabar ingin cepat sampai di rumah dan segera mengisi perut mereka yang sudah keroncongan.

"Kak Leon mana, Lyn?" tanya Hana seraya celingukan mencari keberadaan sosok laki-laki tampan yang dikaguminya. Tapi nihil. Di depan pintu gerbang sekolah, wujud yang ia cari tak menunjukkan batang hidungnya.

Evelyn juga tak menemukan sosok Kak Leon di tempat biasa ia mangkal menunggu. Berarti Kak Leon sibuk dan ia tak bisa menjemput Evelyn. Mudah sekali menyimpulkan keadaan ini, kan?

"Kak Leon pasti sibuk," ucap Evelyn setelah menarik napas panjang. "ya, udah. Loe pulang aja duluan. Udah ditunggu Edo tersayang, tuh." Gadis itu mendorong punggung Hana agar segera menjauh. Tapi, di saat bersamaan seseorang menghampiri tempat mereka berdiri. Raffa dan motornya!

"Yuk, gue anter pulang."

Evelyn dan Hana serempak saling tatap satu sama lain. Raffa?

Hana mendelikkan matanya ke arah Evelyn penuh dengan tanda tanya besar. Bukan hal yang aneh jika ada seorang cowok yang tiba-tiba menawarkan tumpangan pada sahabatnya itu. Tapi, ini sedikit berbeda dari biasanya. Raffa, yang sama sekali tidak masuk hitungan cowok populer--meski ia anggota tim basket--yang dikenal Hana sebagai cowok jutek, tiba-tiba menghampiri dan menawarkan tumpangan pada Evelyn. Ini mengejutkan bukan?

"Tadi Kak Leon sms gue, minta tolong buat nganterin loe pulang," ungkap Raffa setelah melihat reaksi terkejut dari kedua gadis di depannya.

Hana melotot ke arah Evelyn. Seolah matanya ingin mendesak minta penjelasan sekarang juga. Soal Kak Leon, Raffa, dan Evelyn. Apa hubungan ketiganya? Bagaimana ceritanya Kak Leon bisa minta bantuan Raffa untuk mengantar Evelyn pulang?

"Kakak Raffa temen Kak Leon." Evelyn mengerti maksud tatapan mata Hana dan segera berbisik di telinga sahabatnya sebelum ia berpikiran ke mana-mana.

Oh. Hana manggut-manggut. Pikirannya langsung mendapat pencerahan yang sangat masuk akal.

"Ok, deh. Kalau gitu gue balik dulu. Bye!" Hana tergesa berpamitan di tengah situasi yang sedikit tidak nyaman itu. Padahal Evelyn ingin Hana tinggal di sisinya beberapa menit lagi. Karena tidak mudah berdiri di hadapan Raffa sendirian. Ia butuh teman!

Kenapa juga Kak Leon mesti minta bantuan Raffa? keluh Evelyn dalam hati. Padahal ia bisa pulang sendiri seperti yang biasa ia jalani selama ini. Sangat mudah menemukan angkot di jalan seramai ini.

"Loe pulang aja, deh. Gue bisa pulang sendiri," tolak Evelyn setelah menimbang sedikit lama. Jangan sampai ia berhutang jasa pada cowok yang notabene baik pada siapa saja itu. Dan Evelyn tidak mau masuk daftar 'siapa saja' itu.

Tapi, sepertinya Raffa bukan orang yang suka ditolak kebaikannya.

"Gue udah bilang iya sama Kak Leon. Jadi, gue mesti penuhi janji gue," tandas Raffa tegas. Sebuah prinsip yang bagus memang. Tapi, Evelyn tak suka hal seperti ini. Gara-gara Kak Leon, sih.

Evelyn menghembuskan napas kuat-kuat. Penolakan seperti apa yang bisa diterima Raffa?

"Ayo, naik!" suruh Raffa tak sabar.

"Gue... "

"Kalau loe nggak mau, biar gue telpon Kak Leon dan bilang kalau loe nggak mau dianterin pulang," potong Raffa cepat.

Evelyn menyipitkan matanya. Jadi, Raffa sudah berani mengancamnya? batinnya kesal.

"Ok. Gue naik," ucapnya kemudian. Saat tak punya pilihan yang lebih baik daripada menuruti perintah Raffa.

Gadis itu bergegas naik ke atas boncengan Raffa meski dengan berat hati. Dengan mengabaikan sekitar tentunya. Jika timbul gosip setelah ini, masa bodoh!

"Nggak mau pegangan? Ntar loe jatuh siapa yang mau tanggung jawab?" tanya Raffa sebelum menstarter motor kesayangannya.

Evelyn mendengus kesal. Bisa nggak sih, ngomong baik-baik? Nggak jutek kayak gitu. Gue cewek, Raf. Dan gue suka sama loe!

Motor Raffa mulai melaju di atas aspal yang panas tertimpa sinar matahari siang, setelah Evelyn mencengkeram kedua ujung jaket cokelat yang membalut tubuh cowok itu. Sejurus kemudian gadis itu tersenyum sendirian. Bisa duduk di belakang punggung Raffa adalah salah satu hal yang masuk dalam daftar impiannya. Dan momen seperti ini terulang kembali. Bukankah harusnya Evelyn berterima kasih pada Kak Leon karena telah memberikan kesempatan berharga seperti ini? Tapi, sama saja bohong jika sikap Raffa yang super jutek itu. Ia sudah merusak suasana romantis itu dengan kejutekannya. Yeah, karena Raffa nggak pernah menyukai gue.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang