Prolog

1.2K 145 141
                                    

Aankhen khuli ho ya ho band

Deedar unka hota hai

Kaise kahoon main o yaara yeh

Pyaar kaise hota hai

Musik India mengalun merdu dari kamar Dhika. Tidak ada yang tahu karena orangtuanya sedang bekerja dan hanya menyisakan beberapa asisten rumah tangga. Ia begitu bebas berjoget sambil bernyanyi, mengungkapkan isi hatinya dari arti lagu tersebut.

Dengan seragam sekolah, ia terlihat asyik menyanyikan lagu dari Film Mohabbatein sambil menambah ikat di kepala, lalu menghidupkan mic dan bernyanyi di depan tv.

"Kaise kahoon main o yaara yeh ... Pyaar kaise hota hai."

Dhika bergerak semangat mengikuti para penari dalam balutan jas dan gaun. Salah satu adegan yang Dhika sukai di film itu.

Interior kamarnya penuh dengan poster aktris dan aktor India; Kajol, Rani Mukerji, Radhika Madan, Sharukhan, dan Shakti Arora.

Ia begitu menyukai jenis film dan lagu India, baik bollywood atau pun tellywood. Gadis berparas cantik blasteran Indonesia-Jerman itu tidak memedulikan siapa pun yang memanggilnya, hingga suara keras itu hampir membuatnya terjungkal dari atas kasur.

"Jadi, kamu udah berani selingkuh ya?!"

"Beneran sayang, itu bukan aku yang SMS."

"Dasar bule jelek! Jangan-jangan selama praktik di Jerman, kamu ngeduain aku, hah?!"

Dhika melompat cepat dari atas kasur, lalu melihat keributan orangtuanya dari pembatas lantai dua. "Waduh, sepertinya Kajol sama Sharukhan lagi berantem."

Julian—Papa Dhika—mengusap wajahnya kasar. Dini hari ia harus melaksanakan tugas untuk mengoperasi korban kecelakaan tabrak lari, lalu berlanjut hingga subuh dan sekarang ia bisa beristirahat sejenak. Namun mengetahui istrinya salah paham, ia harus ekstra sabar.

Tiba-tiba, Dhika mendapatkan ide, "Biasanya kalau marah kayak gini, Mama sensi karena lagi PMS." ia menjentikkan jarinya, "Aku harus lakukan sesuatu."

Ia berlari cepat ke kamar mengambil tas sekolah dan payung lipat lalu menuruni tangga, meninggalkan kedua orangtuanya masih adu mulut.

Olyn—Mama Dhika—melipat kedua tangan di dada. "Malam ini kamu tidur di rumah sakit, nggak boleh pulang!" sontak Julian melotot. "Enggak boleh bantah," tegasnya tanpa menatap suaminya.

"Tapi sayang, aku gak bersa—"

"Happy birthday Mama!"

Kedua orang dewasa yang saling kekeuh memertahankan argumennya, berbalik badan terkejut menatap Dhika yang tengah membawa kue ulang tahun. Gadis cantik itu terus bernyanyi sampai telah berdiri di depan Olyn.

"Selamat ulang tahun, Mama." ucapnya tersenyum bahagia lalu memberikan lima tangkai bunga yang telah dibentuk sederhana oleh Dhika.

Olyn syok. Ia melihat anak semata wayangnya, lalu berganti menatap kue di depannya. Sekilas melirik Julian yang ikut tersenyum kecil.

Kembali Olyn memusatkan perhatiannya pada chocolate cakes dengan topping. Olyn mengedipkan matanya berulang kali sebelum Dhika menyuruhnya meniup lilin. Julian bertepuk kecil saat lilin tersebut padam, lalu mengecup lembut kening Olyn. "Selamat ulang tahun dan terima kasih untuk hubungan kita selama ini." ucapnya lembut.

Olyn tetap diam. Memilih mengamati kedua orang itu tengah mengambil jarak sebelum Dhika menaruh kue itu di meja ruang tamu. Sejenak Olyn menoleh ke belakang, mencari sesuatu yang sangat penting, tapi tidak ditemukannya.

Julian mendekati putri kecilnya dan berbisik pelan, "Kamu memang anak Papa yang bisa diandalkan." ucapnya tersenyum puas sambil tetap memantau Olyn yang tengah kebingungan. Ia mengulurkan tangan kanan dari balik tubuhnya.

Dhika ikut menngulurkan telapak tangan kemudian mereka bertos ria tanpa suara. "Dhika selalu tau apa yang Papa inginkan." balasnya menoleh ke arah Julian. "Sekarang Papa bisa tidur sebentar dengan nyenyak tanpa dengerin teriakan Mama."

Julian mengelus puncak kepala anaknya itu. "Papa sayang kamu,"

"Dhika juga sayang Papa."

Senyum mereka tidak bertahan lama, terlebih Dhika yang sudah melihat aura negatif saat pembantu keluarganya datang tergopoh-gopoh dari pintu kolam renang.

"Pa, Dhika berangkat sekolah dulu ya," tanpa menunggu jawaban Julian, Dhika meraih tas ransel di sofa dan menyalami orangtuanya bergantian. "Maaf, Ma. Dhika pergi sekolah dulu nanti takut telat." setelah itu Dhika berlari terbirit.

"Lho? Dhika enggak kamu antar?" tanya Olyn.

"Mungkin dia minta antar supir." balas Julian yang sebenarnya bingung karena ini hari pertama putrinya masuk sekolah. Padahal semalam Dhika ingin diantar olehnya. Tapi ya sudah lah, anaknya cukup mandiri.

"Nyonya ..."

Olyn mengernyit saat pembantu tua yang setia menjaga rumahnya itu datang dengan napas tidak teratur. "Bibi kenapa kayak orang abis dikejar?"

Pembantunya menggeleng cepat. Ia justru takut jika wanita yang menjadi majikannya akan marah padanya. "Maafin saya Nyonya, tapi ..."

"Bibi atur napas dulu, ya." perintah Julian yang kasihan melihat pembantu setia mereka yang telah menemani Olyn di Indonesia. Wanita lansia yang menjadi keluarga bagi mereka terutama Olyn di saat ia harus menetap di Jerman karena tugasnya sebagai dokter. Untung saja ada Dhika yang menemani harinya di saat rindu menghampiri dirinya ketika jauh dari Olyn.

"Saya bener-bener minta maaf Nyonya, tapi saya enggak tau kenapa bunga yang selama ini Nyonya rawat untuk wisuda teman Nyonya, justru hilang dan tinggal setangkai."

"Ha?!"

Refleks Olyn menatap bunga dalam genggamannya, begitu pun Julian yang tersadar akan tindakan putrinya tadi. Dengan cepat menatap pintu tinggi menjulang di depan dan tampaknya Dhika telah menghilang.

Julian menelan salivanya takut. Ia berbalik badan dan berjalan selambat mungkin menuju tangga. Lelaki itu harus menghindari amukan istrinya sebelum semuanya benar-benar terlambat.

"Julian,"

Mantap.

Julian berbalik dengan wajah sebaik mungkin. "Iya, sayang?" tersenyum lebar meskipun jantungnya berdetak kuat.

Olyn menatapnya sadis. "Apa ini kerjaan kamu?" Julian menggeleng cepat. "Kalau ini bukan kerjaan kamu, kenapa kamu setuju dengan acara ini, sedangkan kamu tau betul hari ini bukan ulang tahunku?"

Julian mengibaskan kedua tangannya. "Aku nggak tau apa-apa Lyn," ucapnya terburu-buru.

Olyn menoleh sinis ke arah pintu menjulang tinggi yang terakhir kali dilewati orang yang Olyn kenal. Tampaknya selama ia tidak tinggal bersama, putri yang ia besarkan dengan didikan baik sudah terkontaminasi dengan disiplin ilmu aneh yang suaminya ajarkan. Banyak yang terlewatkan Olyn dengan tumbuh kembang anaknya. Padahal, mereka benar-benar tidak bisa bertemu dengan kesibukan masing-masing hanya tiga bulan terakhir.

Letupan emosi sudah bisa Julian rasakan. Ia menatap ngeri Olyn yang siap meledak. "RADHIKAAAAA SCHMIDTTTTTTTTTT ....."

"KABURRRRRRRRR ......"

Ternyata Dhika masih bersembunyi di balik pintu, lalu berlari menjauhi amukan Mama tercintanya menuju gerbang tinggi.

Niat Dhika hanya satu, mengharmoniskan hubungan orangtuanya, bukan mempermainkan Olyn dengan mengambil bunga yang tidak ia tahu bahwa bunga itu sangat berarti bagi Mamanya.

Baiklah. Kesimpulan utamanya adalah ia harus siap mendengarkan segala ceramah Olyn setelah pulang dari sekolah barunya ini.

GADIS INDIA KWOnde histórias criam vida. Descubra agora