[6] Pria Tampan

393 101 8
                                    

Bevin berlari menuju ruang ganti olahraga. Ia orang terakhir di ruangan karena sempat mencatat PR untuk besok. Bevin tergesa membuka loker dan mengambil seragam olahraga.

Gadis itu tersentak saat berbalik dan tanpa sadar membentur loker saat posisinya dikurung dari berbagai arah.

"Hai, kita bertemu juga akhirnya." seringai Patricia.

Bevin memeluk erat seragam olahraganya. "Kalian mau apa?" balasnya mulai takut ketika Sivia mengunci pintu ruang ganti. Tidak ada siapa pun kecuali ia dan geng Patricia.

"Gue mau balas penghinaan yang kemarin."

"Asal lo tau, Patricia. Ternyata cewek cupu berani komentar di postingan dia." Sivia tersenyum licik melihat wajah pucat Bevin. Gadis itu hanya sekadar memberi selamat atas kepulangannya, tidak lebih. "Selamat kembali ke Patra Mandiri, Kak." Sivia mengulang hasil komentarnya di Instagram pria yang menjadi bahan perbincangan mereka.

Patricia membulatkan matanya. "Jadi lo udah berani cari perhatian dia lagi, ha?! Belum puas dengan semua yang gue lakuin ke lo, iya?! Memang cewek kegatelan!" ia menarik kuat rambut kepang Bevin.

Gadis itu berteriak, merintih kesakitan meminta tolong. "Tolong lepasin ... sakit ..."

"Nggak akan sebelum lo sadar kalau dia hanya milik gue!"

Bevin merasakan dentuman keras di kepalanya. Perlahan kesadarannya terenggut begitu saja tanpa memedulikan pekikan geng Patricia.

"Gimana, nih? Dia pingsan?" panik Sivia dan temannya.

"Biarin aja. Paling orang lain kira dia belum sarapan," ucap Patricia santai melihat Bevin tergeletak di bawahnya. Tidak ada sedikit pun belas kasihan untuk gadis cupu ini.

"Ayo kita tinggalin dia,"

Patricia berbalik terlebih dahulu dengan temannya di belakang yang masih menatap bingung Bevin. Mereka tampak ketakutan, tapi selagi Patricia menganggapnya biasa, mereka pun mencoba tenang dengan hal tersebut.

Patricia membuka kunci ruang ganti dan membuka knop pintu dengan santai. Seketika ia mematung, terkejut dengan kehadiran lelaki berseragam putih abu-abu berdiri menjulang tepat di depan pintu. Orang yang menjadi alasan dirinya melukai Bevin. Sorot mata itu begitu menusuknya sehingga ia dan temannya hanya mampu menelan salivanya, gugup.

"Kejutan yang membosankan."

**

Dhika setengah berlari menuju ruang UKS. Ia sempat mendapat kabar dari temannya bahwa Bevin pingsan dan ia langsung meminta izin dari pelajaran olahraga.

Gadis itu meraih knop pintu tapi sudah didahului orang di dalam. Pikiran Dhika begitu cemas dan langsung menerobos pria tinggi itu tanpa bertatap.

"Dhika?" lirih Bevin yang terbaring lemah di brankar.

Gadis dengan iris cokelat karamel itu meneliti tubuh Bevin membuat temannya bingung. "Kamu pingsan karena apa? Belum makan? atau gimana? Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan Patricia? Ayo Bev, jawab. Biar aku kasih mereka pelajaran." Dhika mengguncang lengan kanan Bevin.

Bevin terkekeh. "Gimana gue mau jawab. Lo aja nyerocos terus, kapan kasih gue kesempatan bicara?" tanyanya balik.

"Ya ... maaf," kikuknya menggaruk tengkuk. "Habisnya kamu bikin aku khawatir dan aku langsung izin ke sini."

Bevin meraih pergelangan tangan kanan Dhika. "Terima kasih, ya. Lo teman terbaik yang pernah gue temuin." ucapnya jujur.

Dhika mengangguk. "Makanya sekarang kamu pingsan karena apa? Kalau Patricia, aku nggak akan biarin mereka sakitin teman terbaik aku." balasnya menggebu.

GADIS INDIA KWWhere stories live. Discover now