[10] Modus Terselubung

339 82 18
                                    

"Bu, beli pulpen nya satu, ya!"

Dhika berdiri di depan koperasi. Sambil menunggu Ibu penjaga itu mengambil barang pesanan Dhika, lalu mengeluarkan selembar uang dari saku seragam.

"Ini, Neng." ucapnya memberi pulpen tersebut dan diterima Dhika, tidak lupa mengucapkan terimakasih.

"Oh, iya. Katanya, Neng ini pindahan Jerman. Bener?"

Dhika tersenyum simpul. "Iya, betul, Bu." balasnya. "Lebih tepatnya melanjutkan sekolah ke jenjang SMA di sini."

Wanita berusia sekitar empat puluh tahun itu berdecak kagum. "Tapi saya kagum lho sama Neng ini. Mau lanjutin sekolah di sini, apalagi lancar berbahasa Indonesia."

Gadis itu terkekeh pelan membuatnya semakin bertambah cantik. Rambutnya sengaja ia kuncir kuda. "Ibu bisa aja. Kebetulan Mama saya orang Indonesia, jadi Mama sering ngajarin saya." Ibu itu mengangguk mengerti.

"Eh, ada Mas Juno. Mau beli apa?"

Tubuh Dhika membeku mendengar sapaan Ibu penjaga koperasi. Ia tidak ingin menoleh karena pria itu berdiri tepat di belakangnya. Terlihat pantulan sosok itu dari lemari kaca di belakang Ibu penjaga itu yang berisi lapisan baju olahraga dan beberapa perlengkapan sekolah.

"Saya mau beli pulpen sama seperti dia."

Gadis itu memejamkan matanya perlahan. Mendengar suara Juno sedekat ini membuatnya rindu. Beberapa hari ia lalui tanpa kehadiran pria itu. Lucu, sebenarnya ia yang mendekati kehadiran itu. Ya. Dhika merupakan gadis yang bisa memulai pendekatan terhadap pria yang ia suka. Bukankah tidak hanya pria saja yang boleh membuka pendekatan itu? Pikirnya selalu begitu.

"Saya permisi dulu, Bu."

Dhika langsung pergi meninggalkan Juno yang baru berdiri di sampingnya untuk mengambil pulpen. Terlalu lama di sana hanya akan membuat jantungnya berdetak tak karuan.

Tanpa gadis itu sadari, Juno tengah mengikutinya perlahan. Pria itu juga bingung kenapa sampai ingin bertingkah aneh seperti ini. Namun satu hal yang pasti. Juno tidak menyukai sikap gadis itu. Dhika tidak terlihat saat pertama kali mereka bertemu.

"Ehem."

Langkah Dhika terhenti saat Juno telah berdiri di sampingnya. Gadis itu menoleh, mengulas senyum manisnya yang semakin membuat Juno gusar.

"Hai, Jun." sapanya seolah tidak menyadari kehadirannya sejak di koperasi.

"Boleh gue bicara sama lo?"

Sungguh, Juno tidak tahu kenapa nada bicaranya terdengar lirih. Wajah perempuan itu selalu membayanginya akhir-akhir ini. Juno merasa sisi hatinya begitu memikul beban-membayangkan betapa gadis itu menahan suara yang bergetar-menahan isak.

"Boleh," sahut Dhika.

Aduh, Juno natapnya tajem bener. Takut nih sama jantungku. Padahal tadi udah ngindar, sekarang dia yang nyamperin.

Dhika bisa melihat kegugupan dari pria itu. Juno mengusap tengkuknya dan sedikit menggigit bibir bawahnya. Saat Dhika akan bertanya, Juno mengulurkan tangannya, menyodorkan pulpen yang dibeli pria itu tadi.

Ia berkedip.

Juno menatap lekat manik cokelat karamel itu. "Ini sebagai tanda permintaan maaf gue." ucapnya cepat, seperti detak jantungnya yang kian memburu dengan napasnya yang mulai tidak teratur. "Gue tau, enggak seharusnya mengabaikan lo di gudang kemarin." jelasnya yang justru mengingatkan Dhika pada kejadian kemarin.

GADIS INDIA KWWhere stories live. Discover now