[7] Me and My Broken Heart

353 94 10
                                    

Semua orang berhak merasakan cinta. Merasakan dikala dunia hanya milik dirinya seorang bahkan bersama orang yang berjanji selalu bersamanya.

Cinta tak mengenal waktu. Ia hadir untuk memberi warna dalam hidup.

Seperti yang tengah dirasakan Bevin. Ia merasakan debaran kencang ketika Bevin tahu Neal yang membawanya ke UKS. Pria yang selalu menjadi penyelamat dari kenakalan murid yang membencinya termasuk geng Patricia.

"Apa gue nggak boleh berteman dengan Kak Neal?"

Bevin memandang pantulan wajahnya di meja rias kamar. Kacamata bulat membingkai ditambah rambut sebahu yang dikepang dua.

Gadis itu membawa ujung rambutnya ke depan bahu, "Boro-boro temenan sama Kak Neal, di kelas pun enggak ada yang mau berteman sama gue." lirihnya menunduk hingga satu tetes bulis air mata jatuh tanpa permisi. "Gue merasa hidup sendiri di dunia ini."

"Penilaian sudut pandang yang salah."

"Dhika?"

Bevin syok Dhika sudah berdiri di depan pintu kamarnya dengan pakaian biasa dan tas selempang. Gadis itu memberi salam dengan begitu semangat sambil memasuki kamar bernuansa violet.

"Lain kali jangan kebanyakan melamun di depan cermin, bahaya. Lagi pula aku panggil kamu nggak buka pintu, jadinya aku bobol deh pintu depan."

Bevin terbelalak, "Bobol?"

Dhika mengangguk semangat dan tanpa dosa menunjukkan benda tipis. "Pakai ujung jepit rambut ini." ucapnya tertawa bahagia.

Bevin masih melongo ketika Dhika duduk di sisi ranjangnya. "Kamu betah ya tinggal sendirian di rumah? Nggak minta ditungguin saudara aja selagi orangtuamu keluar kota?"

Bibir Bevin menipis, "Gue nggak punya saudara di Jakarta. Gue tinggal di Ibu Kota sendiri, tanpa ada saudara dekat."

"Kamu ngomong apa sih, Bev? Jadi, selama ini aku bukan teman kamu? Bukan orang yang bisa kamu anggap saudara?"

Bevin bungkam. Ia hanya mampu menatap lantai dengan pandangan berkabut.

"Gue hanya bicara fakta, Dhika. Lo nggak tau betapa susahnya gue hadir di sisi mereka. Mengharapkan teman-teman yang mau terima gue apa adanya."

"Kamu nggak perlu memiliki banyak teman, kalau pada akhirnya mereka meninggalkan kita. Kamu hanya butuh teman setia."

Entah sejak kapan Dhika telah berdiri di hadapannya. Gadis itu memegang kedua bahu Bevin. Pandangan mereka bertemu di pantulan cermin, "Coba deh, kamu melihat dari sudut pandangan yang lain. Kamu melihat hidup kamu dari sisi yang lain. Aku tau, membuat orang percaya diri itu butuh proses, tapi harus sampai kapan? Kita ini makhluk sosial, semua orang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Kamu nggak boleh melabeli diri kamu nggak berguna, nggak ada yang mau dekatin kamu." celoteh Dhika panjang lebar. "Percayalah, semua pemikiran negatif itu kamu-lah yang membuatnya."

"Aku mohon, jadi diri kamu sendiri. Kamu yang sering berkomunikasi dengan ku, kamu yang menjadi bebas ketika berbicara dengan ku. Menjadi diri sendiri adalah awal yang baik untuk menciptakan rasa percaya diri."

Terdengar helaan napas Bevin. Gadis itu menatap ragu Dhika dan sedetik kemudian tersenyum lebar.

"I'm possible."

Dhika pun tersenyum lebar.

**

Dhika'nın rüya adamı nedir?

Juno memijat pelipisnya membaca pesan singkat berbahasa Turki itu dengan penuh penderitaan. Ia menghela napas berat saat angin malam menerpa wajahnya yang tengah berdiri melihat pemandangan malam Ibu Kota dari balkon.

GADIS INDIA KWWhere stories live. Discover now