Chapter 49

4.1K 546 331
                                    

Semuanya berduka, aku tidak memperhatikan juga siapa saja yang datang. Bahkan saat pak Ilham melayat, aku tidak menyapanya sama sekali. Bukan aku dendam, tapi rasa kecewa amat mengingatkan aku pada sosok Ayah. Oke mungkin pak Ilham tidak tau, tapi diakan anaknya Kakek Arman ? Pemakaman di Tanggerang. Entah ide siapa ini. Tapi pasti Ayah Teguh. Dan ternyata yang mengurus pemakaman Bunda, itu Ayah dan Ibu. Makanya sekarang Ayahku di makamkan di sebelah Bunda.

Semua sudah selesai.

Ayah tenang di sana, dan udah nggak sakit lagi kan, sekarang ?. Bunda, ayah datang untuk menemui Bunda.

Kami menuju pulang, jangan menanyakan keluarga Ayahku. Mungkin saja saat kami pergi, mereka menyempatkan ke pemakaman. Aku tidak mau berpikir negatif. Nenek tetap Ibunya. Mas sesialan mungkin sudah sampe rumah, Mas sesialan orang yang terpukul dan kuyakin dia amat bingung. Satu sisi Ayah menderita karena ulah Kakeknya. Satu sisi dia tidak akan tega melihat Kakeknya menghabiskan waktu masa tua di penjara. Tapi aku juga tidak bisa apa-apa. Karena Dokter yang melaporkan semuanya. Menurut Dokter, penyakit Jantung Ayah seolah amat tidak di perhatikan. Makanya Dokter cari tau. Dan ya selanjutnya yang ku tau Kakek Arman di bawa pihak polisi. Tapi aku yakin, dia tidak akan di penjara.

Duitnya banyak sist.

"Istirahat ya," kami telah sampai di rumah. Oka mengelus rambutku. Senyumannya itu loh. "Tenangkan pikiran kamu, oke ?" Hanya anggukan yang aku balas. Males ngomong soalnya. Dapet duit kagak.

Lagi, Oka memelukku. Setelahnya dia mencium kening, pipi dan hidung.

Selalu bibir kagak. Eh

"Aku pulang ya, kamu istirahat dengan nyenyak." Istirahat itu dalam kategori apa ? Tidur ? Atau nonton sinetron ?. Dan Oka sudah keluar kamarku. Ku kunci pintu kamar, untuk mengenang Ayah.

Mau meratapi dulu sist.

Bukan aku tidak mau menangis, bukan juga aku mogok ngomong. Tapi kebanyakan nangis yang akhirnya tenggorokan sakit. Makanya nggak banyak ngomong.

Ayah pasti sudah tenang.

Move on ? Udah

Makan ? Belum .

Bima dan Sindi sudah bahagia.

Jessie sudah punya laki.

Denis ? Tadi aku lihat dia sama perempuan berkerudung. Apa mungkin itu calon bininya ?

Si homo cepet banget dah move on dari homo.

Arka ? Katanya mau nikah muda dia.

Mas sesialan ? Sekarang dia juga sudah biasa saja. Mungkin efek Ayah. Tapi kepergian Ayah, bisa jadi bikin Mas sesialan kambuh lagi. Resenya itu loh. Aselii !!! Kepengen aku getok.

Setidaknya aku sudah tau siapa aku ?

Setidaknya sudah tau sosok Ayahku. Ganteng dan baik. Pantes Nenek kecewa berat, wong kayaknya Ayah anak kebanggaan.

Soal Ibuku ? Ah aku tidak ingin tau. Ayah pesan padaku, agar tidak mencari tau.

Iyah lah ngapain nyari tau. Dia aja ninggalin.

Orang ninggalin, ya tinggalin balik.

Kecuali ninggalinnya ada alasan masuk akal.

Kepergian Ayah bukan berarti bikin aku, berubah. Semisal banyak diem atau melamun. Wohoooo !!!! Sorry aja. Ayah emang pergi. Sudah beda alam. Tapi masa iyah aku harus jadi anak yang tiba-tiba pendiam. Bisa-bisa si Denis dan Jessie, tumpengan. Enak aja.

Aku tetap lah aku. Si -- kok lapar ya ?.

"Bu," Ibu menoleh melihatku yang keluar dari pintu kamar. "Ada makanan nggak ? Adell.kok lapar ya." Ayah terkekeh geli. Duh perginya Ayah Alif, bukan berarti aku harus menye-menye kan ? Bukan juga, aku seolah tidak sayang.

MOVE ON DAN MAKAN ( KELAR )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang