Bab 1 - Hidup Yang Sulit

364 35 4
                                    

Surpriiised
Selamat ulang tahun Kak Azaaaam

Teriakan kompak dan heboh terdengar saat pria berperawakan tinggi putih tiba di anak tangga paling bawah. Segerombol mahasiswa yang didominasi wanita berkeliling mengerumuninya, membuat pria tadi cukup merasa sesak.

"Kasih jalan! Kasih jalan!" seru salah seorang pria yang kemudian membawa Azam sedikit menepi.

"Kak Azam senyum dong, kita lagi live streaming." Ingat seorang wanita yang merekam acara kejutan ulang tahun Azam.

"Sepatah dua kata dong, Kak," pinta mahasiswi yang melingkarkan identitas pers di lehernya.

Perasaan Azam begitu bahagia, tak menyangka akan mendapat kejutan. Seharian ini ia disibukkan oleh revisi proposal hingga lupa jika sekarang adalah hari ulang tahunnya.

Azam berusaha mengatur napas berusaba menetralkan wajah yang sudah sejak tadi memerah karena terlalu bahagia.

"Makasih banyak ya, Adik sekalian, rekan Pers mahasiswa, dan teman semuanya." Bibir Azam kini membentuk lengkung, memunculkan dua lesung pipi yang sedari tadi bersembunyi.

"Kak Azaaaam, aku bawa kue, buruan tiup lilin dong kak, nanti keburu mati."

Seketika semua sorot mata mengarah ke sumber suara, membuat kesan ramai berubah menjadi hening.

Perlahan Azam menghampiri wanita yang berdiri di kerumunan paling belakang. Ia kembali tersenyum sebelum menanggapi  "Minta doanya saja ya Dik, semoga kita semua selalu dilimpahkan keberkahan dari Allah."

*****

Konsentrasi Nadira pecah. Ia tidak lagi dapat menyimak apa yang disampaikan dosen. Getaran di saku bajunya terus saja mengusik.

Sudah kali ke lima ponsel itu bergetar dan tak dihiraukan. Meski tidak melihat layar, Nadira tahu betul siapa yang menelepon.

"Sekian perkuliahan hari ini, kita bertemu lagi minggu depan. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatu." Baru saja dosen menutup perkuliahan tapi Nadira sudah selesai merapikan buku catatan dan mengosongkan mejanya

Kelas usai dan pak dosen meninggalkan ruangan, diikuti Nadira yang tak mau kalah. Gadis berdarah Palembang itu terlalu memburu waktu hingga tanpa sadar sudah mendahului pak dosen.

Saat hendak menuruni anak tangga menuju lantai satu, suara riuh mahasiswa terdengar sangat mengganggu di telinga. Suara bising yang sangat tidak biasa, seperti jumpa fans yang akan bertemu dengan idola.

Nadira menggeleng menolak argumennya. "Nggak mungkinlah Fakultas mau keluarin dana buat hal begitu. Wisuda mahasiswa komunikasi aja masih pinjem aula kampus supaya hemat,"  gumamnya.

Nadira semakin heran saat mendapati beberapa mahasiswa berdiri teratur di anak tangga menyaksikan kehebohan di bawah sana. Langkahnya semakin melambat.

"Ada apa sih? Kok rame banget?" tanyanya pada diri sendiri.

Meski enggan peduli terhadap sekitar, rasa penasaran Nadira kini berkuasa, membuat ia menuruni dua anak tangga lagi untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Bodoh!" simpul Nadira saat menyaksikan kejadian di bawah sana. "Buang duit orang tua demi beli kue untuk pacar," cicitnya lalu pergi.

*****

Nadira berdiri di trotoar jalan menunggu jemputan langganannya. Body berwarna merah dengan roda empat berwarna hitam. Tangan kanan Nadira melambai sembari mengacungkan telunjuk.

Tak berselang lama, angkutan umum dengan tujuan PS Mall berhenti tepat di depan Nadira. Melalui kaca yang terbuka, Nadira menengok lelaki paruh baya yang memegang kemudi.

"Nggak ngetem kan, Pak? " tanya Nadira memastika.

"Nggak, Neng. Masuk aja." Sesuai titah, Nadira masuk dann duduk tepat di samping sopir.

Kepala pak sopir celingak-celinguk memperhatikan sekitar, berharap masih ada mahasiswa lain yang mau naik mobilnya.

Lima menit berlalu mobil sopir tak kunjung menekan pedal gas. Nadira menoleh pak sopir lalu bertanya, "Pak, masih lama ngetemnya?"

Alih-alih menjawab pak sopir langsung menekan pedal gas. Tapi belum sampai setengah meter ia melepas kembali pedal gas dan mengentikan mobilnya.

"Pak, ditanya lho ini!" Nada suara Nadira meninggi membuat Pak sopir akhirnya menjawab.

"Kalo nggak mau ngetem, mending pake ojek online aja, Neng. Saya mau cari rezeki juga," jelas pak sopir membuat Nadira mendengus sebal.

Nadira melirik ponsel dengan gelisah, takut jika kembali ditelepon. Dan benar saja, belum sampai satu detik berselang, layar ponsel Nadira kini kembali menyala. Gegas ia membuka pesan masuk di whatsapp.

Sudah jam berapa Nadira? Katanya pulang jam 4. Sekarang sudah jam 4.30.
Koko akan potong gaji kamu bulan ini.

"Astagaaaa!" Nadira berteriak membuat Pak sopir di sebelahnya kaget bahkan mengelus dada.

"Pak, sudah sepuluh menit lho, bisa-bisa aku telat masuk kerja, terus diomelin sama Bos," adu Nadira yang akhirnya membuat pak sopir mengalah dan melajukan mobil.

*****

"Kenapa sih hidup harus sesulit ini!" Meski kaki sudah terasa lelah, Nadira tetap berusaha mempercepat langkah.

"Stoooooop." Baru saja hendak memasuki ruangan langkah Nadira mendadak berhenti. Sepasang tangan merentang di penjuru pintu.

"Pukul empat lebih empat puluh lima menit. Kalau dihitung-hitung, minggu ini kamu sudah lebih dari lima kali telat masuk, Koko sudah mencatat 50.000 di kasbon."

"Tapi, Ko, Nadira telat hari ini karena sopirnya ngetem, bukan sengaja niat telat, Ko." Dengan wajah sedih perempuan itu mengajukan pembelaan. Namun sayang jurus tersebut tidak berhasil. Terlalu sering ia menerima alasan dari karyawannya itu.

"Lain kali naik ojol, jangan angkot! Pakai seragam kamu, serah terima kas sama Dewi." Koko Steven lantas pergi setelah memberi titah.

Kini seragam ungu melekuk indah di tubuh Nadira. Rambut hitamnya tergulung rapi, tak lupa name tag bertuliskan Nadira as Cashier De Tone ia selipkan di dada sebelah kiri. Nadira mengambil posisi dan siap melayani pelanggan tercinta.

*****

"Nadira, buku kamu ketinggalan di loker." Rizki berlari kecil menuju Nadira yang sudah mendahuluinya dan mengembalikan buku tersebut.

"Makasih."

Rizki menyodorkan minuman kepada Nadira. "Pasti capek kan pulang kuliah langsung kerja, terus pulang ke rumah tengah malam."

Menarik napas dalam, Nadira dengan sengaja mengembuskan secara kasar di depan wajah Rizki. "Terus masalahnya apa? Toh yang berat juga bukan hidup kamu!" ketusnya dan berlalu meninggalkan Rizki.

Rizki kembali mengejar Nadira dan bertanya, "dijemput Ayah?"

"Iya."

Wajah Rizki kecewa untuk ke sekian kali. "Yaaaa... kapan ayah kamu nggak jemput?" tanya Rizki berharap Nadira dapat memberinya kesempatan.

Nadira menoleh dengan tatapan tajam dan menjawab di luar dugaan. "Tunggu wafat."

"Astagaa, Nadira. Cuek boleh, tapi nggak gitu juga dong jawabnya."

"Terus?"

"Ucapan itu doa, Nadira. Masa' kamu mau Ayah wafat?" Nadira tak menjawab dan terus melangkah mengabaikan Rizki yang masih menyeru namanya.

"Nadira!"

"Diraaaa!"

"Jawab dong...." Nadira sudah lelah, harinya terlalu berat memikul celoteh Bos yang tak kunjung usai. Ia tidak peduli dan pergi begitu saja meninggalkan Rizki.

----

To be continued

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, ditunggu vote, komentar, kritik dan sarannya.

Selamat membaca dan salam sayang selalu
Elinaqueera

Lantun Cinta TaarufTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang