Bab 11 - Ditolak lagi

186 24 5
                                    

Ruang kamar bernuansa biru langit milik Nadira tampak seperti kapal pecah. Beberapa kertas yang sudah berubah bentuk menyerupai bola berserakan di lantai juga di meja belajarnya.

Nadira meremas rambutnya cukup kuat, membuat kepala yang sudah terasa pusing semakin bertambah pusing. Nadira menoleh jam dinding berwarna pink lalu merutuki dirinya sendiri.

"Udah hampir jam dua, tapi belom nemuin judul juga?"

Nadira mendengus sebal, tiga jam sudah ia memutar otak. Alih-alih menikmati hari libur, Nadira justru disibukkan mencari judul skripsi yang rencananya akan diajukan besok.  Namun, semakin berusaha merangkai kata, Nadira malah makin membuatnya terlihat mirip seperti judul sebelumnya.

"Radio ... radio...." Perempuan itu mengetuk meja belajar menggunakan pena hitam di tangan kanan. Di sela pikirannya yang kacau, ia justru teringat dengan perkataan Bu Sumaina.

Rasa penasaran membuat gadis berzodiak aquarius itu secepat kilat meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Kedua jempolnya kini beradu mengetik sesuatu di pencarian google.

Siaran radio hikmah qolbu Palembang.

Tak lama muncul hasil pencarian yang diinginkan Nadira, mulai dari nama radio, nama penyiar, dan waktu siaran. Nadira kembali melirik jam dinding, hadiah ulang tahun pemberian Kak Zahra.

"Bentar lagi dong," celetuk Nadira lalu beralih posisi menuju lemari. Ia membuka laci dan mengeluarkan headset dari dalam sana. Tombol turn on radio disentuh Nadira sebelum menyelipkan benda bulat itu di daun telinga.

"102,6 fm radio Sonora Palembang, sahabat keluarga, sore-sore gini dengerin hikmah qalbu bareng Rohim pasti bikin hati adem. Rohim bakal puterin syair rahasia-Mu dari Suby Ina khusus untuk kalian yang masih kepikiran kenapa sih aku harus hidup seperti ini? Stay tune terus ya...."

Deg. Hati Nadira tersentil mendengar celoteh sang Penyiar. Walau dengan intonasi cukup cepat, Nadira dapat menyimpulkannya. Bagaimana Nadira tidak tersentuh saat  pertanyaan itu sering lolos dari bibirnya terutama setelah Ko Steven melayangkan umpatan dan cacian kepada Nadira.

Terasa habis air mataku
Berguncang hati hadapi kenyataan
Tuhan ada di manakah oh dirimu
Berikanlah kujawaban

Dan mereka yang sangat kucinta
Berpaling dan tinggalkan luka menganga
Tak percaya kuhadapi ini sendiri

Berat terasa menghimpit dada
Sesak dan membuatku tak berdaya
Tersamar kulihat cahaya kasihmu sadarkanku

Sujud syukurku padamu rahman
Atas semua yang telah kau bebankan
Berpenuh peluh menyibak rahasia tuhan di balik ujian

****

Pagi ini langit terlihat mendung, menampilkan gumpalan awan kelabu yang perlahan berarak mengikuti arah angin. Nadira dapat merasakan udara dingin yang secara bergantian menyentuh kulit putihnya. Sambil memegang map, sesekali perempuan itu mengelus pelan kedua lengan, menjaga agar suhu dingin tidak membuatnya terbujur kaku saat menghadap kelak.

Satu per satu mahasiswa masuk menghadap Bu Sumaina. Beragam ekspresi Nadira dapati saat melihat mereka keluar dari ruang berdominasi cat cokelat itu. Ada yang senang, lega, kesal, dan sedih. Nadira tidak dapat memastikan ekspresi mana yang akan ia tunjukkan nanti.

Giliran Nadira tiba. Dengan langkah pasti ia masuk ke ruangan, tak lupa salam ia ucapkan agar mendapat nilai lebih di mata Bu Dosen yang sangat terkenal dengan komentar pedas.

"Mari kita lihat perkembangan judulnya." Nadira menyerahkan map kepada Bu Sumaina dengan sedikit gugup. Sembari Bu Dosen membaca, Nadira berdoa dalam hati, agar judulnya dapat diterima.

Kurang dari satu menit wanita yang berumur hampir setengah abad itu sudah selesai membaca. Dahinya berkerut, bola matanya tertarik ke atas melirik Nadira dengan tatapan yang menghunus.

Nadira meneguk salivanya sendiri, suasana kali sangat berbeda dari sebelumnya, terasa lebih mencekam. Pendingin ruangan bahkan tidak mampu menyeka keringat Nadira yang perlahan muncul di balik jilbabnya.

"Judul pertama efektivitas penyiaran radio terhadap berita olahraga studi kasus radio RRI Palembang. Judul kedua media sosial sebagai sarana pendidikan anak studi kasus konten nusa dan rara." Bu Sumaina meraih ponsel dari saku baju batik dan menekan salah satu kontak yang tertera di sana.

"Iya, walaikumsalam. Ibu tunggu di ruangan sekarang, ya," ujar Bu Sumaina saat sambungan telepon terhubung.

Nadira hanya menyaksikan gerik sang dosen tanpa berkomentar. Dari gelagat Bu Sumaina, ia sudah dapat menerka jika ada yang akan datang.

Apa memang ketemu harus sekarang? Judul aku gimana kabarnyaaaaaa?

Nadira hanya bisa menjerit dalam hati saat harus menunggu tanpa adanya kepastian.  Dan benar saja, tak lama berselang suara ketukan pintu berhasil mengalihkan atensi mereka.

Sosok pria bertubuh tinggi tegap menekan daun pintu dan masuk ke dalam ruangan. Manik hitam itu memandangi Nadira dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu berganti menatap Bu Dosen secara utuh.

Mampus deh! Ngapain sih Azam ke sini? Bisa-bisa ketahuan kalau aku nggak minta saran sama dia.

Nadira menggerakkan kaki, beberapa kali memukul sepatu sneaker putih Azam berharap dapat berkolusi sebelum Bu Sumaina tahu kebenaran.

Azam tampaknya tidak peka meski berulang kali sepatu berukuran empat puluh dua itu disepak. Ia juga tidak peduli dan tidak mau ambil pusing jika sepatu Nadira akan meninggalkan bekas.

"Bab dua sudah Ibu acc, cuma ada beberapa typo aja, nanti kamu edit saja." Azam mengambil berkas yang diberikan Bu Sumaina kepadanya.

"Nanti coba kasih saran ke temenmu. Cari rumusan masalah yang up to date, Ibu tidak mau judul mainstream seperti ini." Nadira meraih map yang diberi Bu Sumaina, kemudian mendongakkan wajah menatap Azam yang berdiri di sisi kirinya. Raut wajah memelas diampilkan Nadira sebagai gimik di depan kepala jurusan.

Azam menoleh kepada Nadira beberapa detik lalu beralih pandang menatap Bu Sumaina. "Tapi Bu, Azam ada-"

Belum selesai Azam berdalih, wanita itu kembali berujar. "Sekali dua kali sharing, cukuplah untuk referensi cari judul."

Azam merasa dilema. Hatinya tidak mau berurusan dengan Nadira, tapi ia tidak bisa menolak permintaan dosen yang cukup berpengaruh penting dalam kegiatannya selama ini.

"Baik, Bu. Azam coba bantu sebisanya."

-----

To be continued

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, ditunggu vote, komentar, kritik dan sarannya.

Selamat membaca dan salam sayang selalu
Elinaqueera

Lantun Cinta TaarufWhere stories live. Discover now