Bab 13 - Perjuangan Hidup

221 19 2
                                    

Tiga puluh menit telah berlalu. Suasana hening di perpustakaan justru membuat Azam merasa tidak tenang. Pasalnya perempuan yang telah berjanji untuk menemuinya tak kunjung menunjukkan batang hidung.

Azam beralih dari posisi duduk menjadi berdiri, berinisiatif mencari buku sebagai referensi untuk bahan skripsi. Perlahan tetapi pasti, Azam menyusuri tiap lorong rak yang memajang beragam buku seputar penyiaran. Kedua mata Azam terlalu fokus hingga tanpa sadar seseorang telah berdiri di belakangnya.

Napas yang tersengal di belakang terdengar cukup mengusik. Azam menoleh dan mendapati Nadira di sana.

"Kamu tahu ini jam berapa?" Tanpa tedeng aling-aling Azam mengajukan pertanyaan dan menunjukkan jam tangan kepada Nadira.

"Tadi mampir ke apotik, beli obat," jawab Nadira singkat.

"Terus?" tanya Azam.

Nadira membuka flat shoes dan menunjukkan tumitnya yang sudah diperban. "Tadi jatuh waktu turun angkot. Jadi-"

"Stop." Azam mengangkat tangan kanannya, meminta Nadira untuk tidak melanjutkan cerita yang bisa saja menumbuhkan empati berlebihan.

"Waktu aku nggak banyak, dan aku nggak suka sama mereka yang nggak ontime," ujar Azam lalu kembali ke tempat duduknya.

Nadira menggeser kursi yang berada tepat di samping Azam. Alih-alih duduk pria itu kembali mengangkat tangan dan menghentikannya.

"Stop. Aku nggak mau ada fitnah. Duduk di sana saja." Azam menunjuk kursi di depannya lalu membuka laptop.

"Astagaaaa!?" pekik Nadira dalam hati.

Nadira menurut dan duduk di tempat yang Azam pilih. Ia mengeluarkan laptop dan beberapa lembar pengajuan judul yang telah ditolak Bu Sumaina.

"Sudah buat proposal?" tanya Azam.

Nadira membuka map dan mencari proposal yang sudah dicetak dan memberikan kepada Azam. Namun, bukannya menerima proposal yang diberi, pria itu justru membiarkan tangan Nadira menggantung.

"Ini proposalnya," ucap Nadira membuat Azam dengan terpaksa menatapnya.

"Kirim via e-mail aja, biar ga buang-buang kertas," jawab Azam membuat Nadira cukup kesal.

Azam menerima e-mail Nadira. Dengan asat ia membaca setiap kata, kalimat dan paragraf di sana. Beberapa ia beri coretan dan saran lalu mengirimnya kembali kepada Nadira.

"Banyak yang harus diperbaiki, terutama 5w plus 1h. Perbaiki rumusan masalah dan coba media yang berkaitan dengan dakwah," jelas Azam yang hanya dibalas Nadira dengan anggukan.

Nadira membuka email masuk dan betapa terkejutnya ia saat melihat warna-warni revisi yang diberi Azam. Melihatnya saja membuat kepala Nadira seakan mau pecah. Lalu bagaimana jika mengerjakannya?

Meski merasa tidak mampu, Nadira memilih untuk tetap berusaha. Ia memaksa otaknya untuk berpikir dengan keras hanya demi tiga huruf yang ia nantikan, acc.

Setengah jam berlalu. Nadira tidak bisa fokus. Bayangan Azam di depannya terasa mengganggu. Apalagi saat pria itu sengaja meletakkan tumpukan buku. Ia tahu betul Azam tidak hanya ingin menjaga jarak, tapi Azam memberi dinding pembatas di antara mereka.

"Perhatikan saja proposalnya," ucap Azam sadar jika Nadira kini terus memerhatikan.

Membenarkan posisi duduk, Nadira kembali mengetik. Dari enam pertanyaan, baru tiga yang diselesaikan Nadira, what, when, dan where. Sekeras apa pun berusaha untuk fokus, sosok Azam terus saja mengusik.

Kalau emang nggak niat bantu, mending nggak usah sama sekali.

"Sudah selesai?" tanya Azam kepada Nadira yang terlihat melamun dan tidak mengerjakan sarannya.

Nadira menggeleng membuat Azam lekas menutup buku yang sedari tadi asik dibaca.

"Gimana mau selesai kalau yang kamu lihat itu aku, bukan proposalnya." Nada bicara Azam cukup keras, membuat beberapa orang di dalam perpustakaan menoleh karena terganggu.

"Kita sambung lain kali, aku harap semua saran yang aku kasih bisa selesai." Alih-alih pergi dan meninggalkan Nadira, Azam malah dihujam pernyataan menohok.

"Aku pikir kamu beda. Ternyata kamu sama buruknya kayak mereka yang suka men-judge orang dari penampilan." Azam tak melanjutkan langkahnya dan memilih meladeni Nadira.

"Maksud kamu?"

Nadira tak menjawab pertanyaan Azam. Bagaimana bisa pria itu berpura-pura tidak tahu dengan apa yang terjadi. Semua sudah terlihat jelas di mata Nadira.

"Jilbab ini kan penyebabnya? Jangan pikir aku sengaja! Ada hal yang lebih penting daripada jilbab ini," ujar Nadira seraya merapikan barangnya di atas meja.

"Itu kewajiban muslimah. Nggak ada alasan apa pun yang membenarkan jika hukumnya sudah wajib." Azam membantah pemikiran Nadira yang menurutnya salah besar.

"Ada keluarga dan masa depan yang aku perjuangkan. Aku nggak peduli, asal mereka bahagia aku akan lakuin apa aja, meski harus mengorbankan agama." Azam yang mendengar penjelasan Nadira mengusap dada dan terus merapalkan istigfar.

"Kamu yakin mereka bahagia dengan pilihan kamu?"

"Kamu nggak akan ngerti! Hidupmu terlalu bahagia untuk menerima penderitaan orang lain." Nadira berlalu meninggalkan Azam. Hatinya benar-benar sakit. Tidak ada yang memahaminya. Sama seperti orang baik yang melakukan kebaikan, mereka pasti memiliki tujuan tersendiri.

****

Di dalam kamarnya Azam merasa bimbang. Apakah perkataannya sudah benar, atau justru perkataannya menyakitkan bagi Nadira. Entahlah.

Azam memandang langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Terlihat kosong seperti pikirannya saat ini.

Ada keluarga dan masa depan yang harus aku perjuangkan.

Sepetik kalimat yang dilontarkan Nadira tiba-tiba terdengar sangat kencang, membuat Azam teringat akan sosok pria dua puluh satu tahun yang sedang memperjuangkan hidup untuk dunia dan akhirat.

Hari-hari yang dijalani pria itu seperti setrika baju, mondar-mandir, ke sana kemari, menerima dan memberi masukan, melamar dan ditolak lamaran. Sudah begitu banyak perjuangan yang dilakukan pria itu.

"Hidup memang selalu penuh perjuangan, maka itu hadiahnya surga." Azam tersenyum manis mengingat perjuangan pria itu selama tiga tahun terakhir.

-----

To be continued....

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, ditunggu vote, komentar, kritik dan sarannya.

Selamat membaca dan salam sayang selalu
Elinaqueera

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lantun Cinta TaarufTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang