Bab 2 - Siapa Dia?

307 33 3
                                    

Di atas tempat tidur Nadira masih merangkul guling dengan erat. Matahari sudah naik sepenggalah, ayam tetangga sudah berkokok sedari tadi berusaha membuat Nadira bangun, pun suara alarm ponselnya yang terus berdering. Namun ke semua itu tak berhasil membuatnya membuka mata.

Tok tok tok

"Kuliah nggak Nadira? Atau libur?" Pertanyaan ayah sontak membuat Nadira membuka mata dengan segera. Ia lekas melirik jarum jam dinding merah muda pemberian Kak Zaza, kakak perempuannya.

"Astaga! Jam 9" Nadira bangun dari tempat tidur, membuka pintu kamar dan melesat ke kamar mandi.

Meski bukan kali pertama melihat sang anak kesiangan, Pak Ahmad tetap saja menggeleng sambil mengelus dada. "Ayah panasin motor di depan. Keluar aja kalau sudah selesai," teriak ayah di depan pintu kamar mandi.

"Iya," sahut Nadira tak jelas karena sambil menggosok gigi.

Tidak sampai sepuluh menit Nadira sudah krluar dan menemui Pak Ahmad, membuat lelaki berusia setengah abad itu lantas bertanya. "Nggak mandi lagi?"

Bibir Nadira manyun, membuat pipi chubby-nya semakin terlihat menggemaskan. Ia benar-benar sudah telat dan tidak sempat mandi. Jadwal kuliah seharusnya jam 9.10, dan sekarang Nadira baru akan berangkat menuju kampus.

"Cepetlah, Yah. Udah telat ini!" Bukannya menjawab Nadira justru merutuk kepada Pak Ahmad karena tidak membangunkannya lebih awal.

Pak Ahmad lekas melajukan motor Revo hitam menuju kampus UIN Raden Fatah. Dalam waktu sepuluh menit, Nadira sudah sampai di tujuan. Ia mencium tangan sang Ayah dan berpamitan.

Baru menginjakkan kaki di depan gerbang fakultas, Nadira menepuk dahinya cukup keras. Ia berbalik dan mendapati Pak Ahmad sudan berada jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

"Tugasnya tinggal di rumah." Susah payah ia mengerjakannya hingga tak tertidur tapi justru dengan mudah melupakan begitu saja.

Nadira bergegas berjalan menuju lorong yang berada tepat di samping fakultas, bilik kecil penyedia jasa internet alias warnet. Ia merogoh tas, mengambil benda kecil persegi putih lalu memberikan kepada penjaga warnet.

"Print tugas Manajemen Penyiaran satu rangkap terus jilid." Nadira menyodorkan flashdisk-nya. Sembari menunggu, ia sibuk mengutak-atik ponsel, memantau informasi grup kelas mengenai kehadiran dosen. Keberuntungan saat ini sedang berpihak kepadanya, dosen pengajar belum hadir di kelas.

"Asalamualaikum." Di sela riuh rendah aktivitas mahasiswa yang mengantri untuk ke warnet, seseorang hadir sambil bersenandung. Ia menepuk buku berukuran sedang dan menirukan lagu nasyid milik grup Raihan.

"Apa kabar saudaraku sekalian?" Pria itu melanjutkan nyanyian. Suara merdu dengan nada bass membuat atensi pengunjung kini berfokus kepadanya.

"Daku mendoakan kamu selamat sejahtera." Suara pria tadi semakin sukses memecah fokus dan bahkan membuat terpukau. Lantun yang dinyanyikan bagai sihir yang membuat mereka hilang kendali.

Dengan cepat sang pria beraksi. Flashdisk merah merek Sandisk berhasil ia tancapkan di komputer dan mendahului pengunjung yang sedari tadi menunggu antrean. Pria itu menatap layar komputer dan melihat judul tugas yang sama seperti miliknya.

Manajemen Penyiaran disusun oleh Nadira Ghadati.

"Lho ini kan tugas dari Bu Susi. Tugasnya siapa tuh?" tanyanya kepada Edo, penjaga warnet.

"Punya cewek itu, Mas Azam." Jari Edo menunjuk ke arah Nadira membuat pria bernama Azam itu mengikuti.

Dahi Azam berkerut. Ia memandang asing wanita yang memakai setelan baju berwarna hitam di depannya.

Kalau tugas itu memang punya dia, berarti dia seangkatan sama aku? Kok nggak pernah terlihat di kampus?

Perasaan Nadira tidak tenang. Ia sadar jika sepasang mata kini memperhatikan sedari tadi. Dengan hati-hati Nadira menarik bola mata, penasaran siapa yang sedang melihat ke arahnya.

Tatapan keduanya beradu. Azam yang ketahuan segera melemparkan pandangan ke sembarang arah. Ia melihat satu persatu pengunjung warnet dengan seksama.

Lain Azam lain pula halnya dengan Nadira. Perwmpuan itu segera membuka ponsel untuk mengalihkan perhatian.

Egois! Udah potong antrian dan sekarang malah sibuk ngeliatin orang di sini. Kayak warnet ini punya dia aja!

"Sudah selesai belum, Kak?" tanya Nadira berharap bisa segera pergi dari bilik kecil itu.

Print out selesai, Edo merapikan lembaran kertas dan menjilidnya sesuai permintaan. "Sudah, Mba. Semuanya jadi lima ribu, Mba."

"Makasih." Nadira dengan cepat mengambil tugas miliknya. Ia memberikan uang pas dan meninggalkan tempat itu segera

Melihat Nadira pergi membuat Azam segera menyusul. Ia masih penasaran dengan sosok perempuan yang baru pertama kali dilihat selama lebih dari tiga tahun menginjakkan kaki di kampus.

Azam tak salah lagi, penasarannya terjawab sudah. Dari jarak yang cukup aman, ia benar-benar memastikan jika perempuan itu adalah mahasiswa Fakultas Dakwah.

Meski sudah terjawab tapi Azam masih tak tenang. Hatinya masih bertanya bagaimana mungkin ia tidak mengenal perempuan tadi.

"Tapi kok bisa sih aku nggak kenal sama.... " Azam mencoba mengingat nama Nadira. "Aduh siapa ya nama cewe it. Si ... Di ... Sa...." Azam kembali mencoba, tapi semakin berusaha mengingat semakin besar ia melupakannya.

Azam menepuk dahinya segera. Ia terlalu sibuk memikirkan Nadira, sampai melupakan satu hal yang saat ini benar-benar harus ia ingat.

Tugas Bu Susi

"Mas Azam lupa ini." Edo memberikan makalah yang sudah terjilid rapi saat Azam kembali ke warnet.

Napas Azam terengah, dadanya naik turun karena habis berlari. Ia hanya tersenyum menjawab pertanyaan Eko sambil terus mengatur napas.

Azam mengeluarkan uang sepuluh ribu dari saku dan memberikannya kepada Edo. "Makasih ya."

"Ini kembali--" Ucapan Edo terhenti saat Azam mengangkat tangan memberinya isyarat untuk berhenti bicara.

"Kembaliannya ambil aja, syukron."

*****

"Nah itu si Azam, baru aja diomongin," celetuk Izi, teman sekelas Azam.

Dias terlihat panik dan langsung menghampiri Azam yang baru saja meloloskan diri dari pintu. "Kemana aja sih, Azam. Kamu itu dicariin sama Pak Dekan," papar Dias.

Wajah Azam terlihat bingung memperhatikan wakil bem Fakultas Komunikasi yang kini berdiri tepat di hadapannya.

"Kenapa? Ada apa?" Azam memaksa Dias untuk menjawab. Wajah panik Dias membuat ia ikut merasa panik.

----

To be continued

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, ditunggu vote, komentar, kritik dan sarannya.

Selamat membaca dan salam sayang selalu
Elinaqueera

Lantun Cinta TaarufWhere stories live. Discover now