Bab 7 - Rahasia terbongkar

191 21 1
                                    

Azam berdiri di depan ruang kelas sambil memerhatikan foto Nadira yang ia dapat dari Bu Seli. Sesekali ia melempar pandang, melihat hilir mudik mahasiswa di bawah sana.

Meski sudah melihat wajah Nadira lebih dari sepuluh kali, tetap saja Azam merasa asing dengan wajah tersebut. Mata sipit, pipi chubby, juga bibir kecil yang melengkung membentuk sabit. Azam terhanyut menatapnya dan tanpa sadar malah membalas senyum kepada foto yang ia pegang.

"Walaikumsalam warahmatulahi wabarakatu." Suara dari dalam kelas membuat Azam tersadar. Kertas yang tadi dipegang di tangan kiri cepat-cepat dimasukkan di saku kemeja biru langit yang kini dikenakan.

Mata Azam dengan asat melihat sosok yang akan ke luar dari pintu kelas ruang 7 lantai dua. Orang pertama yang keluar adalah dosen pengajar kemudian disusul perempuan dengan setelan baju dan jilbab abu serta rok berwarna hitam yang berjalan dengan tergesa.

Meski sekilas Azam sudah dapat memastikan sosok ke dua yang baru saja meloloskan diri dari ruang 7. Perempuan yang baru saja membuatnya tersenyum dua menit lalu.

Melihat Nadira berjalan dengan terburu membuat Azam tak ingin ketinggalan dan lekas menyusul. Langkahnya tak kalah cepat dari Nadira. "Nadira!" panggilnya berharap perempuan itu dapat berhenti.

Saat menuruni anak tangga, langkah Azam terhalang oleh mahasiswi yang hendak naik menuju lantai dua. Keduanya memilih melangkah berlawanan sehingga membuat mereka saling menghalangi satu sama lain.

Azam melangkah ke kanan, gadis itu melangkah ke kiri. Azam melangkah ke kiri, gadis itu melangkah ke kanan. Begitu seterusnya hingga ia mengangkat kepala dan melihat siapa sosok yang berdiri di hadapannya.

"Viona?"

"Azam?" Viona tidak menyangka akan bertemu Azam meski sejujurnya ia memang mencari keberadaan Azam untuk memberikan laporan yang sebelumnya diminta Azam.

Mengulurkan map merah kepada Azam, Viona berharap dapat menyelesaikan tanggung jawabnya segera. "Ini proposal--" Belum selesai Viona berujar pria itu langsung mengatupkan tangannya di depan dada.

"Maaf, aku duluan ya, lagi buru-buru." Azam mengabaikan Viona dan berlari untuk mencari keberadaan Nadira.

Viona berdengus sebal. Susah payah ia menemui Azam tapi justru penolakan yang ia tuai. "Kayaknya emang udah tradisi ya selalu nolak cewek!" cicit Viona langsung memutar balik badan, pulang.

Nadira sadar jika ada seseorang yang berusaha memanggil. Namun, ia sama sekali tak mengindahkannya. Nadira terus saja mempercepat langkah kaki bahkan berlari menuju gerbang kampus.

Azam tak lagi menemukan Nadira di sekitaran fakultas. Ia bersiasat mengambil motor untuk mencari Nadira. "Mungkin dia langsung pulang," terkanya kemudian.

Benar firasat Azam saat ini. Perempuan bernama lengkap Nadira Ghadati itu sudah duduk di angkutan umum, tepat di samping sopir seraya memainkan ponsel.

Walau ingin menemui dan berbicara dengan Nadira, Azam tidak memberanikan diri untuk berbicara langsung. Terlalu banyak sorot mata jika meminta Nadira turun dari angkot hanya untuk bertanya perihal kehadiran seminar, Azam berinisiatif mengikuti Nadira sampai rumah dan berbicara setelahnya.

Bukan rumah yang dilihat Azam saat ini melainkan sebuah mal yang cukup terkemuka, Palembang Square Mal. Tak ingin kehilangan jejak, Azam memarkirkan motornya sembarang di pinggir jalan. Ia terus saja mengikuti sampai di pemberhentian terakhir.

Karaoke De Tone?

Azam terdiam sejenak melihat papan nama yang tertempel di atas ruko. Hatinya berdetak, takut, khawatir, dan ragu untuk memasuki tempat yang menurutnya penuh dengan mudarat. Tak hanya itu, jauh sebelum memutuskan hijrah Azam sudah berjanji pada diri sendiri untuk menegakkan yang benar dan meninggalkan yang salah.

Lantun Cinta TaarufNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ