Bab 9 - Memikirkan kamu

180 25 5
                                    

Pikiran Nadira sangat kalut, berulang-ulang ia memandang wajah Azam yang tertera di kontak whatsapp ponselnya. Kejadian kemarin benar-benar membuatnya dilema, takut, kesal, juga ... penasaran. Haruskah menelepon atau membiarkan dengan terus memandangi sosok tersebut.

Plak. Nadira menampar pipinya sendiri hingga tanpa sadar meninggalkan bekas kemerahan. Nadira meremas kasar pipi cubby-nya kemudian menggeleng cepat. Apa yang baru saja ia lakukan?

"Nggak!" Nadira kembali menggeleng. Ia tidak mau jika lagi-lagi harus memikirkan Azam. Faktanya, ia tetap harus memikirkan sosok Azam yang menurutnya terlalu ikut campur masalah pribadinya.

Brak. Kali ini Nadira memukul meja kasir, melampiaskan amarah. Beruntung tidak ada pelanggan yang duduk di ruang tunggu, sehingga ia bisa leluasa melampiaskan perasaannya.

"Aku harus pastiin sendiri maksud orang itu? Aku yakin banget dia sengaja!" Nadira bergumam sendiri, membuat beberapa teman sejawat saling melempar pandang memandanginya.

Bukan sekali dua kali. Nadira memang tergolong perempuan yang enggan bergaul dengan rekannya. Ia lebih senang bercerita atau melampiaskan keluh kesah juga bahagia dengan dirinya sendiri. Tertutup dan apatis mungkin lebih cocok disebut begitu.

Di tengah rasa dilema yang dialami, sebuah suara terdengar menggelegarkan seisi ruang tunggu karaoke De Tone. "Main hape teroooos!" seru Ko Steven saat tahu beberapa karyawannya sibuk memegang hape.

Sementara rekan Nadira sibuk memasukkan ponsel kembali di saku celana dan saku seragam dress, Ko Steven bergerak pelan tanpa suara menuju Nadira yang tampak sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Wa teroooos." Teriakan Ko Steven membuat Nadira begitu terkejut, ponsel yang semula ada di tangan lekas ia sembunyikan di bawah komputer. Dengan sigap Nadira bersikap normal seolah tidak mendengar apapun meski sebenarnya sadar Jika Ko Steven sudah ada di belakangnya.

Koko Steven beralih posisi tepat di samping Nadira. Tanpa aba-aba ia menggeledah meja kasir dan mengambil ponsel. Nadira tak mengelak dan merelakan ponselnya berada di tangan bos yang saat ini menatapnya garang.

"Ambil brosur!" titah Ko Steven dengan nada suara tinggi membuat ritme jantung Nadira memompa sangat cepat.

Nadira refleks menunduk, meraih beberapa lembar brosur karaoke yang ada di lemari mejanya. "Ini, Ko."

"Ambil lagi! Yang banyak!" Meski sudah mengambil cukup banyak, rupanya lembaran demi lembaran brosur yang diambil Nadira masih saja bernilai sedikit di mata Ko Steven. Nadira terus mengambil brosur di bawah sana hingga tidak terasa sudah setebal lima meter.

"Sebarin brosur itu. Jangan kembali kalau belum habis." Ko Steven berbalik badan hendak meninggalkan Nadira. Namun, baru saja dua langkah berjalan ia berbelok dan menatap Rizki yang berdiri di dekat kursi tunggu.

"Rizki, temani Nadira. Pastikan brosurnya dibagi ke orang, bukan dibuang." Meski tidak mendapat persetujuan dari Nadira dan Rizki Ko Steven segera berlalu dan kembali masuk ruang kerjanya.

Nadira dan Rizki kini saling beradu pandang, tanpa sepatah kata pun. Rizki hanya mengendikkan bahu dua kali, pertanda tak bisa berbuat apapun kecuali menuruti perintah bos.

*****

Love you every minute, every second
Love you everywhere and any moment
Always and forever and I know
I cann't quit you
Cause baby you're the one
I donn't know how

Lagu berjudul I love you so much dari Aviwkila mengawali pagi hari Nadira. Berbeda dari biasa ia bangun cukup pagi hari ini. Diliriknya jarum jam yang sudah menunjuk angka delapan lebih sepuluh menit.

Lantun Cinta TaarufWhere stories live. Discover now