13. Promise?

62K 3.5K 348
                                    


***

Raka menarik bibirnya membentuk senyuman saat pintu warna putih itu terbuka, menampilkan Reza dengan wajah muramnya. Sudah setengah jam dia menunggu sosok lelaki itu keluar dari kamar rawat sahabatnya. Reza berlalu pergi dari sana, entahlah Raka juga tidak tahu yang jelas ia sekarang ingin bertemu Dara.

Raka mengetuk pintu itu terlebih dahulu, lalu membuka pintu itu. Kepalanya nyembul, senyum manisnya ia perlihatkan ketika Dara melihatnya.

"Kayaknya lo seneng banget gue kesini." Ucapnya mendekati Dara. Raka duduk di kursi samping ranjang Dara.

"Gue bosen di sini Ka." Keluhnya pada Raka. Sudah dua hari Dara berada di rumah sakit, dan itu sangat menyiksanya. Kalau bukan karena persyaratan dari Reza agar dia bisa ikut club pecinta alam, sudah pasti ia akan kabur dari kemaren kemaren.

"Lo kan masih sakit, jadi ya harus di sini lah." Balas Raka.

"Padahal gue nggak papa, Reza nya aja yang berlebihan."

"Yaudah kalau gitu kabur aja." Dara memutar bola matanya, sudah pasti kalau ia melakukan itu, keinginannya tidak akan pernah Reza setujui.

"Lo pengen gue tambah menderita?" sengitnya. Wajah kesal Dara malah membuatnya menggemaskan di mata Raka, ia lalu mengacak rambutnya gemas.

"O iya lo belum cerita soal kuliah lo. Lo bakal kuliah di sini kan?" pertanyaan Dara membuat Raka terdiam. Jujur ia pengen kuliah di sini karena ada Dara, cinta pertamanya yang tidak akan pernah bisa ia miliki. Sudah dua tahun juga Raka sekolah di Paris, ia ingin melupakan semua tentang cintanya ke Dara, tapi tetap saja belum bisa melupakan cintanya ke Dara. Miris bukan?

Kalau saja takdir dia bersama Dara, pasti dia adalah lelaki yang paling beruntung. Sayangnya takdirnya tidak seperti itu. Mungkin dia bisa bersama Dara saat ini, hanya sementara tidak untuk selamanya.

"Lo pengen gue gagal move on ya?" Dara menggelengkan kepalanya.

"Emang lo belum move on ya?" gantian Raka yang menggeleng lemah. Dara berdecih, "lo nggak niat dulu sih. Coba kalau pake niat dulu, pasti berhasil."

"Mungkin." Balasnya.

"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi?"

"Gue kan kuliah di Paris, Ra." Jawabnya sambil mengambil ponsel Dara yang ada di nakas sampingnya.

"Terus kenapa lo ke sini?" Raka tesenyum tipis saat membuka ponsel, menampilkan gambar Dara yang sedang tersenyum sambil memegang sebuket bunga.

"Karena gue kangen." Jawabnya. Jarinya ia arahkan ke galeri foto Dara. Bermacam ekspresi Dara berada di galeri itu dan tak sedikit pula fotonya bersama Reza membuat senyum mirisnya.

"Kangen siapa?"

"Kangen elo." Raka spontan membalas ucapan Dara. Ia masih sibuk melihat isi foto Dara. Dara menghembuskan napasnya, apa sesusah itu melupakan dirinya? Apa sesusah itu move on?

Mungkin karena Dara tidak pernah merasakan bagaimana move on, membuatnya berpikiran seperti itu. Andai Dara pernah merasakan bagaimana sesulitnya melupakan seseorang yang pernah ia cintai, pasti dia akan tahu bagaimana rasanya.

Move on itu lelah. Lelah mengatur otak dan hati agar tidak mengingat kenangan cintanya.

"Lo tau gimana kabarnya Angel nggak?" Raka menghentikan aktivitasnya sebentar, ia menatap Dara.

Jika menyangkut pembicaran mengenai seseorang yang ia benci sangat membuatnya malas, "Nggak tau." Balasnya singkat, kembali ia melihat foto foto Dara.

BackstreetWhere stories live. Discover now