Day When I Can See You Again

Prolog

Langit sudah berubah menjadi gelap tanpa ia sadari. Suhu udara pun semakin rendah, namun tak cukup untuk membuatnya berpikir agar pulang ke rumah dan menikmati secangkir coklat panas kesukaannya. Tidak, ia bahkan tidak sempat memikirkan hal itu. Otaknya terasa beku, begitu pun hatinya yang tak lagi dapat merasakan apapun. Hingga akhirnya kedua kakinya berhenti melangkah dan ia menemukan dirinya berada di depan sebuah rumah tua yang tak lagi berpenghuni. Sejenak ia hanya terdiam, tidak merasakan apapun. Ia menyadari kalau kakinya melangkah membawanya pulang ke rumah itu. Rumah yang menjadi awal dari ceritanya. Kemudian ia berpikir, apakah nasibnya akan sama seperti rumah itu? Ditinggalkan, dilupakan hingga akhirnya kosong dan hampa.

"Kau harus lebih banyak bergantung pada kami. Bukankah kita sudah jadi keluarga?"

Betapa ia berharap kata-kata itu tak hanya sekedar pemanis bibir saja. Betapa ia berharap kata-kata itu bisa menjadi tempatnya untuk pulang. Namun, kenyataan kembali membawa ia pada tempatnya. Mengingatkan bahwa rumahnya untuk kembali telah lama hilang semenjak ia memutuskan untuk meninggalkannya. Ia merindukannya namun tidak pernah tau bagaimana cara menemukan jalan yang dapat menuntunnya. Hingga akhirnya, ketika jalan itu mulai terlihat ia justru menemukan dirinya tenggelam dalam ilusi. Seharusnya tidak begini...

Satu dua tetes air mata mengaliri pipinya yang pucat. Ia masih diam disana, tidak melakukan apa-apa. Atau lebih tepatnya tidak tau harus melakukan apa setelah semua hal yang terjadi. Sekali lagi ia kehilangan, sekali lagi ia ditinggalkan, sekali lagi ia membawa duka. Apakah ia tidak pernah bisa menjadi bagian dari dunia? Apakah itu artinya ia harus pergi sekali lagi? Pergi dan tidak akan pernah kembali....

"When this season comes again, will you remember about me? Even if the time we spent together has lost its color, I definitely won't forget. Hope I will see you again..."

-------