Place You Called Home

774 101 30
                                    

Halo, Akira disini.. 

Apakah masih ada yang ingat cerita ini? 

Sejujurnya Akira sedih karna minimnya voment. Bukan berarti Akira mengharapkannya, hanya saja Akira butuh energi untuk menulis dan energinya berasal dari Voment kalian..

Semakin panjang semakin baik dan cerita ini akan semakin sering update.. :D

Bedewe Akira mau bilang THANK YOU SO MUCH buat kamu-kamu yang masih membaca cerita ini dan yang sudah memberikan apresiasinya. I'm nothing without you.. 

Curcol nya segitu aja.. hehe

Sekarang kita langsung aja ke ceritnya...

Disclaimer and Warning still the same... 

And








Happy reading... 

Don't forget Voment.. :D *kiss

-------

Gempa tidak tau harus berkomentar apa saat melihat keseluruhan kamar Halilintar. Ia sudah mendengar dari Fang kalau komposer mereka ini adalah orang yang jenius music –kalau tidak mau dikatakan gila music, tapi ia sama sekali tidak menyangka akan separah ini. Hampir seluruh ruangan itu di penuhi oleh kertas partitur musik dan beberapa buku dengan topik yang juga tak jauh-jauh dari musik sampai-sampai Gempa berpikir ia tidak bisa melihat lantai ruangan itu. Di salah satu sisi, tepatnya di dekat jendela, terdapat piano besar yang baru saja dipindahkan dari ruang tengah tadi. Sementara di sisi lain terdapat tempat tidur yang juga dipenuhi kertas musik, meja kecil, meja kerja dan sebuah lemari. Dinding ruangan itu berwarna putih tanpa ada hiasan apapun. Gempa bahkan ragu kalau ruangan ini pernah dipakai, terlepas dari fakta bahwa ia kini berada di sana dengan si pemilik kamar.

"Dimana aku meletakkannya?" gumaman Halilintar sampai ke telinganya dan spontan Gempa menghentikan kegiatan observasinya dan beralih pada Halilintar yang sibuk mengobrak-abrik meja kerjanya.

"Kau mencari apa?"

"Sesuatu untuk mengikat rambutku." katanya tanpa menoleh. Gempa mengangguk kecil dan mulai ikut mencari di antara tumpuka kertas yang ada di tempat tidur.

"Kau yakin ini kamarmu?" tanyanya membuka pembicaraan.

"Setidaknya itulah yang dikatakan Fang. Aku bahkan hampir tidak pernah menggunakannya."

Gempa mengerutkan dahi. Tidak percaya.

"Benarkah? Lalu, selama ini kau tidur dimana?"

"Dimana pun aku merasa ngantuk. Kadang di lantai, kadang di tempat tidur. Aku tidak pernah benar-benar memilih. Ah ini dia!"

Gempa menghentikan kedua tangannya lalu menatap Halilintar yang menghampirinya dengan sebuah ikat rambut. "Tolong ya.." katanya, meski Gempa yakin kalau ia sama sekali tidak melihat raut minta tolong di wajah datar itu. Ah, jangan lupakan sepasang iris ruby yang menatapnya tajam. Walau Gempa tau jika Halilintar tidak bermaksud menakutinya, tapi tetap saja Gempa merasa sedikit terancam. Sedikit saja.

"Kau sengaja memanjangkan rambutmu?" tanya Gempa begitu Halilintar sudah duduk di atas kasur dengan dirinya yang merapikan rambut hitam panjang itu agar mudah diikat. Karena terlalu panjang, mungkin mencapai pinggang, Gempa memutuskan untuk mengepangnya. Tolong jangan tanyakan kenapa ia bisa melakukan hal itu sementara semua saudaranya adalah laki-laki.

Day When I Can See You AgainWhere stories live. Discover now